13. Sight Butuh Manajer

54 17 1
                                    

Hari dihadapkan lagi dengan suasana duduk melingkar bersama Sight dan ketegangan. Hari kira masalahnya sudah selesai setelah masing-masing mereka datang ke acara yang waktunya bersamaan hari ini. Namun, setelah Daarun dan Treesna sampai di kontrakan, Sahir mengumpulkan semuanya lagi di ruang tamu.

Awalnya pemimpin band tersebut menyuruh semuanya--termasuk Hari--untuk makan terlebih dahulu. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Semuanya baik-baik saja ketika makan berlangsung. Namun, setelah semua orang meletakkan alat makannya, Sahir mulai berbicara serius.

"Tadi gimana, Bang? Alatnya aman? Besok berangkat ke Solo?" tanya Sahir memulai pembicaraan tanpa tendensi apa pun.

Treesna langsung menyahut karena ada perkataan Sahir yang perlu dikoreksi. "Enggak, Hir. Kita jadinya dipindah ke hari Rabu sore, festival hari ketiga. Soalnya yang hari pertama udah penuh banget. Panitianya bilang ngubah banyak susunan acara biar satu artis enggak cuma nyanyi sekali-dua kali."

Sahir mengangguk-angguk. Setelah Treesna menyelesaikan kalimatnya, Sahir kembali menimpali. "Tapi tetep aja, sih, terlalu mendadak ubah jadwalnya." Melihat Daarun yang tiba-tiba menunduk membuat Sahir jadi curiga. "Atau ... kita aja yang telat dapet infonya?"

Ketegangan mulai terasa kembali kala itu. Daarun menggaruk tengkuk kepalanya masih dengan menunduk. Ketika namanya dipanggil, barulah pemuda itu melihat ke arah Sahir dengan cengiran andalannya. Dalam situasinya saat ini, Hari semakin gugup. Beberapa detik sudah berlalu tanpa ada kata lanjutan dari Sahir. Abri di samping Daarun justru menepuk punggung Daarun seolah menguatkan. Sahir masih tidak bicara apa pun, hanya melihat Daarun dengan tatapan yang sulit diartikan.

Hari gelisah, sedangkan semua pria di sana hanya diam. Gue enggak apa-apa di sini ...? Bentar lagi kayaknya bakal ada perang. Tapi Kak--Bang Sahir enggak keliatan suka marah, sih, selama ini. Tapi kalau beneran marah ... gue harus apa, ya ...?

"Gimana?" Suara berat Sahir membuat semua orang di ruangan tersebut jadi ikut bertanya-tanya, sedangkan Daarun jadi menunjuk ke arah dirinya sendiri. "Gimana, Run? Kok bisa banyak yang enggak kepegang acaranya? Lagi banyak banget tugas, ya?"

Daarun menurunkan pundaknya yang semenjak tadi menegang. "Maaf, Bang." Rupanya pemuda cengengesan seperti Daarun tahu juga caranya meminta maaf. "Alasan klasik, Bang. Udah kelas tiga, jadi banyak yang harus dikerjain. Udah mulai les, mikirin kuliah, sama ... gue masih gabung ekskul renang, Bang."

Hari terus memperhatikan gerak-gerik Daarun. Selama berbicara, pemuda itu terus menatap ke langit-langit dan bukannya Sahir. Daarun juga tampak ragu pada pernyataan terakhirnya. Namun, Hari merasa belum berhak untuk turut campur dalam obrolan tersebut.

Sahir seperti biasa mengangguk sambil menghela nafasnya. "Oke, Run, enggak apa-apa. Kayaknya emang udah waktunya kita nyari manajer buat Sight. Sementara biar gue dulu yang pegang kontak Sight."

Lagi-lagi Hari menangkap gerik yang aneh dari Daarun. Pemuda itu menyetujui ucapan Sahir, tetapi tampak keraguan dan kekecewaan pada wajahnya. Daarun hanya melihat Sahir sebentar, kemudian mengarahkan pandangannya ke tempat lain lagi. Pemuda itu seolah sedang menyembunyikan hal lain.

