Sudah berulang kali Jagat berjalan menyusuri area pemukiman sendirian seraya tak henti menggeret koper serta barang belanjaan seperti orang yang baru saja dibuang. Tidak, pada dasarnya ia memang belum lama disuruh pergi dan meninggalkan rumah keluarga nya. Maka tidak salah kalau label terbuang ia sematkan pada dirinya sendiri.
Disisi lain sudah setengah jam berlalu sejak ia berputar-putar mencari keberadaan rumah peninggalan. Diatas sana langit kian menggelap dan keadaan semakin sepi akan pejalan untuk ditanyakan perihal tempat yang jadi tujuan kedatangan.
Sebenarnya Jagat merasa sudah berada di titik yang tepat karena telah mengikuti arahan seperti yang ditunjukkan oleh lokasi kiriman sang ibu. Akan tetapi semakin jauh dirinya berjalan rasanya seperti kian tersesat pula ia hingga keluar dari jalanan utama.
Seingat Jagat dirinya tidak begitu buta dalam membaca peta penunjuk arah, meskipun terbilang jarang menggunakan secara langsung. Entah bagaimana bisa ia berada dalam situasi bak anak ayam yang kebingungan karena kehilangan induknya.
Satu persatu percobaan ia lakukan sambil melewati kembali seluruh jalan yang telah ia telusuri sebelum ini. Khawatir kalau mungkin ada yang terlewat karena diri tak lagi bisa fokus ketika rasa lapar berulang kali melanda perut.
Sayangnya sampai waktu menunjukkan pukul tujuh malam pun ia tetap tidak menemukan rumah sang kakek.
Perlahan perasaan nya mulai kalut, malu pula karena telah kelewat percaya diri dan terlalu meremehkan pemukiman yang padat akan penduduk. Padahal tahu apa dirinya sebagai orang kaya yang hanya keluar ke tempat-tempat kelas atas saja.
Hendak menyalahkan diri sendiri secara terus menerus pun rasanya percuma. Akan tetapi ia juga tidak bisa berputar-putar seperti orang bodoh kesana kemari tak tentu arah. Ingin segera menghilangkan lapar haus melanda dan mendapat istirahat yang cukup.
Apalagi tubuhnya semakin lelah dan kedua kaki nya terasa sakit karena dari awal kedatangan telah dipaksa berjalan selama seharian. Hal yang tidak terbiasa Jagat lakukan karena memiliki kendaraan yang bisa ia gunakan kapanpun sesukanya.
Terlampau muak terhadap keadaan, pria itu lalu membuat pertaruhan sendiri. Bila dalam rentang waktu lima belas menit ia masih belum bisa menemukan rumah peninggalan, Jagat putuskan mencari penginapan terdekat untuk sementara waktu melalui malam.
'Dimana lagi aku harus mencari? Rasanya seluruh tempat disini sudah didatangi. Kalau begitu tidak ada cara lain, aku harus bertanya pada siapapun yang lewat.' batin nya dalam hati sudah mendekati putus asa.
Tetapi sebut ini kesialan atau berkah tersendiri dalam bentuk ujian. Ketika Jagat memutuskan meneruskan langkah hingga memasuki sebuah area yang tidak begitu padat dari sebelumnya, sang Erlger justru dikejutkan dengan pertemuan nya kembali bersama si remaja bersurai hijau yang dianggap nya gila.
Spontan saja sepasang rubi indah milik nya langsung tertuju untuk memperhatikan. Seragam sekolah yang ia lihat sore tadi telah diganti dengan t-shirt putih serta celana hitam yang lebih santai. Selain itu terdapat pula ponsel dalam genggaman tangan yang tak kunjung teralihkan sangking fokusnya ia menatap layar.
Dari suara musik yang samar terdengar diikuti teriakan heboh sang Laezilon yang memekakkan. Kemungkinan ia tengah memainkan permainan online yang tidak begitu Jagat mengerti, tipikal jenis pertarungan tim atau semacamnya kalau tidak salah.
'Mari pergi, aku tidak ingin berbicara dengan nya lagi. Masih banyak orang lain untuk ditanya.'
Akan tetapi seolah tersadar kalau dirinya sedang diperhatikan, manik mata hijau terbingkai kacamata hitam milik Laezilon berusia lebih muda itu lantas teralihkan sepenuhnya dari layar. Berakhir tidak sengaja membalas pandang sepasang rubi indah milik Jagat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfectly Imperfect
RomanceTidak disarankan untuk dibaca oleh kalian yang memiliki Homophobic atau tidak menyukai Mpreg. - [Pengenalan] Kehidupan memiliki aturan. Semua hal harus berjalan sesuai dengan rencana agar tidak ada kesalahan yang terjadi dan menimbulkan masalah di m...