21. Mas Suami POV : 10 tahun yang lalu..

304 13 0
                                    

Terimakasih sudah Mampir..

Dan

Selamat Membaca..

___________________________________

Aku tidak pernah ingin berbohong padanya, tapi hari ini aku merasa tidak bisa menyimpan semuanya sendiri lagi. Melihat wajahnya yang tidak bisa berbohong, karena keingintahuannya sangat menggangguku. Keningnya terus berkerut dan berpikir membuatku takut dia akan sakit kepala karena terlalu keras berpikir.

Di tambah ucapan Mbok Yah padaku beberapa saat lalu. Itu semakin membuatku bertekad mengatakan padanya.

Yah! Dia berhak tahu apa pun tentangku dan masa laluku.

Dia gadisku, cintaku, miliku, istriku.. aku sangat mencintainya. Bahkan mungkin melebihi cintaku padanya. Meski begitu aku tidak pernah melupakan cinta pertama ku itu.

Kepergiannya mengantarkan ku pada Anisa Ainur Ardiansyah. Kebaikan hatinya menumbuhkan cinta baru di hatiku. Cinta yang lebih kuat dan menyiksa karena aku terus berbohong padanya.

Semua salahku. Karena aku egois padanya.

"Pak?" Aku menoleh dan mendapati gadisku ada disana. Tubuhnya  yang berisi membuatku terus ingin memeluknya.

Aku merentangkan tangan, ingin menggapainya. Tapi dia malah mencubit perutku yang keras. "Auh!"

"Genit banget sih!" Omelannya selalu membangkitkan semangat ku.

"Genit sama istri sendiri apa salahnya sih.." Tanpa persetujuannya ku peluk tubuhnya yang empuk itu. Dia tidak menolak, dan aku senang sekali.

Lebih senang lagi saat dia membalas pelukanku. "Maaf ya pak, ngerepotin." Katanya.

Aku menggeleng, lalu mencium pucuk kepalanya. "Kenapa minta maaf sih?"

"Ya kan saya ngerepotin Bapak.." dia menepuk pelan punggungku dua kali.

"Saya senang di repotin sama kamu." Balasku. "Saya baru tahu, Nadin jadi korban KDRT. Ini bisa kita laporkan ke polisi Lhoh.. kalau dia mau."

Anisa merenggangkan pelukan kami, dan mendongak. "Bener juga, biar mampus tuh cowok bajingan!"

"Kasar banget sih mulutnya." Kataku, lalu mencuri kecupan di sana.

"Ih!" Anisa memukul dadaku. Lucunya gadisku. Dia masih malu-malu padaku.

Aku membawanya diatas ranjang, yang sudah lama tidak aku tempati. Hampir 12 tahun lamanya.

"Hmm, Aroma kamar ini khas banget sama Bapak. Ini kamar Bapak?" Tanyanya, dia masih di duduk di pangkuanku.

Aku mengangguk. Dia menatap wajahku penuh pertanyaan, oh Tuhan aku tidak tahan. "Kalau kamu mau tanya, tanya aja sayang.. jangan di tahan. Saya takut kamu sakit kepala." Aku mengelus keningnya yang mengkerut dalam.

Anisa berkedip beberapa kali dengan mata polosnya. Seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja aku katakan. Aku mengangguk menyakinkan.

"Sebenarnya saya takut lancang, mengingat kita menikah karena perjodohan--" Anisa menatap mataku dengan ragu, lalu dia berdehem. Dia menunduk mengambil dan mempermainkan kacing ketiga kemeja ku, "--Saya cukup acuh, dan nggak mau peduli juga waktu itu."

Anisa mencebikkan bibirnya. "Saya juga kesal dan marah sama semua orang, jadi saya nggak mau peduli sama apapun.."

Aku tahu, tidak tidak mungkin baik-baik saja. Siapa juga yang mau menikah dengan terpaksa di jaman sekarang?

"Ayo saling mengenal lagi.." kataku. Aku meraih tangannya yang masih bermain kancing kemejaku, dan mengecup punggung tangannya.

"Saya pengen tahu, orangtua bapak.." dia berkata tanpa basa-basi. Aku suka sekali. Aku tersenyum menatap Anisa.

Mas Suami VS Mbak IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang