"Jia!"
Jia menoleh. Caca menarik dirinya dari pagar penghalang jembatan itu.
"Ngapain lo di sini malam-malam gini. Gue kira udah pulang?"
"Cuma nyari angin bentar."
"Gak ada niatan mau bunuh diri kan?"
Jia menggelengkan kepalanya.
"Kenapa lo berani banget sih sendirian. Emang niat ya mau bunuh diri?"
"Tadinya iya. Tapi enggak jadi."
Caca mendengar jawaban itu menghela nafasnya.
"Ngomong ada apa. Lo terlalu memendam sendiri."
"Gue tanya lagi. Lo hamil?"
Jia menggeleng lagi.
"Terus bungkus tespek tadi?"
"Itu udah lama. Gue cuma lupa buang dari dalam tas."
Caca diam sebentar. Seputaran hamil-hamil begini ia jadi ingin tahu sisi lain jawaban Jia.
"Ya. Jujur deh. Lo berapa kali hamil?"
Jia diam, dari lirikan matanya menatap jalanan lalu lintas. Sorot matanya bergerak menatap lagi ke arah Caca, kantong mata Jia sudah di penuhi buliran air mata.
Jia menangis sejadi-jadinya. Gak bisa berkata apa-apa. Entah lah Jia sebenarnya kuat kok. Hanya saja bawaan moodnya yang membuatnya tak bisa menahan tangis.
Caca memeluk, menenangkan. Begitu saling peluk itu berlangsung, sorot cahaya dari motor ninja itu memarkir tepat di depan mobilnya Caca.
Itu Amat, melepaskan helmnya lalu menghampiri mereka berdua.
padahal Jia sudah mematikan fitur pelacak tadinya. Tapi tetap saja kan? Amat bisa tahu lokasinya. Entah bagaimana bisa tahu.
"Ngapain lo di sini?!" sinis Caca. Menghalangkan badannya sendiri kalau-kalau Jia di tarik oleh cowok itu. Tapi percuma, Amat tetap bisa menarik Jia dari sisi lain.
"Yaya. Ayo pulang."
"Brengsek banget lo main tarik-tarik aja." hardik Caca dengan wajah memerahnya. Ingin sekali menjambak rambut cowok itu.
Caca jadi terbawa suasana, kalau keadaan Jia ini sama seperti dirinya dulu. Walau agak berbeda.
"Mat! Dia gak mau pulang sama lo." ucap Caca saat Jia memberontak di tarikan Amat membawa Jia ke motornya.
"Udah lah. Gue yang antar." Caca lagi menarik Jia. Dan merengkuh badan cewek itu.
"Gue gak percaya sama lo."
"Yaya ayo." Walau di rengkuhan Caca, Amat meraih tangan Jia. Tapi di tampik sang empu.
"Lo pulang sendiri dulu ya bang, gue mau tenangin diri."
Mendengar kata Jia bukan aku-kamu. Amat merasa dirinya ada kesalahan tapi di mana? Apa meninggalkan di parkiran tadi?
Amat tetap memaksa meraih Jia dari rengkuhan Caca, sampai cewek itu agak terdorong karena paksaan Amat membuat jarak antara Caca dan Jia.
"BANG!" teriak Jia begitu keras lalu menghela nafasnya. "Bang udah. Bisa percaya gak sama Caca, dia bakal antar ke rumah."
>
Di perjalanan itu, Jia terus menatap keluar jendela. Caca yang sesekali menoleh bersuara memecah keheningan.
"Katanya gak hamil tapi lo punya masih ada tiga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jia
Teen Fictionuntuk perempuan seperti aku, di sayangi karena keinginan bukan ketulusan seakan tak jadi masalah karena aku sendiri sadar bahwa ketulusan yang sebenarnya aku cari di kamu, ada di keberuntungan aku memiliki kamu. "Kamu berbeda dari lelaki lain" -wal...