20. Yang Selalu Ada

22 1 0
                                    

Hallo!!!
Anyeongg!
Bila disiniiii!!

Apa kabarr ??
Jangan lupa vote ya. Semoga sukaa
Terimakasihh!!

Happy reading!!

"Pulang? Aku harus pulang kemana? Rumah ku hancur, aku nggak punya tempat pulang,"  --Thania Raqila Semesta

🍁🍁🍁🍁

30 menit sudah berlalu....

Wanda dan Thania sudah sedikit tenang akan tangisnya. Kemudia Wanda melepas pelukan sang putri dan berjalan menuju kamarnya dan Harman. Dengan meninggal kan Thania seorang diri di ruang tamu.

Thania terus memandangi punggung Wanda. Tak lama kemudia terdengar keributan lagi di kamar orang tua Thania.

"Kamu boleh pergi dari sini, ini rumah aku. Aku akan ngurus semua surat perceraian kita," ucap Wanda spontan saat memasuki kamar.

"Wanda! Denger penjelasan ku, aku nggak mau pisah Wanda," ucap Harman.

"Cukup ya! AKU UDAH MUAK SMAA KAMU!" emosi Wanda kembali memuncak.

"Kenapa kamu nggak mau pisah? Takut miskin ya? INI SEMUA HARTA AKU!" ujar Wanda sambil tersenyum smirk.

"Kamu nggak ada hak atas semua harta ini, sekarang kemasi barang-batang kamu dan angkat kaki dari sini. Jangan juga kamu bawa mobil yang aku beliin," lanjut Wanda.

Harman tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun, karena memang semua ke kayaan ini ada milik Wanda dari orang tua nya. Begitu juga perusahaan yang di tempati bekerja saat ini.

"Aku bakal blokir semua akses ATM kamu," ucap Wanda lagi.

"OKE!" final Harman yang langsung berdiri dan mengemasi barang-barangnya.

Di bawah Thania dapat mendengar ucapan kedua orang tua nya itu. Gadis itu lelah sekali, Ia berjalan keluar rumah dengan masih menggunakan seragam sekolah dengan cardigan pink serta menenteng tas. Gadis itu pergi ke taman yang cukup lumayan ramai saat itu, agar ia tak merasa kesepian.

Namun, tetap saja ia masih merasa sepi dan sendirian di sana. Duduk di salah satu kursi taman, menunduk dan perlahan meneteskan air mata. Ya, itu Thania. Bahu nya bergetar hebat, suara sendu nya terdengar.

Perlahan Thania mengeluarkan benda kecil dari dalam tas nya. Benda berwarna pink kecil itu di keluar kan isi dalam nya. Membuka lengan kiri  cardigan nya.

"Apa aku harus menambah garis di sini lagi, aku sudah lelah Tuhan. Kapan kau menjamputku?" batin Thania sambil termenung melihat pergelangan tangan dan bendak kecil itu.

*****

"Misi bapak, batagor nya satu ya," ucap Abyasa kepada bapak penjual batagor di taman saat itu.

"Oh iya mas, tunggu sebentar ya," jawab bapak itu.

Perkataan bapak itu hanya di angguki oleh Abyasa sejenak. Sambil menunggu pesanan nya, Abyasa melihat taman di sekeliling taman itu. Mata nya terhenti saat melihat gadis menggunakan cardigan pink yang sedang menunduk dan menangis juga memegang benda kecil di tangan nya.

Abyasa terus mengamati gadis itu, mengamati apa benda kecil di tangannya itu. Itu adalah sebuah cutter kecil. Gadis itu mendekat kan  ujung cutter tersebut pada lengan kiri nya.

Abyasa panik melihat itu, ia langsung berlari mendekati gadis itu. Ternyata itu adalah Thania.

"HEI! JANGAN," teriak Abyasa sebelum cutter itu tergores ke tangan Thania.

Thania sontak langsung mengangkat kepala nya, ia terkejut melihat Abyasa di sana. Ia terburu-buru menutup kembali  cutter  dan lengan cardigan nya itu.

"Thania! kamu mau ngapain," ucap Abyasa dengan khawatir.

Thania hanya menggelengkan kepala nya.

"Kamu habis nangis ya, terus buat apa itu cutter nya?"

"N-nggak," elak Thania.

"Jangan bohong Thania, mata kamu udah sembab dan merah banget itu,"

Thania kembali mengeluarkan air mata nya dengan deras.

"Gapapa, nangis aja dulu. Nanti kalau udah tenang cerita ya?"

Thania pun mengangguk sembari terus menangis. Abyasa kemudian mengelus puncak kepala Thania untuk  menyenderkan ke bahu nya.

"Berat banget ya masalahnya? Sampai kamu keliatan hancur banget kaya gini. Apa lagi, kamu udah lari ke benda kecil tadi," batin Abyasa sambil menatap puncak kepala Thania.

Sekitar 35 menit sudah, akhirnya Thania mengakhiri tangisannya. Ia merasa sedikit lega saat ini. Bersama Abyasa senantiasa di sampingnya sedari tadi.

"Udah ya? Are you okay? Boleh cerita ke aku sekarang, kamu kenapa?" ucap Abyasa dengan sangat lembut.

"I'm not okay, semua nya berantakan," balas Thania.

"Gapapa, tell me Thania. Rafkha ngga sama kamu, kenapa dia biarin kamu sendirian,"

"No, ini bukan salah Rafkha. Aku emang lagi pengen sendirian aja disini," ucap Thania.

"Harusnya Rafkha ada di samping kamu dong kalo kamu lagi kayak gini," ucap Abyasa tak habis pikir.

"Aku udah nggak ada apa-apa lagi sama Rafkha, Sa,"

Abyasa terkejut mendengar perkataan Thania barusan.

"K-kok bisa?"

"Udah ya jangan bahas Rafkha lagi, aku males,"

"I-iya maaf ya," ucap Abyasa.

Thania hanya membalas dengan anggukan saja.

"Aku se-enggak pantes itu ya buat bahagia?" celetuk Thania tiga detik kemudian.

"Hey, kamu berhak bahagia, kamu pantes buat bahagia Thania. Sini ceritain semua sama aku, aku ada disini," ucap Abyasa.

"Kenapa disaat kayak gini.. aku selalu ketemu kamu, Sa," batin Thania.

"Keluarga ku hancur Sa, dunia jahat banget. Papa aku selingkuh dari mama dan sekarang mereka mau cerai, Rafkha...," Thania menggantung kalimatnya.

"Rafkha kayaknya gamon dari Ahlya, dia lebih mentingin Ahlya daripada aku,"

"Aku juga selalu aja di salah-salah in di rumah, ga pernah di anggap. Aku juga cape di giniin terus,"

Air matanya kembali meluruh. Abyasa terus berusaha memeluk raga yang sedang hancur itu.

"Masih ada aku disini, jangan ngerasa sendirian oke?" ucap Abyasa.

Thania hanya menjawab dengan anggukan kepala.

"Aku anterin pulang yuk? Udah sore, mau hujan juga kayak nya," ajak Abyasa sembari mengelus puncak kepala Thania.

"Pulang? Aku harus pulang kemana? Rumah ku hancur, aku nggak punya tempat pulang," ujar Thania.

"Gimana kalo kita ke cafe aja? Buat tenangin pikiran kamu," ucap Abyasa.

"B-boleh," jawab Thania.

Hallo halloo!!
Gimana sama ceritanya? suka ngga? semoga suka ya.

jangan lupa vote

⚪🔵

Tentang Aku, kamu, dan Putih Biru Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang