"Ya.. ya.. ya.. Tapi Stop ngoceh bisa? Mending di minum dulu deh susunya." Aku mendengus menatap NADIN didepan sana, tepatnya dilayar ponselku. Dia terus saja mengatakan selamat padaku tentang pernikahan ini, dan meminta maaf untuk dua hal.
Pertama karena dia aku dinikahkan, dan kedua karena dia tidak bisa datang ke acara pernikahanku. Alasannya, tentu karena dia sedang hamil.
Tapi, entah kenapa aku malah curiga pada suaminya itu. Dia pasti tidak mau datang, karena masih kesal denganku. Atau mungkin takut?.
Aku yang kesal karena dia terus-terusan meminta maaf menjadi semakim jengkel sendiri.
"Btw, Bojo koplakmu dimana?" tanyaku.
Dia terdiam, bisa terlihat dengan jelas raut wajahnya yang berubah sendu. "Sudah sebulan kamu nikah Nad, sudah 5 bulan kalian pacaran. Dan sekarang sudah 6 bulan tepatnya hubungan kalian berdua berjalan. Tuh cowok masih goblok juga?!" Dumelku.
"Isaa." decak Nadin, sambil menatapku tidak suka.
"Nadnad!" balasku, dengan pandangan tajam. Kami saling pandang memelototi layar ponsel masing-masing. Hingga akhirnya Nadin menyerah dan memalingkan wajahnya.
Tepat saat itu, suara bel rumah berbunyi. Pasti pesananku sudah datang.
"Tunggu bentar."
Selang beberapa menit aku sudah sampai di meja makan, yang letakkan berada di dekat bawah tangga. Rumah mewah ini memang besar, namun ruangannya ternyata mudah untuk ditemukan. Walau aku tadi sempat nyasar juga saat mencari letak dapur.
Setelah menata makanan Aku kembali menatap Ponselku, yang berdiri dengan bantuan gelas sebagai pondasinya.
"Selamat Makan." kataku.
"Lah Suamimu mana?" tanya Nadin.
"Lagi Mandi." Selang menyuapkan satu bakso kecil kedalam mulut dan mengunyahnya sampai habis, aku kembali menatap Nadin.
"Gini Ya Nad, Aku bisa loh bantu kamu pergi dari Si Papan Catur itu kalau kamu udah nggak kuat." Ujarku, santai. Kembali aku suapkan bakso kedalam mulutku, dan mengunyahnya.
"Nggak perlu Sa," jawab Nadin, kalem.
"Emang lo mau ditindas terus?! Tuh cowok lama-lama ngelunjak tahu?! Kalau semisal lo dipukul lagi, harusnya lo lawan dong Nad! Buat Apa kita. Kamu-aku, sama-sama belajar Bela diri kalau disaat-saat seperti ini aja nggak dimanfaatin?" sumpah tambah lapar aku kalau mengomel terus-terusan seperti ini.
"Tapi dia udah ada perubahan kok Sa, buktinya dia mau nurutin ngidamku." Nadin menunjukkan, sebungkus rujak yang tinggal setengah padaku.
"Pliss Nadin! Lo jangan tolol! Jangan gampang baper juga!." aku sedikit keras melempar sendok dan garpu hingga suara benturan antara keduanya dan mangkok pun menggema di ruangan sunyi ini.
"Ok, untuk sementara ini kamu boleh seneng, karena dia peduli sama kamu dan calon keponakkanku. Tapi nanti kalau semisal dia main tangan lagi, pliss kamu harus balas dia." Gregetku. "Dan kalau dia buat kamu benar-benar nggak kuat lagi hidup sama dia. Pliss, bilang sama aku. Jangan diem aja dan simpan masalah ini sendirian. Aku sayang sama kamu Nad, Dan aku nggak suka kamu kenapa-kenapa." lanjutku.
Aku kesal, karena Nadin menyembunyikan hal ini dariku. Kalau ternyata selama ini Si Papan Catur itu sering memukulnya. Untung saja mataku jeli, saat melihat wajah Nadin yang terdapat memar disudut bibirnya.
Saat aku tanya dia malah mengelak. Dia bilang itu karena ke pentok pintu. Lah! Dia kira aku bodoh apa?!. Namun setelah aku paksa untuk jujur, ternyata benar dugaanku. Suami gobloknya itu rupanya suka bermain tangan pada Nadin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Suami VS Mbak Istri
Random⚠WARNING⚠ BANYAK TYPO⚠ cerita masih absurd dan acak-acakan. * * * Mari simak kisah Perjuangan Mas Suami yang tampan dan mapan ini dalam Usahanya menjinakkan Mbak Istri yang keras kepala, nakal, dan suka seenaknya sendiri. "Btw, Yakin?!! situ masih m...