9. Pembuktian Atas Rasa

7 3 0
                                    

"Woah, ini sangat enak."

Jagat mengarahkan pandangan nya sesaat menatap kearah Ikrar yang bersemangat memakan masakan buatan nya. Mulut Laezilon itu tiada henti dipenuhi oleh makanan hingga membuat ia terlihat menyerupai tupai.

Benar, saat ini keduanya tengah menghabiskan makan malam bersama. Menepati janji akan permintaan pemuda di hadapan yang lebih meminta hal sederhana ketimbang diberikan sejumlah uang atas seluruh usaha membersihkan rumah.

Entah terbuat dari apa pemuda itu, seharian ini tampak begitu bersemangat saat bersih-bersih tanpa ada keluhan sama sekali.

Maka sebagai hadiah, makanan yang Jagat buat termasuk hidangan yang cukup mewah. Memanfaatkan keberadaan pasar raya untuk mendapatkan seluruh kekurangan bumbu yang dibutuhkan dan menggunakan bahan utama berupa daging segar yang diberikan oleh keluarga si pemuda.

Kemudian jadilah seluruh hidangan yang sesuai rencana lengkap dengan penutup nya berupa es krim rasa coklat. Hasil beli tentu saja, mengingat Jagat tidak begitu ahli dalam hal tersebut.

Lagipula Ikrar sendiri sedang berada dalam masa pertumbuhan, maka sudah seharusnya ia memberikan yang terbaik agar pemuda tersebut dapat selalu sehat.

"Kau harus menyentuh sayuran nya juga." tegur Jagat ketika mendapati yang disentuh oleh Ikrar hanya lah daging saja tanpa melirik sama sekali tumisan sayur buatan nya.

"Itu tugasmu. Kau tampaknya lebih suka memakan dedaunan, aku akan menghabiskan daging nya saja."

'Bocah sialan.' umpat Jagat dalam hati kala mendengar jawaban yang diberikan.

Lantas tanpa pikir panjang, Jagat segera mengambil sayuran yang tak tersentuh oleh si pemuda di atas piring dan memberikan nya dalam jumlah banyak.

"Kalau orang yang lebih tua menyuruhmu melakukan nya, maka lakukan tanpa banyak berbicara."

Tentu saja Ikrar segera mengajukan protes tidak terima, katanya, "Argh! Kau kejam sekali memberikan rumput padaku."

"Itu bukan rumput."

"Rasanya tidak enak, aku tidak suka."

"Itu bagian dari pelajaran tentang hidup. Terkadang kehidupan juga rasanya tidak menyenangkan tetapi kamu harus bisa menelan nya." balas Jagat lagi seraya menyuapkan hidangan berupa salad sayur ke dalam mulut sendiri.

Seharusnya makan malam dapat dilalui dengan tenang, namun Ikrar seakan tidak bisa membiarkan semua itu berjalan dalam diam dan membuat Jagat terus terpancing untuk membalas setiap perkataan.

"Sekarang aku percaya kalau kau lebih tua dariku. Ucapan mu terdengar seperti apa yang akan dikatakan oleh kakek-kakek." kata Ikrar sambil tersenyum puas. Seakan mengejek Jagat merupakan pencapaian besar yang bisa ia lakukan.

"Kalau begitu belajar lah untuk berbicara dengan sopan padaku." balas pria yang lebih tua dengan pandangan tajam.

"Eh, tidak mau. Rasanya itu membuat kita seperti tidak pernah saling mengenal."

"Kita memang tidak saling mengenal sebelumnya."

"Makanya aku menolak berbicara formal. Aku tidak mau hanya seperti orang asing menyebalkan yang tiba-tiba masuk ke dalam kehidupan mu."

"Kau sudah menjadi seperti itu."

"Walaupun kau sudah menghabiskan waktu dengan ku apa penyebutan orang asing masih tidak bisa diubah?"

"Aku belum pernah memikirkan nya."

Benar, setelah ini Jagat belum memikirkan lebih jauh akan menjadi apa hubungan mereka. Hanya merupakan kenalan yang sempat bertegur sapa atau bahkan kembali pada titik awal dimana mereka menjadi seperti orang asing yang menganggap semua hal dan telah dilalui seakan tidak pernah terjadi.

Perfectly ImperfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang