Episode 20

1.7K 161 4
                                        

Yara, ayo berhentilah memikirkan pria itu!

Jangan lagi memikirkannya!

Bukankah kau harus fokus pada pekerjaanmu?

Mungkin karena dikehidupan sebelumnya aku adalah jomblo akut atau bisa dibilang juga jomblo paling ngenes sejagat raya, perhatian dari satu orang pria saja bisa membuat aku kepikiran terus menerus.

Aku menganggap Edgar yang perduli dengan diriku saat ditampar oleh gadis bangsawan arogan itu, hingga ia yang berusaha membuat luka akibat tamparan itu membaik adalah sebuah perhatian. Maklum, seumur hidupku aku belum pernah dekat dengan pria manapun. Aku kenal dengan beberapa teman pria, tapi tidak sedekat itu hingga berpacaran.

Entah aku yang memang dianggap kurang menarik karena tidak terlalu tinggi, berkulit putih mulus, berkaki jenjang dan langsing seperti bihun mungkin saja penyebab dari pria yang enggan mendekatiku. Jangan lupakan juga tentang aku yang memiliki hobi bersemedi di dalam kamar hingga tak sering keluar ataupun berkenalan dengan pria.

Sudah mati muda, mati dalam keadaan jomblo ngenes pula. Aku agak menyesal dengan menolak tawaran ibu yang menjodohkanku dengan pria A dan B, setidaknya aku harus memiliki pengalaman cinta selama dua puluh lima tahun hidupku.

Tapi..

Kenapa sih sekarang aku malah memikirkan Edgar terus?

Apa aku ini agak 'baper' dengan kelakukan aneh pria itu?

Tidak mungkin!

Mana mungkin aku 'baper' dengan pria kulkas enam pintu itu?

Tipe priaku kan bukan seperti itu!

Aku menyukai pria hangat sehangat mentari, perhatian dan segala macam sifat green flag lainnya. Mana mungkin aku bisa baper dengan sedikit perhatian yang diberikan Edgar?!

'PRANG!'

Aku langsung tersadar.

Astaga!

Bagaimana ini?

Apa yang harus kulakukan?

Sial!

Sudah kubilang bukan kalau aku harus fokus pada pekerjaanku dan berhenti memikirkan pria kulkas enam pintu itu?

Kalau sudah begini, apa yang harus kulakukan?!

"Yara!"

Aku mendengar suara pekikan histeris dari seseorang. Aku memejamkan mataku, kukira hidupku akan berakhir malam ini.

Tidak! Apa sebenarnya hidupku sudah berakhir tatkala aku memikirkan Edgar dan berakhir kurang fokus hingga memecahkan gelas milik dapur istana?

Benar, kawan! Aku tadi melamun saat sedang mengelap gelas dan berakhir memecahkannya.

Refleks aku langsung mencoba untuk memunguti pecahan gelas itu, namun sialnya tanganku malah terluka olehnya.

"Akhh" aku meringis kala pecahan gelas itu menggores tanganku. Kenapa hari ini aku sial sekali sih?

"Yara!"

Lagi-lagi aku mendengar suara pekikan histeris seseorang. Kukira riwayatku sudah tamat, tapi ternyata semua hal buruk yang kupikirkan tidak menjadi kenyataan.

"Kau tidak apa-apa?"

Agnes --teman yang sama-sama berprofesi sebagai pelayan di Istana Rubi. Gadis berambut pendek itu terlihat sangat mengkhawatirkanku. Ia mencoba membalut luka di tanganku agar darah tidak menetes terlalu banyak.

"Kenapa? Kau tidak sehat?"

"Astaga! Ada apa dengan wajahmu?"

"Kenapa memar begitu?"

ImpossibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang