MRV REVISI EIGHTEEN

5.7K 378 96
                                    

"Insyaallah ati iki wis ra tresno, cuma bingung ae wingi tiba-tiba pedot mergo mbuh ngopo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Insyaallah ati iki wis ra tresno, cuma bingung ae wingi tiba-tiba pedot mergo mbuh ngopo."

MARVBORO-18

"Pstt, disini mahal ege. Lu sekali minum aje udeh abis tiga puluh rebu." Bisik Ibas kepada Desta.

"Udeh lu manut aje, kalo duit lu kurang bisa make duit gua dulu." Jawab Desta. Ia memandangi buku menu yang ia pegang. Memang ada benarnya yang dikatakan oleh Ibas, menu makanan maupun minuman di cafe yang mereka tempati mayoritas harganya berkisar 30.000 sampai 50.000 setiap porsinya.

"Utang gua ke lu udeh berapa emang?" Tanya Ibas penasaran.

"Cepek lebih gopek, gopeknya gua ikhlasin." Jawab Desta singkat. Ibas hanya mengangguk sesekali melirik buku menu yang Desta pegang.

"Etdah apaan ini keripik kentang harganya empat puluh lima rebu, misal bikin sendiri paling abis goceng." Celetuk Julak keras tak menyadari tempat. Eja yang terduduk di sebelah Julak hanya bisa menginjak kaki Julak dengan kencang seolah mengode.

"Apaan anjing, sakit kaki gua." Kesal Julak sembari menatap wajah Eja dengan tatapan tak suka.

"Congor lu ege, malu-maluin." Tegur Eja.

Seakan tak merasa bersalah, Julak hanya menampilkan cengiran lucu khasnya. Staff kasir dan pramusaji yang tak sengaja mendengar hanya bisa terdiam sembari menatap aneh perkumpulan pemuda ini.

"Lu mau pesen apa?" Tanya Kiano kepada Cigar.

"Ayam katsu aja." Jawab Cigar.

"Heh, ayam katsu di depan SMANSA cuma sepuluh rebu. Lu kalo beli disono bisa dapet empat dibanding disini." Ujar Julak dengan nada yang sama. Entah ini memang sudah kebiasaan masyarakat luar pulau Jawa yang sudah terbiasa berbincang dengan suara keras atau bukan.

"Gua anter balik yok, Lak." Ujar Kiano sembari tersenyum. Jujur saja ia sedari tadi menahan malu akibat congor kecil milik pemuda lucu itu.

"Apaan ege, laper gua." Ujar Julak tak terima.

"Udah, diem. Lu semua gua bayarin." Penutup Cigar. Semuanya bersorak dan memesan pesanan mereka masing-masing, mereka bersyukur memiliki teman cina baik hati seperti Cigar.

"Gua mau ini, ini sama ini. Gua mau makanan penutupnye make puding cokelat, kaga usah pake fla ya, Mba." Ujar Julak kepada pramusaji wanita yang berdiri di sebelah meja mereka.

Sang pramusaji hanya mengangguk dan menulis pesanan yang dikatakan Julak.

"Kalo lu mau apa, Sen?"

"Ice cream aja gua, real eskrim jangan kasih topping." Ujar nya menjawab tanpa menatap sang penanya. Netranya terfokus pada ponsel canggih miliknya.

"Dih, diet lu?"

"Kenyang."


"Mau kemana?" Tanya Diyas kepada Tejo. Ia menatap tangan Tejo yang berada diatas paha nya, membuat pola abstrak pada paha yang tertutup celana sekolahnya.

"Rumah gua." Jawab Tejo sembari menatap wajah memerah Diyas dari kaca spion motornya.

"Ada siapa aja?" Tanya Diyas penasaran.

"Sepi." Jawab Tejo menatap kaca spion dengan diikuti senyuman manisnya.

Diyas terpana, ia selalu dibuat bingung dengan semua perlakuan Tejo terhadapnya. Entah apa yang pemuda itu rencanakan, namun Diyas pun tak menolak dengan semua yang Tejo lakukan terhadapnya, atau mungkin ini karena cinta?

