Jalanan sudah mulai padat saat Natasha dan ketiga sahabatnya bergerak menuju alamat yang diberikan oleh Arya dalam surat terakhirnya.
Mereka pergi dengan dua mobil berbeda, Darren bersama Natasha sedangkan Gavin bersama Seraphina."Lo yakin, orang yg lo maksud masih tinggal di rumah itu?" tanya Natasha pada Darren yang fokus menyetir.
"Yakin, karena beliau baru aja berhenti kerja sekitar dua minggu yang lalu," jawab Darren tanpa menoleh pada Natasha.
Natasha hanya mengangguk sambil memperhatikan jalan. Ratusan kendaraan yang hilir mudik membuat jalanan semakin padat dan menghambat perjalanan mereka.
"Kalaupun nanti beliau nggak kenal dengan kamu, kita bisa cari cara lain. Tenang aja." Darren melirik Natasha yang tampak tak tenang.
"Iya, Dar," balas Natasha sekenanya.
Di belakang mobil Darren, terdapat mobil Gavin yang mengikuti.
"Bagi dong, Ser. Jangan lo habiskan semua." Gavin mengambil sedikit camilan dari bungkus yang dipegang Sera.
"Udah, sini gue suapi aja. Nanti kalau lo ambil sendiri, kita malah tabrakan." Sera mulai menyuapi Gavin dan dirinya secara bergantian.
Gavin diam-diam tersenyum saat Sera menyuapinya. Bahkan Sera juga membantunya untuk minum.
Akhirnya gue bisa ngerasain disuapi Sera. Bathinnya berusaha menyembunyikan rasa bahagia agar tak ketahuan oleh Sera.
"Eh, udah sampai ya? Itu si Darren udah parkir mobil." Tunjuk Sera pada mobil hitam milik Darren yang terparkir rapi di bawah pohon.
"Iya, udah sampai." Gavin pun memarkirkan mobilnya di samping mobil Darren.
Keempatnya berjalan bersama menuju sebuah rumah dengan cat kuning yang sudah mulai mengelupas di beberapa bagian. Rumah itu tampak bersih meski sudah tua.
"Permisi ...." Darren memberanikan diri untuk mengetuk pintu.
"Sebentar ...." sahut Sang Pemilik Rumah.
Natasha menunggu dengan jantung yang berdetak tak karuan. Rasa gugupnya tergambar jelas, ia meremas kedua tangannya.
"Oh, Nak Darren. Ada apa datang ke sini?" sapa Bapak yang keluar dari rumah.
"Selamat siang, Pak Adi. Bapak sehat?" Alih-alih menjawab pertanyaan Sang Bapak, ia malah menanyakan kabar beliau.
"Bapak sehat. Mari, masuk." Pak Adi memberi jalan agar para tamunya bisa masuk
"Jadi Pak, kedatangan kami ke sini untuk menanyakan kepada Bapak tentang wanita yang bernama Noura Shezana Orlin. Bapak kenal, dengan wanita ini?" Darren segera menjelaskan tujuan kedatangan mereka usai duduk di sofa, ia menyerahkan bandul kalung Natasha.
Pak Adi menerima kalung tersebut dan memperhatikan foto Noura di dalam bandul tersebut.
"Ah, ini. Saya manggilnya Mbak Rara. Karena saya susah nyebut namanya dengan benar," cerita Pak Adi.
Natasha tersenyum senang karena mendapat titik terang di awal misi pencarian ibunya.
"Bapak tahu di mana keberadaan ibu saya sekarang?" tanya Natasha tak sabar.
Pak Adi menatap Natasha dengan kening berkerut.
"Kamu, anak Mbak Rara?"
Natasha mengangguk cepat. "Iya Pak, saya anaknya."
"Setahu saya, Mbak Rara melahirkan anak laki-laki, bukan anak perempuan." Masih dengan kerutan di keningnya, Pak Adi menjawab.
Deg!
Natasha seketika merasa lemas saat mendengar ucapan Pak Adi. Sera segera menggenggam tangan Natasha untuk menguatkan.
"Saya ada bukti kalau saya anak dari Noura Shezana Orlin, Pak." Natasha mengeluarkan akte kelahiran miliknya lalu menyerahkannya pada Pak Adi.
Pak Adi mengambil kacamata bacanya lalu membaca setiap kata yang tertera di akte kelahiran tersebut dengan seksama.
"Silakan diminum." Seorang wanita paruh baya datang dari arah belakang membawa minuman dan beberapa toples kue.
"Terima kasih, Bu." Gavin mewakili semua sahabatnya.
"Bu, coba duduk di sini." Pak Adi menarik tangan istrinya untuk duduk di sampingnya.
"Kenapa Pak?" tanya Bu Lastri sambil duduk di sebelah suaminya.
"Ini, anak ini mengaku kalau dia putri dari Mbak Rara. Setahu Bapak, Mbak Rara nggak punya anak perempuan, Bu." Pak Adi menyerahkan akte kelahiran Natasha pada Bu Lastri.
"Yang mana, yang bernama Natasha?" tanya Bu Lastri usai membaca akte kelahiran tersebut.
"Saya, Bu." Natasha mengangkat tangannya sopan.
Tiba-tiba Bu Lastri berdiri dan menarik tangan Natasha agar berdiri di sampingnya. Natasha kebingungan dengan respon yang diberikan oleh istri Pak Adi tersebut, tapi ia tetap berjalan menuju Bu Lastri.
"Ya Allah Nak ... Kamu udah besar rupanya ... kamu cantik seperti ibumu." Bu Lastri mengusap wajah Natasha lembut, matanya berkaca-kaca menatap Natasha.
"Maksudnya Bu?" Natasha tak mengerti.
"Kamu memang anaknya Mbak Rara. Kamu cantik sekali. Rambut, mata dan hidungmu keturunan ibumu." Kembali tangan Bu Lastri menyusuri wajah Natasha. Air mata bahagianya menetes tanpa sadar.
"Kapan Mbak Rara punya anak perempuan, Bu?" Pak Adi bertanya pada istrinya.
"Mbak Rara itu melahirkan anak kembar, Pak. Anak pertamanya laki-laki dan yang kedua perempuan, ini dia anaknya." Bu Lastri menjawab pertanyaan suaminya tanpa melepaskan pandangannya dari Natasha.
Semua yang ada di ruang tamu itu terkejut mendengar penjelasan Bu Lastri. Terutama Natasha, ia tak menyangka bahwa ia memiliki kembaran seorang kakak laki-laki.
"Aku, punya saudara kembar, Bu?" Natasha berusaha memastikan.
"Iya, Nak." Bu Lastri mengangguk penuh keyakinan.
"Lalu, di mana ibu kandungku, Bu?" Natasha kembali menanyakan pertanyaan utama.
Bu Lastri terdiam sejenak sebelum menjawab,
"Sebenarnya, ibu kamu ...."
To be continued

KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Terindah
Teen FictionKehilangan orang tercinta adalah hal yang tak diinginkan oleh siapapun. Namun, bagaimana jadinya jika kehilangan sosok ayah bertepatan dengan hari ulang tahun? Natasha merasa dunianya hancur seketika saat ia harus kehilangan ayahnya tepat di hari ul...