Happy Reading Yaar.. 🤗
________________________________Pagi ini Aku harus kembali ke kantor, dan meminta Asistenku untuk menjemputku. Aku berpikir mungkin Anisa akan butuh mobil untuk pergi kemana-mana. Mengingat Nadin yang tengah hamil besar.
Dan hari ini, Anisa memutuskan mengambil cuti di kampus karena dua hari kedepan juga hari weekend, untuk menemani Nadin. Dia benar-benar memastikan sahabatnya merasa nyaman dan terlindungi.
"Ihh Ganteng banget, dia siapa?"
Pertanyaan Anisa membuat aku menoleh ke asal suara. Aku menatap tajam pada Putra. Teman sekaligus asistenku. Sejak kapan dia datang? Ck! Selalu tidak sopan.
"Putra." Jawabku datar. "Jangan sebut dia ganteng Anisa." Kata ku. Batinku berteriak kesal, aku bahkan lebih tampan dari dia.
"Oh.. siapa?" Dia kembali bertanya, mengabaikan kekesalan ku.
"Asisten" jawabku.
"Waahhh.. saya baru tahu bapak punya asisten." Dia terkekeh.. "Tapi wajar sih.. belum juga genap sebulan saya nikah sama bapak.." Anisa tertawa geli.
"Eh, terus yang bapak panggil Badra waktu marah-marah itu siapa?" Dia lagi-lagi bertanya.
"Iya itu dia, namanya Putra Badra.." Anisa mengangguk-anggukan kepalanya. Jika aku sedang serius aku memang selalu memanggil nama belakang Putra. Badra adalah nama turunan dari ayahnya.
"Salam kenal, Mas Putra.." sapa Anisa mengulurkan tangannya. Reflek aku mengambil tangan Anisa, menggenggamnya dengan erat ke dalam genggaman ku. Mataku memberikan tatapan tajam pada Anisa dan Putra bergantian.
Apa tadi?! Mas?
"Nggak boleh!" Aku menjauhkan posisi Anisa dari Putra, aku menunduk menatapnya. "Jangan panggil dia Mas, kamu aja manggil saya Bapak." Kesalku.
"Lah dia emang lebih muda dari bapak kan?" Tanya Anisa.
"Kami seumuran!" Geramku.
Putra tertawa di belakangku, "Iya kami seumuran, teman perjuangan.."
Anisa terkejut menatap kami berdua. "Wahh.. beda banget auranya."
Mendengar itu, Putra semakin tertawa. Anak itu benar-benar membuatku jengkel.
"Anisaaa.." jengkelku. "Pokoknya jangan panggil dia Mas."
Anisa tertawa. "Oke.. oke.., kak Putra.."
Aku menghela nafas lega. Lalu beralih pada putra yang menatapku dengan tatapan anehnya. Dia menggodaku dengan tatapannya. Seakan-akan mengatakan aku lebih "posesif" dari dirinya.
"Oh iya! Hana, mana?" Tanyaku pada Putra. Putra menoleh ke belakang dan menunjuk arah pintu.
"Sebentar.."
Selang beberapa detik suara pekikan memenuhi ruangan ini. "Ihh! Mas Sena! Lihat tuh temenmu! Nggak tau diri banget, istrinya lagi kesusahan malah dia pergi gitu aja."
Perempuan mungil berambut gelombang sebahu itu mendekati putra dan menginjak kakinya dengan keras. "Lihat aja, nggak ada jatah satu bulan." Geramnya.
Putra yang mendengarnya langsung kelimpungan. "No beb.. ok aku minta maaf.. aku cuma nggak suka kamu terlalu humble ke semua orang.. aku cemburu." Putra mengambil alih kantong-kantong tas di tangan istrinya. Wajahnya panik sekali.
Hana melihatku, dan memeluk ku manja. "Mas Sena.. Aku itu dokter mas, apa salahnya aku bersikap baik ke pasienku."
"Bersikap baik itu ke istrinya dong, jangan senyum-senyum ke suaminya. Yang Hamil kan istrinya." Ucap Putra, membuat Hana mendelik menatap sengit pada Putra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Suami VS Mbak Istri
Random⚠WARNING⚠ BANYAK TYPO⚠ cerita masih absurd dan acak-acakan. * * * Mari simak kisah Perjuangan Mas Suami yang tampan dan mapan ini dalam Usahanya menjinakkan Mbak Istri yang keras kepala, nakal, dan suka seenaknya sendiri. "Btw, Yakin?!! situ masih m...