"Nanda." panggilan Gunawan ini terdengar lembut, seraya ia ketukan jarinya di dekat piring si sulung. Nanda lekas menegakkan kepalanya, menatap Gunawan bertanya-tanya kenapa. "Gak dipake?"
Nanda yang bisa cepat membaca gerak bibir Gunawan pun malah mengernyit, tangannya cepat memegang telinga kiri, dan baru sadar ia tidak memakai alat bantu dengarnya. "Lupa, Yah!" buru-buru Nanda bangkit dari kursi meja makan, berlari cepat menaiki anak tangga kembali ke kamar.
Gunawan ikut mengernyit juga, rasanya belakangan ini Nanda sering sekali lupa memakai alat bantu dengarnya itu. Tiap ditanya, jawabnya lupa. Gunawan jadi heran sensiri, kok bisa lupa padahal sudah mau enam tahun pakai alat tersebut untuk sehari-hari.
Matanya melirik kursi di sebelah kursi Nanda, ada Nugi yang masih berusaha menghabiskan makan malam meski dilanda kantuk yang luar biasa. Satu ini agak aneh menurut Gunawan, tapi ia pikir pasti anak-anak begadang lagi semalam, selagi sama-sama masih libur belum aktif masuk kuliah. Hobi keduanya memang menonton film sampai larut, atau malah main PS, suara heboh khas laki-laki suka terdengar ke bawah.
Tau begini, Gunawan jadi agak menyesal sudah mengiyakan Nanda dan Nugi patungan beli PS5. Malah jadi main terus tidak kenal berhenti. Awalnya memang Gunawan dan Gunadi merasa anak-anaknya ini hebat, bisa beli mainan seperti PS pakai uang sendiri, tapi begitu barang sudah di tangan dan mereka mainkan tak kenal waktu, Gunawan dan yakin Gunadi juga sepemikirkan, keduanya menyesal talah beri izin.
"Nanti juga pas udah pada masuk kuliah udah gak main lagi. Ini karena masih pada libur semesteran aja Mas."
"Tapi ya gak sampe larut banget Nin."
"Ya bilang lah ke anaknya." Nina terkekeh, paham benar kalau Gunawan juga sebenarnya tidak tega melarang. "Nanti juga bosen sendiri, biarin aja lah Mas, mumpung masih libur. Mereka begitu juga masih suka belajar kok."
"Hmm." Gunawan hanya menyahut. Matanya melirik melihat Nanda baru turun lagi. Keningnya mengernyit, "Kenapa, Nan?" heran melihat ekspresi tidak enak Nanda.
"Ha? Gak papa." malah bingun sendiri ditanya kenapa oleh Gunawan. Ia duduk lagi di kursinya, lanjut makan. Tapi sebelum itu, dengan entenganya tangan Nanda mendorong bahu Nugi. "Jangan tidur di sini woy."
"Hmm.." Nugi sekadar menyahut. Ia ngantuk berat.
"Udah biarin, kasian. Kamu cepet abisin makannya." tegur Nina, Nanda hanya tertawa-tawa remeh saja. Jangan tanya soal Gilang, anaknya sedang serius makan. "Kamu nanti jadi PKL kemana Kak?"
"Di Lembang Bu, yang waktu itu aku kasih tau. Udah di-acc buat PKL di situ."
"Ooh, berarti libur semesteran yang nanti gak pulang?"
"Hu um." angguk Nanda. "Aku bakal full tiga bulan PKL, kalo misal bisa pulang, nanti aku pulang."
"Ya udah, nanti kita aja yang sesekali ke sana." tutur Gunawan, seraya ia lirik Nugi yang bengong sejak Nanda bilang soal tiga bulan full PKL tanpa pulang. "Nanti kita kesana Gi." sampai Gunawan usap-usap kepala Nugi, seraya terkekeh lucu, melihat Nugi yang masih saja takut jauh-jauh dari Nanda.
Soal hubungan Nanda dan Nugi yang sudah resmi pacaran ini akhirnya diketahui oleh para orangtua. Meski sudah menduga dari lama, tapi dulu keduanya suka menyangkal kalau mereka tidak pacaran, beda degan sekarang. Malah dengan bangga mengajyi status pacaran tersebut, apalagi Nugi.
Orangtua ada yang melarang, jamannya sudah berbeda. Lagipula, Gunawan dan Nina agak bisa paham kenapa Nanda akhirnya malah jadi penyuka sesama. Meski traumanya sudah dilupakan, tapi rasa sakitnya masih tertinggal. Apalagi tiap mengingat kenapa telinga Nanda harus pakai alat bantu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonflower (BL 18+) [COMPLETE]
Random❝𝑻𝒉𝒆 𝑭𝒂𝒕𝒆𝒔 𝒘𝒊𝒍𝒍 𝒇𝒊𝒏𝒅 𝒂 𝒘𝒂𝒚.❞ Orang bilang, semua akan indah pada waktunya. Entah kapan waktunya juga tidak tau. Pun, memang kata-kata begitu masih berlaku? Mungkin memang hanya sekadar kata-kata saja. . . . ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ...