Kelas Hari heboh lagi karena kedatangan selebriti kampus, Abri. Ini adalah kedua kalinya kelas Hari dikunjungi Abri. Pertama ketika praktik memasak dan Abri mencicipi. Saat ini Abri datang sebagai responden konseling kelompok Hari.
"Keren banget enggak responden kami?" bangga Rina--salah satu teman satu kelompok Hari.
"Parah, Rek. Gara-gara Mas Abri, responden lain minder. Padahal sama-sama dikonseling juga," bisik teman lainnya yang tidak sekelompok dengan Hari. Pasalnya Abri datang dengan setelah baju biasa, bukan seragam jurusan Kesling seperti biasanya. Dalam balutan kaos putih dan jaket denim cokelat, pria itu berubah jadi sosok pacar tampan yang ingin dipamerkan ke mana-mana. Rambutnya berpotongan rapi dengan beberapa helai rambut sepanjang alis menjuntai ke depan. Ketika disapa, pria itu akan tersenyum ramah dan terkadang menunduk sopan. Benar-benar! Teman-teman Hari jadi sengaja lewat di depan Abri agar bisa sering melihat senyuman pria itu.
Giliran kelompok Hari datang juga. Hari, kedua temannya, dan Abri masuk ke dalam ruang konseling. Di dalam sana sudah ada PLP sebagai penguji. "Nanti kalian bertiga assesment sampai konseling, ya. Satu orang assesment ABC*, satu orang dietary history, nanti nentuin diagnosis gizi sama intervensinya bareng, satu orang lagi konseling. Ini ambil undian, ya."
Ketiga mahasiswa gizi tersebut mengambil undian yang dimaksud. Dalam kertas yang diambil Hari tertulis "Assesment" yang berarti Hari bertugas pertama. Kali ini gadis itu tidak segugup biasanya, mungkin karena wawancara ini tidak berdua saja, tetapi dengan temannya juga. Gadis itu melakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), Abri berdiri membelakangi tiang pengukur tinggi badan.
"Bang--Kak." Selama proses penilaian ini, Hari memanggil Abri dengan sebutan 'Kak'. "Kepala, punggung, pantat, sama tumit menempel, ya, Kak. Pandangan lurus ke depan." Setelah memastikan tumit Abri sudah menempel, Hari berdiri di depan Abri dan berniat menggapai batas pengukur untuk diturunkan tepat mengenai kepala Abri. Namun, rupanya tinggi Hari tidak seberapa dan kegagalannya menggapai batas pengukur itu membuatnya gugup sendiri. Salah satu teman Hari menggeser kursi ke sebelah Hari sehingga gadis itu tahu harus apa. Hari menggeser kursi ke depan Abri, kemudian naik. Baru gadis itu berhasil membaca angka yang terukur meski degup jantungnya semakin kencang lagi.
Setelah pengukuran antropometri selesai dan dilanjut dengan wawancara mengenai keluhan, riwayat penyakit, dan identitas lainnya, baru Hari mulai merasa tenang lagi. Gadis itu mengobrol dengan Abri seperti biasanya dan detak jantungnya perlahan memelan. Selanjutnya sampai pada tugas kedua oleh teman Hari. Hari menahan tawa ketika temannya tampak terkejut dengan hasil riwayat makan Abri. Begitulah ekspresi Hari saat pertama kali tahu sebanyak apa Abri makan. Ketika sampai di bagian menentukan diagnosis gizi bersama, semuanya bingung. Lagi-lagi seperti dugaan Hari karena kebiasaan makan dan hasil pengukuran ABC* tidak ada yang bermasalah. Makan Abri memang terlalu banyak, tetapi berat badannya masih normal.
"Kita ambil perilakunya aja, deh. Makannya masih belum sesuai gizi seimbang gitu sama nanti di konseling ngasih tahu dampak-dampaknya," usul Hari yang disetujui semua orang.
Sesi konseling berlangsung oleh teman Hari. Abri disarankan untuk menjaga pola makan gizi seimbang dengan porsi sesuai kebutuhan. Pria itu tampak mengangguk-angguk dan serius mendengarkan teman Hari. Bukannya bersyukur dan merasa dihargai, Rina justru terus mengumpat dalam hati karena salah tingkah diperhatikan pria tampan seperti ini. Gadis itu beberapa kali membuat kesalahan yang akan dibalas senyum wajar oleh Abri, tetapi justru membuat Rina salah lagi. Hari berusaha menahan tawa karena dirinya sudah pernah merasakan berada di posisi Rina.
**
"Gimana, Bang?" Hari mengajak Abri duduk di gazebo depan perpustakaan setelah kelasnya berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Recall 24/7 [Tamat]
RomanceHari adalah seorang mahasiswi gizi semester 4 yang jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang seniornya di kampus. Namun, bagi sang senior, Hari hanyalah salah satu dari sekian orang yang menikmati musiknya. Hal inilah yang membuat Hari semak...