Hari-hari yang kujalani sebagai pelayan magang berjalan dengan sangat amat biasa.
Pagi hari aku akan membersihkan ruangan hingga lorong yang ada di lantai dua. Kalau ada cucian, maka aku dan yang lain juga akan ikut membantu mencuci.
Siang hari aku akan makan siang dan membersihkan beberapa perabotan yang tentunya aku harus sangat hati-hati dalam melakukannya. Bukan apa-apa, harga setiap perabotannya kuyakin tak akan bisa kubayar seumur hidup. Bahkan jika aku bekerja keras bagai kuda pun, tak akan pernah bisa kuganti.
Dan malam hari aku akan bercengkrama dengan beberapa pelayan magang lainnya sebelum pergi tidur.
Sangat monoton, terlalu biasa dan aku suka dengan kehidupanku yang tidak mencolok seperti ini.
Namun ada satu kesialan yang harus kuhadapi, pria itu --maksudku Pangeran Edgar, beliau menugaskanku untuk mengantarkan makanannya tiga kali sehari.
Kini aku menatap pria itu dari sudut ruangan, melihatnya makan siang dengan begitu lahap dan sama sekali tak berniat untuk berbasa-basi menawarkan ku sesuap.
Dasar tidak punya hati!
Aku ini kelaparan dan belum makan apapun sejak pagi. Karena terlalu sibuk, aku hanya sempat sarapan semangkuk sup dingin yang tak sengaja kulihat di dapur. Dan kini dihadapanku, terlihat seorang pria yang tengah memakan makanannya dengan lahap.
"Kau mau?"
Sehari bertemu tiga kali, membuat aura menyeramkan pria itu seakan-akan berkurang. Walau tak dapat kupungkiri kalau dia tetap agak menyeramkan. Jika dua minggu yang lalu tingkat menyeramkannya berada di level 10, maka kini tingkat menyeramkannya kukurangi menjadi level 8.
Kupikir ia tidak terlalu buruk, sebaliknya pria itu terlihat seperti pangeran yang kesepian.
"Berhentilah memaki diriku di dalam hatimu!"
Oke. Kini aku menatapnya dengan tatapan horor. Bagaimana bisa dia tahu kalau aku seringkali memaki dirinya di dalam hatiku? Bulu kudukku meremang, aku merasakan perasaan tak nyaman di leherku, kupikir kita teman, tapi apakah ia akan tetap mengacungkan pedangnya karena ketahuan memakinya di dalam hati. Ini di dalam hati loh. Aku bahkan tak terang-terangan mengatainya 'tak punya hati' atau 'pria kejam yang tak punya hati'.
Dan sialnya, aku baru saja memaki di dalam hati.
"Bagaimana bisa anda..." Suaraku tercekat dan aku tak sanggup untuk melanjutkan kalimatku. Haduh! Aku ingin sekali memukul mulutku yang terkadang berbicara tak pada tempatnya.
Aku sadar, hampir saja aku mengakui bahwa aku sempat memaki dirinya."Jadi kau benar-benar memakiku ya?"
Aku diam. Posisiku kini ada di posisi 'mundur salah, maju pun salah'. Intinya aku sudah terpojok dan mau bagaimanapun aku mengelak, pria itu seperti selalu tahu isi hatiku.
Pangeran Edgar menyelesaikan makan siangnya, ia menyeka sudut bibirnya dengan serbet yang memang sudah aku sediakan.
"Kau yakin tak mau makananku?" Aku meneguk ludah kala ia mengatakannya. Oke, apa yang mau ia tawarkan untuk mengisi perutku yang keroncongan? Lihat saja! Makanan enak itu sudah raib dan berpindah tempat ke sistem pencernaannya.
"Kenapa kau diam saja?"
"Biasanya kau berbicara panjang lebar seperti anjing menggonggong."
Aku mendengus napas sebal tatkala mendapati pria itu memandangku dengan tatapan mengejek. Persetan dengan kejam! Kini ia malah sangat menyebalkan dan rasa-rasanya aku ingin membuangnya ke laut terdalam.
"Jangan berpikiran untuk membuangku ke laut terdalam. Sebelum kau melemparku, mungkin saja aku sudah meremukkan tulang kecilmu."
Kali ini aku menganga tak percaya. Bagaimana bisa lagi dia tepat sasaran? Oke, dia sekarang bertingkah agak horor. Apa dia punya kemampuan khusus seperti di novel-novel fantasi? Apa kemampuannya itu dapat mendengar suara hati orang lain?

KAMU SEDANG MEMBACA
Impossible
FantasyKata orang, kita bisa menyelesaikan masalah hidup dengan menikah. Punya penyimpangan seksual? Menikah solusinya. Pusing dengan kuliah dan skripsi? Menikah solusinya. Tak dapat-dapat pekerjaan? Maka menikah pula lah yang menjadi solusi. Kesulitan fin...