Episode 19

1.2K 167 7
                                    

Aku diam. Dia juga diam. Kami sama-sama diam dan tenggelam dalam kecanggungan. Kelihatannya sih cuman aku yang merasa canggung, dia sih enggak.

Kami sama-sama duduk dibawah pohon rindang. Diam dalam keheningan.

"Sakit?"

Haha. Pertanyaan yang tak perlu aku jawab sama sekali. Aku mengangguk pelan. Memang sakit, masa aku bilang kalau aku baik-baik saja sih.

Pria itu --Pangeran Edgar. Setelah wanita yang hampir menamparku untuk ketiga kalinya ditahan olehnya, wanita itu kelihatan takut berhadapan dengan Edgar. Ia langsung melarikan diri setelah melihat tatapan Edgar yang setajam silet.

Apa rumor buruk tentang 'Pangeran Iblis' itu memang sudah sangat terkenal?

Hei! Edgar tidak seburuk itu. Itu sih yang aku tahu selama menjadi pelayan yang mondar mandir mengantarkan makanan untuknya.

Aku menatapnya sekilas. Apa maksudnya? Apa dia mengkhawatirkanku? 

"A-pa pangeran mengkhawatirkan saya?" Aku mencoba untuk sedikit tersenyum walau sudut bibirku masih terasa perih.

Lucu juga kalau pangeran satu ini mengkhawatirkan salah satu pelayan di istananya. Hal yang mustahil.

Dia diam. Tak menjawab apapun. Namun dapat kulihat kalau telinganya agak memerah. Kulitnya yang putih pucat membuat telinganya yang memerah terlihat jelas.

Haha. Apa dia sedang salah tingkah?

Mana mungkin!!

Itu sih sangat amat mustahil!

Kudengar-dengar bukankah dia sudah membunuh hampir seluruh pelayan di istananya, dan tentu saja itu adalah alasan Istana Rubi membuka rekrutmen pelayan besar-besaran. Tapi lihatlah sekarang, dia tampak bertingkah agak 'aneh'?

Tapi terkadang rumor memang selalu agak dilebih-lebihkan daripada kenyataannya. Aku tak yakin jika pangeran satu ini benar-benar melakukan hal kejam itu. Selain pernah mengamuk hingga membuat seisi kamarnya berantakan seperti kapal pecah, aku tak pernah melihatnya benar-benar menyakiti seseorang. Maksudku, benar-benar membunuh seseorang.

"Kau butuh apa?" Dia berbicara sambil memalingkan wajahnya.

Apa wajahku ini kelihatan jelek hingga dia merasa enggan untuk memandangnya?

"Hm?" Aku menatapnya bingung, sama sekali tak menangkap arah pembicaraannya.

Apa yang kubutuhkan?

Tentu saja uang.

Tapi sepertinya arah pembicaraannya bukan tentang itu.

"Maksud anda?"

"Un-untuk lukamu.. kau butuh apa?" Ia kembali berbicara. Ah, jadi itu yang dia maksud. Apa ia ingin membuat luka memar ini terasa lebih baik? Sepertinya begitu.

Aku berpikir sejenak. Aku pernah dengar jika sesuatu yang dingin dapat mengurangi rasa sakit akibat memar atau kram otot. Seperti es batu. Tapi aku sendiri tak begitu yakin akan ada es batu di dunia serba kuno ini. Aku sih belum pernah melihat sesuatu seperti es batu di dunia novel ini.

"Mungk-mungkin sesuatu yang di-dingin seperti es, i-itu dapat mengurangi nyeri ka-karena memar."

Ah sial!

Seberapa kencang sih gadis itu menggunakan tenaganya untuk menampar pipiku?

Kenapa rasanya sakit sekali?

Bahkan untuk berbicara pun bibirku agak sulit.

Kan sekarang aku malah kedengaran agak gagap? Memalukan!!!

ImpossibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang