18. Tidak lagi mengharapkan

24 2 1
                                    

Hallo!!!
Anyeongg!
Bila disiniiii!!

Apa kabarr ??
Jangan lupa vote ya. Semoga sukaa
Terimakasihh!!

Happy reading!!

30 menit sudah berlalu, Thania menunggu Rafkha di meja nya sampai sampai makanan dan minuman yang telah ia pesan kini sudah tidak bersisa lagi. Thania terus bergelut denga pikirannya sendiri.

"Rafkha kemana ya, udah setengah jam. Apa ngantri ya, tapi ini udah lama bahkan hujan nya udah reda," gumam Thania sembari terus menunggu kehadiran Rafkha.

Thania berkali-kali mengecek ponselnya, berharap ada pesan masuk dari Rafkha. Namun nihil, tak ada satu pun pesan dari laki-laki itu.

"Apa aku di tinggalin ya," monolog Thania sendiri.

"Gamungkin, pasti antri di toilet," batin Thania mencoba tetap positif thingking.

Thania mulai mengotak atik ponselnya, membuka tutup room chat- nya dengan Rafkha, namun tidak ada satu pun pesan yang masuk dari Rafkha.

Perlahan Thania bangkit dari posisi duduk nya, berjalan menuju toilet. Namun hanya sepi yang di temukannya, tak ada sosok yang di cari nya.

Thania kemudian menghampiri tempat dimana ia duduk tadinya, berharap Rafkha sudah menunggu nya disana. Namun, laki-laki itu tetap tidak ada.

Aku udah berharap sama kamu, aku kira kamu akan bisa berubah tapi hal seperti ini terulang kembali, batin Thania.

"Aku kecewa sama kamu Rafkha, kamu bahkan mengulangi hal seperti ini lagi. Aku gatau harus bagaimana merubah kamu, tapi nyatanya aku nggak bisa dan kamu juga nggak bisa merubah diri kamu," ucap Thania dengan nada yang sangat pelan dan mata yang berkaca-kaca.

Thania menghela nafas berat, mengadah kan kepala nya keatas berharap cairan bening yang siap turun itu tak jadi meluruh.

Namun, Thania tak dapat menahan air matanya. Gadis itu menunduk dan menangis disana.

Dengan tangan yang bergetar Thania membuka room chat nya dengan Rafkha dan memberanikan untuk menekan logo telfon di ponsel nya.

panggilan pertama tak ada jawaban dari Rafkha. Tetapi Thania tetap saja mencoba, air mata gadis itu masih turun dengan deras.

Akhirnya, panggilan ke 3 nya itu terjawab. Namun...

"H-halo, Rafkha kamu dimana?" ucap Thania terbata-bata.

"Halo, maaf  Thania. Aku Ahlya, Rafkha nya lagi di toilet."  jawab seseorang di telfon itu.

Degh!

Jantung nya seolah berhenti berdetak saat itu juga. Rafkha sama Ahlya?
Thania pun langsung menutup panggilan tersebut, perlahan bahu gadis itu mulai bergetar. Thania mulai terisak disana. Air matanya semakin meluruh.

Setelah sedikit tenang, Thania pun keluar dari cafe tersebut. Sendirian. Disertai hujan yang masih turun, gadis itu melangkah kan kakinya menerobos rintik hujan.

Seolah tak peduli, sekujur tubuhnya sudah basah kuyup terkena air hujan. Berjalan dengan sangat lemas, Thania tak memiliki tenaga lagi. Menyusuri jalanan kota yang di guyur hujan.

Hujan dan aroma tanah basah, menemani setiap langkah gadis itu. Jalanan hari ini sepi, dan sunyi. Tidak seperti biasanya, penuh dengan debu, terjadi kemacetan dimana-mana, bunyi klakson kendaraan bermotor. Namun, hari ini tidak ada kejadian itu semua. Seolah menemani kesendirian gadis itu.

Dari kejauhan Thania melihat sorot lampu kendaraan yang mendekati nya. Dan itu, Abyasa. Abyasa melihat seorang gadis dengan bahu yang bergetar serta menunduk lemas. Ternayata itu adalah Thania.

Thania menyipitkan matanya, karena silauan sorot lampu Abyasa. "A-asa?" gumam gadis itu.

Motornya semakin mendekati Thania. "Thania!" teriak Abyasa yang semakin mendekati Thania.

"Ayo naik!" ucap  Abyasa yang berhenti tepat di samping Thania.

Tanpa berlama-lama gadis itu pun menaiki motor Abyasa. Laki-laki itu kemudian melajukan motornya di tengah derasanya hujan dan berhenti di halte terdekat untuk berteduh.

Thania dan Abyasa duduk di bangku halte, Lalu dengan cekatan Abyasa yang melihat Thania kedinginan dan muka yang pucat laki-laki itu pun melepas jaket yang di kenakannya lalu di pakaikan ke tubuh gadis yang bersama nya.

"Kamu.. kenapa tadi sendirian? Sambil nangis lagi," tanya Abyasa sedetik kemudian.

Thania hanya menggelengkan kepala nya saja, ia tak ingin menceritakan yang sebenarnya terjadi. Takut jika nanti ia bercerita Abyasa akan terbawa emosi dan berkelahi dengan Rafkha.

"A-aku nggak papa kok," ucap Thania sedikit terbata-bata.

"Beneran nggak papa?"

"I-iya,"

Kamudian terjadi keheningan diantara mereka, sampai dimana hujan sudah sedikit reda. Dengan Thania yang mulai dalam keadaan tenang. Hujan menyisakan rintik-rintik, butiran-butiran kecil air nya. Hujan tidak sepenuhnya reda, ia masih menyisakan sebagian kecil air nya. Seperti Thania yang terlihat sudah tenang, namun masih merasakan sesak di dadanya yang belum mereda.

"Hujannya udah reda, ayo pulang aku anterin," ajak Abyasa.

Thania mengangguk setuju lalu beranjak berdiri menuju motor Abyasa. Mereka berdua menyusuri jalanan kota yang sepi, berkendara di suasana setelah hujan. Sungguh hal yang menenangkan.

"Aku tidak akan mengharapkan mu lagi, jika memang masa lalu mu masih menjadi pemenangnya aku siap mundur untuk kedua kali nya," gumam Thania sembari memandangi langit yang mulai berubah warna menjadi jingga.

Hallo halloo!!
Gimana sama ceritanya? suka ngga? semoga suka ya.

jangan lupa vote

⚪🔵

Tentang Aku, kamu, dan Putih Biru Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang