Setelah selesai membersihkan diri dan mengganti pakaian, Jagat pun ikut makan malam bersama seluruh anggota keluarga Ikrar.
Kedua adik yang disebutkan oleh pemuda itu juga tampak hadir disana. Tak henti memandangi tamu mereka dengan rasa penasaran.
Saat diperkenalkan, ternyata kedua anak kecil tersebut telah menginjak usia sekolah juga. Yang tertua berusia sepuluh tahun sedangkan yang paling bungsu delapan tahun. Mereka berdua kompak sangat aktif berbicara dan memiliki rasa keingintahuan yang besar.
Karena belum pernah melihat Jagat maka tak ayal pertanyaan berulang selalu mereka ajukan pada kedua orang tua nya perihal tamu yang menarik perhatian. Bila sudah seperti itu Ikrar akan menunjukkan sikap riang dan mencoba mengalihkan keingintahuan adik-adiknya pada hal lain.
Semua itu semata dilakukan agar Jagat tidak berakhir merasa canggung dan bisa menyamankan diri bergabung dengan keluarga mereka.
Sampai akhir acara makan malam bersama dilakukan, kedua orang tua sang pemuda tidak ada yang menanyakan lebih jauh perihal alasan kedatangan. Hanya tersenyum hangat ketika tahu bahwa Jagat adalah cucu dari Kakek Ragah yang pernah menjadi tetangga mereka dan bahkan meminta agar ia bisa tinggal lebih lama.
Setelah semua itu selesai akhirnya Jagat menyimpulkan bahwa sifat tidak kenal rasa takut yang dimiliki oleh Ikrar memang merupakan keturunan dari kedua orang tuanya.
Masih merasa heran karena kedatangan nya seolah bukan masalah besar, padahal sudah jelas bahwa ia merupakan pendatang asing dari luar.
Setelah mengucapkan terima kasih atas hidangan yang lezat dan bisa memuaskan lidah nya, Jagat kemudian diseret oleh Ikrar untuk segera beristirahat di dalam kamar.
Pada saat itulah ia lalu menggunakan kesempatan atas waktu luang untuk bertanya lagi soal keanehan yang dirasa pada si pemuda.
"Aku tidak paham." katanya memulai pembicaraan seraya mendudukkan tubuh pada tepi ranjang.
"Soal apa?" tanya diajukan sertakan ekspresi bingung di wajah si pemuda.
"Mengapa kau dan keluarga mu memperlakukan ku seperti— kita sudah saling mengenal?"
"Itu hal yang wajar kan? Kau adalah pendatang yang membutuhkan bantuan. Lagipula aku sudah berjanji untuk menjelaskan lebih lanjut nanti, jadi kau tidak perlu merasa khawatir."
Tidak puas akan jawaban yang diberikan membuat Jagat putuskan bertanya lagi sambil menatap manik mata sewarna rumput di hadapan. Dimana kali ini tidak terhalangi oleh kacamata hitam yang kerap membingkai wajah.
"Lalu apa alasan mu melakukan hal merepotkan seperti ini?"
"Bukankah aku sudah mengatakan nya?"
"Kau ingin aku percaya dengan omong kosong itu?"
"Percayalah, karena memang hanya itu alasan nya."
Sambil mengernyitkan dahi dan melempar tatapan skeptis kentara, Jagat kembali berkata, "Berhentilah membual."
"Jadi ketahuan ya? Kalau begitu aku harus jujur padamu."
"Katakan."
Untuk sesaat Ikrar terdiam, memilih mengambil tempat disamping Jagat terlebih dahulu seraya tak henti menatap tanpa ragu sepasang netra sewarna darah yang sejak awal bisa dikatakan telah membuatnya terpukau.
"Aku melakukan semua ini agar kamu bisa menyukai ku."
Keheningan kembali terjadi begitu kalimat berhasil diselesaikan. Jagat seakan kehabisan kata-kata untuk digunakan membalas pemuda itu seperti sebelumnya. Hanya bisa mempertanyakan kebenaran sebelum akhirnya memutuskan untuk tidak memperdulikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfectly Imperfect
RomanceTidak disarankan untuk dibaca oleh kalian yang memiliki Homophobic atau tidak menyukai Mpreg. - [Pengenalan] Kehidupan memiliki aturan. Semua hal harus berjalan sesuai dengan rencana agar tidak ada kesalahan yang terjadi dan menimbulkan masalah di m...