pembullyan

465 27 1
                                    

Pembullyan √√

[6]

Kurang Bae gmnalagi Cuba, saya up cepet ehe')
Jangan cuma dibaca donk, vote juga biar Mangat up teros;b

Heppy Reading manteman'...


"Abang bikini yang baru ya?"

Sedari tadi Tama ketar-ketir karena adek laki lakinya ngambek lagi perihal teh manis.

"Ga bakal sama" ketus Agler yang masih fokus nonton TIVI, laki laki itu bersidekap seraya fokus menonton film India bukan karena suka namun penasaran dengan adegan yang penuh slow motion.

"Bakal sama lah, kan teh manis biar ab—"

"Tetap saja gabakal sama Abang! Sudah dibilang itu buatan mama dan dengan lancang nya kau menghabiskan nya tanpa menyisakan untuk ku? Padahal aku baru menyeruput tehnya" Potong Agler yang sudah kelewat marahnya. Tanpa memperdulikan tatapan sendu Tama laki laki itu segera beranjak pergi meninggalkan Tama yang menundukkan kepalanya, terdengar isakan kecil dari laki laki itu.

"Sayang kenapa?" Tanya Kiana yang melihat Tama duduk sendiri disofa ruang keluarga dengan isakan kecilnya. Apakah putra sulungnya menangis? Tapi apa penyebabnya?.

"Hiks.. ma, Adek marah sama Abang" adu Tama persis seperti anak kecil.

Kiana menghela nafas panjang, jadi karena hal sepele membuat anak sulungnya menangis. "Cerita nya gimana bisa marah hm?" Tanyanya dengan mengelus rambut Tama lembut.

"Hiks .. Abang, ga sengaja hiks .. minum tehnya adek, soalnya ha–haus." Jawab Tama dengan isakan kecilnya.

"Mama temenin minta maafnya ya? Lain kali jangan diulangi" ucap Kiana dengan lembut. Hal ini memang sering terjadi, Tama akan mudah cengeng bila salah satu keluarganya marah dengan nya.

"Takut.." lirih Tama dengan muka sembabnya.

"Mama temenin, gausah takut. Adek ga bakal lama marahnya." Kiana tahu betul sifat anak-anaknya, Agler tentu tidak akan marah terlalu lama hanya hal sepele ini.

Tama menghapus air matanya dengan cepat dan mengangguk pelan.

Sedangkan dikamar terlihat seorang remaja yang tengah berdiri di pembatas balkon menatap lurus dengan pandangan rumit. Sejujurnya Agler tidak marah, hanya saja ia ingin memberi pelajaran agar tidak mengulangi nya. Tapi Agler tentu tidak akan tahu jika saat ini abangnya tengah menangis dan mengadu pada mama tercintanya.

"Gimana kabar kalian? Maafin Ayah nak yang gabisa ngasih PS, PS itu sudah hancur Alan. Ayah merindukan kalian," gumam Agler dengan setetes kristal bening yang jatuh membasahi pipi mulusnya.

"Semoga kelak besarmu bisa melindungi Bunda dan adekmu, jadilah lelaki yang bertanggungjawab nak" Agler mendongak menghalau air matanya yang dengan lancang berlomba-lomba untuk keluar.

Detik itu juga Agler menunduk bersamaan dengan setetes kristal bening yang jatuh membasahi tangan yang menggenggam erat pembatas balkon itu.

"Agler.." panggilan lembut dari belakang membuat laki laki yang terpanggil menegakkan tubuhnya dengan mengusap kasar air matanya, tentu ia tidak ingin mama tercintanya mengetahui dirinya menangis. Segera laki laki itu membalikkan tubuhnya berhadapan langsung dengan Kiana dan Tama, tunggu dulu mengapa wajah abangnya terlihat sembab seakan habis menangis? Benarkah laki laki itu menangis? Hanya karena menghabiskan teh miliknya?.

"Ma? Abang.." perkataan Agler tergantung seperti harapan mu pada mantan. Agler hanya diam menatap Abang nya yang menundukkan kepalanya.

"Agler,, maaf..." Lirih Tama dengan tangisan yang tertahan.

AGLER ZEIROUN √√ {On going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang