Motor Fidan berhenti di sebuah toko hadiah dan persiapan ulang tahun. Hari mengekor Fidan memasuki toko. Pria itu memilih-milih barang untuk dibeli. "Niatnya mau hias pianonya biar enggak polos. Bagusnya pake warna mana?"
Hari memegang kertas rumbai berwarna emas dan biru sambil menimang-nimang. "Kayaknya bagus ini, deh, Kak. Warna emas keliatan mewah."
"Mau beli permen-permen juga buat nanti dibagiin. Mau permen apa?" tanya Fidan lagi mengambil beberapa jenis permen untuk dipilih.
"Nanti enggak dimarahin emaknya, Kak? Permen bisa bikin gigi item, loh." Hari mencoba bercanda dan ternyata disambut tawa Fidan.
"Bener, sih. Terus gimana, dong?" tanya Fidan lagi.
Hari malah mengambil satu bungkus permen yang dipegang Fidan. "Permen ini aja, Kak."
"Sama aja kalau gitu."
Keduanya berjalan ke arah kasir. Hari kira Fidan akan membeli banyak barang, rupanya hanya permen, rumbai-rumbai emas, dan sebuah boneka yang dibungkus kertas kado. Setelah membayar, keduanya kembali ke arah motor.
"Minta tolong bawain ini, ya, Ri. Ayo, kita berangkat!"
**
Motor terus melaju. Sesekali Fidan bercerita mengenai pengalamannya setiap kali tampil di acara anak-anak, sedangkan Hari hanya menjawab seperlunya. Gadis itu belum bisa bercerita banyak karena baru kali ini mengobrol banyak dengan Fidan. Sesampainya di tempat acara, keduanya tertegun. Setidaknya ada 30 anak di tempat tersebut. Sekitar sepuluh orang tampak duduk dengan tenang, lima berlari-lari, lima bermain melingkar, lima mengerubungi si adek tokoh utama, dan sisanya menangis entah sebab apa.
Acara dimulai pukul satu siang dan saat ini masih menunjukkan pukul setengah satu. Matahari sedang panas-panasnya ditambah pakaian mengkilat anak-anak dan suara yang bersahutan membuat Hari ingin pulang saat itu juga. Namun, Fidan justru menurunkan standar motornya membuat Hari mau-tidak-mau turun dari motor. Seorang ibu-ibu yang bisa ditebak si tuan rumah mendekat ke arah Fidan dengan langkah sedikit tergesa.
"Kak, yang pertama mau mulai, ya, Kak?" bisik Hari.
Fidan tersenyum lebar sembari menggotong pianonya. Pria itu tampak gugup dan turut berjalan mendekat ke arah si ibu.
"Ini Mas Fidan, ya? Katanya anggota yang lain enggak bisa ikut? Kenapa, eh, Mas? Padahal kemarin saya pesennya satu band semuanya. Waktu itu sebelumnya Mas pernah tampil di anaknya Bu Yesi, 'kan? Anak saya jadi pengin ikut-ikutan, Mas, makanya pesen ke sini. Tapi, kok, ini jadi cuma satu orang, ya, Mas?" ucap si ibu tanpa jeda.
Hari menelan ludah dan menyembunyikan dirinya di balik Fidan. Dugaan Fidan tepat.
"Maaf, Ibu. Karena ada jadwal lain yang tidak bisa ditinggalkan dan dadakan, jadi kami enggak bisa datang semua. Maaf, ya, Bu. Sebagai permintaan maaf kami, ini ada sedikit hadiah dari kami." Fidan lagi-lagi menunjukkan senyumannya yang--sepertinya--berhasil membuat si ibu luluh. Rupanya boneka yang dibungkus kertas kado tadi digunakan sebagai bentuk permintaan maaf--atau sogokan.
Si ibu segera memanggil anaknya untuk menerima langsung hadiah dari Fidan. Si ibu mempersilakan Fidan dan Hari untuk bersiap di panggung acara. Seorang MC yang sepertinya seusia Fidan dan Hari tampak membuka acara. MC yang memperkenalkan dirinya sebagai Gista mempersilakan Fidan dan Hari untuk menyapa.
"Halo, adek-adek! Perkenalkan, namaku Fidan. Ini teman kakak, namanya Kak Hari. Nanti kami mau bawain beberapa lagu. Adek-adek semuanya ikut nyanyi, ya? Adek-adek suka menyanyi?" Pertanyaan Fidan disambut baik oleh semua anak-anak yang jadi berseru dengan gembira. Hari tampak terkejut dengan pembawaan Fidan saat ini. Pria itu tampak tenang, berbicara hati-hati sekali kepada anak-anak. Fidan terlihat begitu lembut ketika berbicara dengan anak-anak. Rupanya perkataan Fidan yang bilang bertemu anak-anak menyenangkan terbukti dari wajahnya yang terlihat ceria.
Fidan mulai menekan tuts pianonya hingga terdengar melodi lagu "Selamat Ulang Tahun." Tanpa disuruh lagi, semua anak-anak jadi turut bernyanyi. Ada yang terdengar lirih, tetapi ada juga yang tampak antusias. Hari ikut bertepuk tangan sambil mengajak anak-anak agar ikut bernyanyi. Gadis itu merasakan bahagianya dan lucunya melihat anak-anak tersebut.
Acara terus berlansung. Fidan terus memainkan pianonya, entah untuk bernyanyi bersama maupun mengiringi suasana. Semua tebakan Fidan sebelumnya benar-benar terbukti. Hari jadi harus berlari-lari untuk berpindah dari anak satu ke anak lainnya. Meskipun melelahkan, Hari masih bisa merasakan senang, persis seperti ucapan Fidan.
Hari jadi tertarik untuk melihat ke arah Fidan. Sesuai dugaan, pria tersebut terus tertawa sambil memainkan pianonya. Meskipun beberapa anak mendekat dan mengganggu, pria itu tetap sabar dan justru mempersilakan anak-anak tersebut untuk mencoba memainkan piano. Hari jadi tersenyum. Selama ini ia selalu fokus memerhatikan Abri hingga tidak pernah menyadari sisi Fidan yang seperti ini.
Namun, ketika Hari melihat ke sekelilingnya, ia jadi tertegun dengan Gista--MC--yang juga sedang memerhatikan Fidan. Wanita muda tersebut tampak tertawa dengan pandangan tidak teralihkan dari Fidan. Hari jadi tahu, tatapan Gista bukan hanya terkesan, melainkan perasaan lain yang lebih besar dari itu.
Setelah diingat-ingat, Hari juga yakin bukan ini kali pertamanya melihat Gista. Kak Gista kayak enggak asing. Ternyata Kak Fidan udah ada yang suka, ya. Tatapan Kak Gista yang udah kayak gitu ... mana ada yang berani ngedeketin Kak Fidan. Aku dukung Kak Gista!
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Recall 24/7 [Tamat]
RomansaHari adalah seorang mahasiswi gizi semester 4 yang jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang seniornya di kampus. Namun, bagi sang senior, Hari hanyalah salah satu dari sekian orang yang menikmati musiknya. Hal inilah yang membuat Hari semak...