"Emang lo enggak sibuk ngurus skripsi, Bang? Biar gue aja yang pegang sementara, Bang," kata Abri menawarkan diri.

Tanpa pikir panjang, Sahir langsung menolak usulan tersebut. "Enggak, Bri. Lagian nanti juga bakal ada yang daftar, kok. Buatin posternya aja, Bri, terus langsung pasang di Insta-nya Sight."

"Bang ...." Kali ini satu-satunya gadis dalam ruangan tersebut membuka suaranya. Hari memberanikan diri untuk bertanya. "Persyaratan manajernya apa aja?"

Sahir justru terkejut dan melihat ke arah jam. Pria itu semakin terkejut setelah menyadari jam sudah menunjukkan pukul 6 petang. "Sumpah, gue lupa kalo Hari masih di sini. Maaf, ya, Hari, gara-gara ada masalah, lo jadi kejebak di sini. Duh, mana udah mulai malem ini. Entar biar gue anter pulangnya, ya ...."

Hari jadi mengerjapkan mata beberapa kali. "Eh, enggak, Kak. Aman, kok, Kak. Udah biasa pulang malem sendiri. Enggak apa-apa, Kak. E ... jadi ... gimana, Kak?"

Sahir menaikkan kedua alisnya karena bingung. Setelah mengingat lagi pertanyaan Hari sebelumnya, Sahir segera menjawab, "Ah ... persyaratan buat jadi manajer, ya? Enggak perlu ribet-ribet, deh, yang penting bisa ngatur jadwal aja sama bisa ngikutin jadwal kita aja."

"Emang mau daftar, Ri, nanya begitu?" canda Fidan melirik ke arah Hari.

Namun, di luar dugaan Hari justru mengangguk. "Boleh enggak, Kak?" Melupakan semua pertanyaannya soal Daarun yang bersikap mencurigakan, gadis itu jadi bersemangat.

"Beneran, Dek? Emang di gizi enggak sibuk? Mana banyak praktiknya lagi." Abri cukup terkejut dengan hal tersebut. Terlebih pria itu yang pertama membawa dan mengenalkan Hari dengan Sight. Ia jadi perlu meyakinkan ulang Hari. Ia tidak mau alasan Hari menjadi manajer Sight hanya karena terlibat dalam masalah kali ini.

Hari mengangguk mantap sebelum menjawab. "Aman, Kak! Cuma yang gue takutin ... gue belum pernah jadi manajer, sih, Kak. Belum tahu gimana cara ngatur jadwal orang gitu-gitu. Takutnya bukannya membantu, gue malah bikin susah." Gadis itu menyengir untuk menutupi keraguannya.

Sahir tampak berpikir. Sebelum memutuskan, pria itu menatap satu per satu anggotanya. Tanpa ada suara, mereka semua seolah menyerahkan urusan ini kepada Sahir, sedangkan Treesna hanya mengangguk. Treesna tampak setuju saja untuk menerima Hari menjadi manajer. Akhirnya Sahir turut setuju tanpa pikir panjang lagi. "Oke, kalo gitu. Hari bisa jadi manajer kita. Mulai besok biar gue sama Daarun jelasin tugasnya. Sekarang udah masuk maghrib. Biar gue anter Hari sampe jalan raya."

Hari tersenyum senang mendengar hal tersebut. Tadinya gadis itu menolak untuk diantar karena ia membawa motor sendiri. Namun, Sahir memaksa untuk setidaknya mengantar sampai jalan raya. Hari melajukan motor di depan, sedangkan Sahir membuntuti di belakangnya. Sesampainya di jalan raya, Hari dapat terus melihat Sahir yang menunggu di belakangnya. Sahir baru tidak terlihat ketika Hari membelokkan motornya. Gadis itu tersenyum lagi. Bang Sahir emang seperhatian ini ternyata. Pantes jadi leadernya Sight.

**

😭😭😭
Semoga masih betah baca cerita ini huhuhu

Daarun yang cengengesan😔

Daarun yang cengengesan😔

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yoon Dowoon as Daarun

Love Recall 24/7 [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang