"Lu itu udah kaya langit malem, yang gabisa gua baca. Cewek disamping lu seolah bulan yang nemenin lu kemana aja, dan gua cuma salah satu dari ribuan bintang yang gak ada artinya dimata lu."
MARVBORO-6
Gevan mendengus tak suka menatap punggung Liza yang sedang membonceng motor Arsen, kebetulan ia berada tepat dibelakang keduanya, bibirnya mengerucut tak suka sembari melihat pemandangan dihadapannya, pikirannya bercabang, akal jahatnya berputar di dalam otak.
"Pilihannye ada tiga, pertama gua kudu diem cosplay perawan yang lagi nahan cemburu, kedua gua ngebut terus tubruk dari belakang, ketiga gua ngebut sejajar terus tendang dari samping." Monolognya menatap mereka tak suka. Ia berpikir mana jawaban yang sekiranya cocok ia lakukan.
"Opsi pertama masih aman, opsi kedua ama ketiga resiko gua masuk penjara. Ah elah, gedeg bener gua liat mereka, apa apaan tu tangan asik nangkring di pinggang kesayangan gua." Ia menatap julid lingkaran tangan Liza yang melilit di pinggang Arsen, semakin dilihat semakin membuat dirinya muak.
Bip. Bunyi klakson motor terdengar dari samping ia berkendara, menoleh kearah Kiano yang sudah menjadi lawan tatapnya. Kiano mengangkat jempolnya kepada Gevan, seolah paham akan itu, Gevan mengangguk. Kiano ternyata paham jika ia sedang cemburu, maka dari itu Kiano bertanya dengan dirinya lewat gerakan tangan.
Tak terasa, anggota geng Marvboro telah sampai di markas. Satu persatu dari mereka turun dari atas kendaraan masing-masing, begitupun dengan Gevan. Matanya menatap sinis perlakuan sok manis antara Arsen terhadap Liza. Dengan Liza yang kesusahan membuka pengait helmnya dan Arsen yang berusaha membantu. Hati Gevan merasa tercubit melihat itu semua.
Kiano menyadari tatapan Gevan, ia melangkah mendekati pemuda itu dan merangkulnya serta menuntun agar pemuda tanggung itu masuk ke dalam markas, meninggalkan semua temannya.
"Kalo sakit kaga perlu diliat, puki." Bisik Kiano tepat di sebelah telinga Gevan. Ia menoleh kearah samping, jarak wajahnya dengan wajah Kiano sangat dekat, teman-teman mereka yang sedang mengikuti langkah mereka dari belakang menatap mereka dengan tatapan aneh, termasuk Arsen.
"Rasanye pengen gua hancurin ni markas, pengen gua tarik tu cewe biar jauh dari jangkauan Arsen." Ujarnya penuh amarah yang tertahan.
"Alay." Cibir Kiano menempeleng kepala Gevan dan mulai menjauhkan wajahnya. Kepala Gevan tertoleh kearah samping dengan kasar, ia reflek mengumpat kasar.
"Kalo gua jadi bego, lu orang yang gua cari pertama kali." Ujar Gevan sembari menunjuk Kiano yang kini mulai berjalan menjauh. Kiano tak menjawab, ia hanya mengangkat jari tengahnya yang membuat Gevan semakin geram.
"Pan!" Tegur Cigar. Gevan membalas dengan deheman malas.
"Gerah bener lu misal diliat-liat, kenapa?" Lanjutnya. Ia paling peka diantara semuanya, tak heran jika Cigar menanyakan itu kepadanya.
"Kaga, belum mandi aje gua dari pagi." Jawabnya asal.
"Jorok lu!" Celetuk Desta, ia menarik tangan Gevan untuk duduk di sofa, sementara dirinya merebahkan kepalanya diatas paha keras milik pemuda pencemburu itu.
Gevan menggerakkan kakinya brutal, "Apaan dah lu, bangun kaga!?" Ujar Gevan.
"Diem, Pan. Kepala gua pusing banget, tolong pijitin kepala gua bentar." