04 : Dejavu

114 73 33
                                    

Di pagi hari Minggu ini, Kanaya cukup bersemangat untuk melakukan aktivitas, ia baru saja menyelesaikan acara mandinya dan ia kini sedang bersiap untuk sekedar lari pagi.

Setelah memilih outfit yang cocok untuk olahraga, Kanaya lantas keluar dari kamarnya. Dia melewati ruang tamu yang terdapat Haura—ibu tirinya—yang sedang menonton tv, seketika langkah Kanaya terhenti saat wanita itu berkata;

"Mau kemana kamu?" tanyanya dengan begitu sinis.

Kanaya menoleh. "mau lari pagi."

"Beresin meja makan sama cucian piring di dapur dulu sana," suruhnya dengan nada yang begitu menjengkelkan sekali.

Kanaya merotasikan kedua bola matanya malas. "Nanti setelah aku pulang lari pagi," ucapnya lalu keluar dari rumah.

"Saya suruh sekarang, bukan nanti!!"

Kanaya tidak menyahuti, ia lanjut melangkahkan kakinya untuk keluar rumah, sementara itu Haura nampak kesal sendiri, beraninya anak itu mengabaikan ucapannya.

Beralih pada Kanaya, saat ini gadis itu berlari di jalan raya, jalanan cukup ramai hari itu, ia ingin membeli minuman yang berada di sebrang sana, tetapi lagi dan lagi.

Kanaya selalu saja lupa untuk menoleh ke kanan-kiri hingga akhirnya;

TINNN

"Awas!"

Kanaya tersentak saat ada yang menarik tangannya, sosok itu kemudian mendekap tubuh Kanaya tanpa sengaja karena saking refleknya saat melihat Kanaya hendak ditabrak sepeda motor.

Gadis itu kemudian terdiam, ini seperti Dejavu baginya. Seketika Kanaya menjauhkan tubuhnya dari sosok bertubuh jangkung itu, Kanaya mendongak dan langsung membulatkan matanya.

"Lho, kamu?" gumam Kanaya masih tidak percaya.

"Eh, ternyata elo, Ay," ucap laki-laki itu terkekeh.

"Ay?" Beo Kanaya.

"Ya, lo kan KanAYa jadi biar singkat gue panggil Ay, nggak ngapa kan?" ucap Gibran sambil memperjelas kata 'Ay'.

Kanaya mengangguk, mengizinkan Girban memanggilnya dengan panggilan itu. "Eh, ya, makasih ya Gibran karena udah tarik aku, kalo nggak pasti aku udah ketabrak sepeda."

"Ya, sama-sama. Btw gue jadi keinget beberapa tahun yang lalu," ucap Gibran.

"Kejadian? Kejadian apa itu?"

"Kejadian dimana saat masih kecil gue nolongin bocah perempuan, dia juga namanya Kanaya."

Kanaya membulatkan matanya. "Kok sama? Waktu itu aku ditolong sama anak yang namanya Gibran."

Keduanya lalu saling pandang.

"Jadi ... Itu kita?"
"Jadi ... Itu kita?"

Keduanya pun kompak berbicara berbarengan, mereka tidak percaya, setelah sebelas tahun mereka kembali dipertemukan dengan tragedi yang sama.

****

"Wah dunia sempit banget ya, bisa-bisanya kita kembali dipertemukan dengan mengulang adegan itu lagi," ucap Gibran tidak percaya.

Saat ini keduanya tengah menikmati seporsi ketoprak abang-abang pinggir jalan dengan ditemani segelas air mineral, mereka sambil berbincang-bincang ringan

"Gibran, makasih traktirannya, tapi kalo aku udah ada uangnya, aku bakal balikin deh," ucap Kanaya.

Gibran terkekeh. "santai aja Ay, nggak diganti juga nggak apa. Gimana sebagai gantinya kita kan temenan?"

Kanaya dan Kehidupannya ( HIATUS )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang