15. Pertemuan Keluarga

4 2 0
                                    

Memasuki minggu keempat, Jagat akhirnya bisa bertemu dengan orang tua Ikrar lagi. Hendak membicarakan kelanjutan hubungan kedua nya sekaligus meminta izin pula mengingat sang kekasih masih berusia muda untuk segera terikat dalam rencana pernikahan serta memiliki anak.

Perasaan gugup jelas dirasa, keraguan seketika itu pula melanda ketika ia berdiri tepat di depan halaman rumah kekasih nya.

Lucu bila mengingat pada hari pertama kedatangan ia seperti memusuhi Ikrar dan memendam kekesalan teramat besar. Namun lihatlah sekarang, empat minggu sejak kedatangan kini ia kembali lagi kesana dengan status yang berbeda dari sebelumnya.

Bermula sebagai orang asing kini telah menjadi sepasang kekasih.

Ingatkan Jagat untuk tidak lagi meremehkan apa yang sekiranya terjadi di masa mendatang. Karena ia adalah bukti bahwa seseorang bisa menjilat ludah sendiri akibat terlalu sering merendahkan orang lain.

'Waktu itu aku datang untuk menginap, sekarang datang lagi agar bisa mendapatkan izin menikah dari orang tua nya. Luar biasa.'

Sambil menunggu, Jagat putuskan untuk membaca catatan yang ia persiapkan agar tidak terbata-bata ketika berbicara dengan orang tua dari kekasihnya. Mengingat kembali berbagai tulisan yang tertera disana dan memperlakukan nya sebagaimana ia biasa mengurus pekerjaan.

Pakaian yang dikenakan sang Erlger hari ini pun kelewat rapih. Berupa setelan kemeja hitam lengan panjang dan celana berwarna senada dengan rambut disisir rapih kebelakang hingga tidak tersisa helaian yang menyentuh dahi.

Wewangian khas dari brand ternama juga tidak lupa ia gunakan. Ikut serta membawa pula hadiah berupa keranjang buah dan makanan sebagai gestur baik seorang tamu yang datang untuk melakukan kunjungan.

Semua harus sempurna dan tepat sesuai dengan jadwal, begitulah Jagat mempersiapkan segala hal yang diperlukan hari ini demi bisa mendapatkan dukungan dari kedua orang tua Ikrar.

Setidaknya bila ada pertentangan yang terjadi biarlah itu berasal pihak keluarga Shankara saja. Jagat tidak ingin berakhir menyeret Ikrar dan membuat hubungan pemuda itu dengan kedua orang tuanya ikut memburuk seperti dirinya.

Maka dia akan mengusahakan sebisa mungkin guna meyakinkan bahkan meski harus memohon di hadapan. Harga dirinya bukan lagi persoalan utama kalau itu setimpal dengan kebahagiaan yang akan mereka dapatkan nanti.

Lamunan singkat Jagat lantas terhenti manakala Ikrar mengibaskan tangan di depan wajah, sebagai bentuk mengecek kesadaran sepertinya. Entah sejak kapan remaja itu sudah berdiri di hadapan dengan kekhawatiran kentara. Tidak tahu apa yang dipikirkan.

"Sejak kapan— apa kau tidak bisa mengatakan sesuatu saat mendekat? Mengejutkan ku saja." ujar Jagat seraya mendorong tubuh Ikrar pelan guna menjauhkan posisi wajah mereka yang terlalu dekat.

Sedangkan Ikrar yang kini berpenampilan santai khas rumahan lengkap dengan kacamata hitam andalan segera membalas sertakan senyum sumringah terulas di bibir.

"Aku sudah memanggil nama mu berulang kali, Jagat."

"Benarkah?"

"Apa lamunan mu begitu menarik sampai mengabaikan ku?" tanya Ikrar kemudian dengan nada sedih yang dibuat-buat.

"Diamlah, aku hanya— sedang berpikir." balas Jagat, enggan mengakui di hadapan sang terkasih.

Meski sebenarnya tahu bahwa Jagat tengah merasa gugup saat ini, pada akhirnya Ikrar tidak meneruskan bertanya lagi. Memilih mengalihkan pandangan dari balik kacamata yang dikenakan guna memperhatikan penampilan yang begitu rapih bahkan harum sekali. Menggoda Ikrar untuk segera menyentuh kembali sang kekasih.

Perfectly ImperfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang