10; Tiga bulan

80 6 5
                                    

Tiga bulan kemudian, perut Moza sudah terlihat membesar. Ia gelisah takut seseorang di sekolah akan mengetahuinya. Ia pun tidak akan terus menerus memakai stagen karena akan membahayakan bayi di dalam perutnya. Sungguh, Moza sangat gelisah dan takut.

"Perut gue makin besar."

"Apa rencana lo sekarang, Za? Gak mungkin kan kalau lo sembunyiin terus karena perut lo pasti akan semakin membesar nantinya." -Ayu.

"Cowok lo suruh tanggung jawab, ege banget lo!" -Reva.

"Terus lo mau gue punya dua suami gitu?"

"Oh iya lo udah nikah. Nikah kontrak." Reva menyinggungnya.

"Udah udahh, nanti kita pikirin." -Ayu.

Di jam istirahat, Deon menghampiri Moza yang terlihat sedih di lapangan sana.

"Halo, cantik."

"Deon." Senyumnya singkat.

"Kok gitu senyumnya, kenapa?"

"Deon, perut aku udah makin keliatan."

Kekasihnya memperhatikan perut Moza.

"Sorry, Za." Ucapnya.

Karena melihat Deon merasa bersalah, Moza memeluknya dan menenangkannya.

"Udah, ini kan bukan sepenuhnya salah kamu. Aku juga salah, Deon."

Memang benar, kesalahan itu bukanlah sepenuhnya salah Deon. Tetapi Moza juga karena mengijinkan Deon untuk melakukannya meskipun pada akhirnya ia menyesal.

~~~

Bara pulang dari kerjanya dengan rasa lelah, tanpa menyapa Moza yang tengah duduk sendirian di sofa ruang tamu, ia langsung saja naik ke kamarnya. Baru saja menjatuhkan tubuhnya di ranjang, Bara mendapat panggilan dari seseorang.

"Saya sudah bilang, ini urusan saya dan akan saya selesaikan dengan cepat tanpa kurang apapun. Kamu tenang saja."

Bara menghela nafasnya dalam, sebelum kembali menjawab seseorang.

"Saya lelah, pekerjaan banyak. Sudah, saya tutup teleponnya!" Ia pun menutup sepihak panggilannya lalu melempar ponselnya sembarang ke ranjang.

Esok hari, pagi-pagi sekali, Bara berangkat bekerja. Ia memang sedang disibukkan oleh pekerjaan yang menumpuk sehingga mungkin beberapa hari ini, Bara akan berangkat di pagi buta dan pulang larut malam. Moza pun melakukan kegiatannya seperti biasa yaitu sekolah.

Pelajaran hari ini pun cukup melelahkan sehingga dirinya ingin segera tiba di rumah lalu berbaring.

CEKLEK!

"Loh, kok gak dikunci. Perasaan tadi udah gue kunci. Apa dia udah balik." Pintu rumahnya tidak terkunci, Moza mengira bahwa Bara sudah pulang dari kerjanya tetapi jikalau Bara sudah pulang, seharusnya mobilnya juga berada di bagasi tetapi ini tidak.

Segera, Moza menaiki anak tangga menuju kamarnya. Namun, malangnya terjadi kejadian buruk menimpanya.

"AAAAAA." Moza berteriak, terpeleset ketika menaiki anak tangga.

BRUK!

Dengan memegangi perutnya, ia terjatuh dari tangga itu. Moza merintih kesakitan, ia pun kaget melihat darah yang terus mengalir di kakinya yang berasal dari perutnya.

"Sa–sakit." Rintihnya.

"Aaarghh tolong, sakit–"

"Perut–"

Moza berusaha merogoh saku rok seragamnya untuk mengambil ponsel. Ia menghubungi Deon tetapi panggilannya tidak dijawab oleh sang kekasih, akhirnya Moza menghubungi Bara tanpa berpikir panjang.

| "Halo?"

"Tolong– nghhhh argghh." |

| "Moza, ada apa?"

"Perut– perut saya sakit." |

| "Kenapa dengan perutnya?"

"Jat–jatuh, saya jatuh dari tangga dan da–darah hiks." |

| "Saya pulang, jangan tutup teleponnya, tunggu!"

Tanpa menutup panggilannya, Bara bergegas pulang setelah Moza menghubunginya. Di sepanjang perjalanan pun, Bara menenangkan Moza untuk tetap kuat meskipun rasanya Moza tidak tahan.

BRAK!

"Astaga, Moza!" Bara melihat banyak darah yang mengalir dari perutnya. Tubuh Moza digendong olehnya dan segera dibawa ke rumah sakit terdekat. Wajahnya sudah sangat pucat. Di perjalanan, Moza pun tidak sadarkan diri.

Setelah ditangani oleh dokter, Bara mendapat kabar buruk bahwa bayi dalam kandungan Moza tidak bisa diselamatkan. Itu artinya, Moza keguguran, ia kehilangan bayinya. Tak sengaja, Moza mendengar percakapan dokter dengan Bara di ruangannya. Ia menangis keras, tidak percaya dengan apa yang telah menimpanya.

"I–ini bohong, iya kan?" Moza menggoyang-goyangkan lengan Bara.

"Moza, ini benar."

"Aaarghhhhhhhh." Rasanya sangat sakit bahkan lebih sakit di saat ia terjatuh.

Tidak tega melihatnya, Bara memeluknya guna menenangkannya. Moza menangis dalam pelukan Bara untuk pertama kalinya.

Moza diminta untuk tetap dirawat inap beberapa hari agar dokter bisa memantau kondisinya. Bara memutuskan untuk pulang dahulu membawa perlengkapan yang dibutuhkan. Tak sengaja ia melihat sesuatu di tangga itu.

Sial, kerjaan siapa? -batinnya.

LOVE IN REVENGE || KIM YOUNGHOON 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang