1 bulan setengah kemudian.
"Hei Jia."
Jia yang ingin mengambil snack itu, urung dengan kepalanya menoleh ke samping mendongak ke atas.
"Apa kabar?"
Jia bangkit perlahan sembari membenarkan maskernya. Menatap orang itu.
"Lo kurusan ya, tapi perut lo gak papa ?"
"Lo kenal gue ?" ucap Jia menatap Iqbal. Teman dari Amat.
"Kenapa ? Mau lo pakai masker begini, aura orang yang sama-sama kenal. Gak akan gak kenal. Paling pura-pura." urai Iqbal agak memaparkan senyumnya.
Jia meringis. "Oh."
"Gue duluan ya." ucap Jia bergegas melangkah ke arah belakang cepat-cepat ingin menuju kasir. Yang hampir membuat Jia jantungan adalah sekawan cowok di sana menatap kearahnya.
Jia memejamkan matanya agak lambat di balik maskernya. Yang ia kira cuma Iqbal ternyata tidak. Juga ada yang lain bahkan si Amat itu sendiri. Ada. Di depan kasir. Menunggu belanjaan mereka di transaksi oleh karyawan cowok, siapa tak lain adalah Bagas.
Jia yang bingung apa ia berbalik saja dan meletakkan kembali barang yang di belinya bersifat privasi dengan pura-pura kembali ke rak mencari barang yang seakan tertinggal ia beli, atau tetap bodoamat?
"Silahkan mba." ucap karyawan cowok itu setelah melayani customer lain.
Jia bergerak getir ke meja kasir meletakkan keranjangnya. Yang padahal tadi susah di gerakkan kakinya untuk meletakkan barang yang seharusnya Jia tak ingin semua cowok itu melihat barangnya terlebih di lihat Amat.
"Jia lo beli susu ibu hamil ?"
Kan apa di tegur. Jia masih fokus menatap mas kasir yang meneransir barang keduanya. Dari empat jenis belanjaan di belinya.
"Jia kan lo ?"
"Jia."
"Iya dia Jia, coba aja suruh lepas masker."
Jia lalu menoleh pada cowok-cowok itu yang bersuara, Otong dan lainnya. Sialan! Jia seperti terjebak. Kenapa harus di tegur bahkan dengan suara sekeras itu.
"Eh iya susu ibu hamil. Lo udah hamil ?"
"Nikah ya udah lo Jia? Kok gak di undang kita?"
"Apa private kah Jia?"
"Wah parah sih lo gak undang sesama teman sekolah."
Jia yang sudah kelimpungan gilanya. Hanya menatap sekilas lalu kembali menatap mas kasir, berharap lekas untuk memproses barangnya. Dan parahnya pula bisa-bisanya harus di pertemukan di tempat ini. Terlebih suara Bagas yang menimpal.
"Biasa.. ibu muda hamil rutin beli susu formula begitu."
"Wah selamat deh jadi ibu muda lo—"
"Totalnya ***"
Setelah mas kasir itu memberi tahu harga belanjaannya, Jia sesegera menyodorkan uang dan keluar dengan berkata. "Duluan."
"Pertanyaan di awal gak lo jawab."
Jia menatapi Iqbal yang malah menodongkan pertanyaan itu keluar beriringan dirinya dari pintu Indomaret, Jia tertahan untuk pergi meninggalkan Indomaret.
Ingin menjawab semestinya perkataan Iqbal di urungkan Jia sesaat melihat sebagian lagi temannya keluar dari pintu toko. Yang membuat Jia di kerumpuni sekawanan cowok itu.
"Hamil. Gue hamil." jawab Jia menatap Iqbal. Meyakinkan diri saja.
"Siapa bapanya ?" tanya Iqbal lagi. Lalu di timpal Rizky.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jia
Teen Fictionuntuk perempuan seperti aku, di sayangi karena keinginan bukan ketulusan seakan tak jadi masalah karena aku sendiri sadar bahwa ketulusan yang sebenarnya aku cari di kamu, ada di keberuntungan aku memiliki kamu. "Kamu berbeda dari lelaki lain" -wal...