"Mau ngapain?"

"Bikin anak, mumpung hawanya enak." Jawab Tejo sembari meremat paha lembut Diyas yang tertutup celana.

Diyas meringis kecil, namun tak ayal ia memukul pelan bahu tegap milik Tejo.

"Ngawur."

Tejo hanya tertawa pelan, Diyas pun tersenyum kecil. Ia berharap akan selalu bersama dengan Tejo.


Gevan menggigit kuku jemarinya cemas, ia berjalan mondar-mandir di depan rumah milik Dimas. Jujur saja, ia tak mau jika harus bertemu dengan Bastian, Kakak kedua Dimas.

"Males bener kalo kudu ketemu tu orang, udah bener die di Bandung aje." Celetuk nya pelan.

Ia menatap pintu cokelat berbahan kayu itu dengan perasaan gemuruh.

"Anjing ah, misal kaga cepet mana bisa gua pergi ma Dimas ntar malem." Monolog nya berlanjut.

"Sabodo lah, ketok aje." Penutup nya.

Ia melangkah mendekat kearah pintu, mengetuknya pelan. Tak lama, pintu terbuka dan menampilkan sosok pemuda tanggung di hadapannya.

Itu Bastian, baik Gevan dan dia sama sama terdiam sejenak.

"Bang." Tegur Gevan dengan sopan.

Bastian masih terdiam, dan setelahnya menampilkan senyuman manisnya.

"Ar, kangen." Ujar Bastian yang membuat Gevan terkejut.

"Anjing, kan apa gua kata." Batinnya nelangsa.

Gevan menampilkan senyum simpulnya, lebih kearah senyum terpaksa miliknya.

"Hehe, gua emang ngangenin bang." Jawab Gevan canggung. Ia menggaruk belakang tengkuknya yang tak gatal.

"Kok manggil bang, gak mau manggil Babas lagi?" Tanya Bastian sembari menarik tangan Gevan untuk masuk. Gevan yang belum siap pun hanya bisa pasrah mengikuti langkah pemuda manis itu.

Gevan terdiam, ia bingung harus menjawab apa.

"Duduk dulu, kenapa kesini? Kangen sama aku gak?" Tanya Bastian.

Seketika Gevan teringat dengan tujuan awalnya.

"Oh iya bang, ayo ikut gua jemput Dimas. Motornya mogok di deket GSB." Ujar Gevan cepat.

"Biarin aja, kita ngobrol dulu. Sekalian temu kangen, dan jangan panggil aku 'bang', panggil 'babas' aja, kaya dulu." Ujar Bastian membuat Gevan terdiam sejenak.

Kaya dulu

Kaya dulu

Kaya dulu

"Jangan nanti-nanti, Bang. Gua sama Dimas mau pergi ntar malem, ayo ikut gua, sekalian lu bawa perlengkapannya." Ujar Gevan.

"Kemana?" Tanya Bastian sembari menelisik.

"Belum tau, ntar bareng Syeira juga." Jawab Gevan jujur.

Bastian mengangguk paham.

"Aku mau ambil peralatan dulu di belakang, mau ikut?" Tanya Bastian.

"Boleh, ayo. Sekalian gua bawain."

Gevan mengikuti langkah kecil milik Bastian. Ia juga membawakan perlengkapan yang sekiranya penting untuk nanti.

"Kamu punya pacar?" Tanya Bastian sembari melangkah keluar rumah.

"Lagi gak pacaran, Bang." Jawab Gevan jujur.

"Bukannya waktu itu kata Dimas kamu pacaran sama Syeira?" Tanya Bastian.

"Udah putus."

"Bagus deh, jadi aku gak perlu susah-susah buat nyingkirin dia dari sisi kamu. Jadi inget dulu aku pernah nyingkirin Naura dari hidup kamu, hehe." Ujar Bastian tanpa rasa bersalah.

Kan? Emang kaga pernah gagal buat bikin Gevan pobia.




MARVBORO [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang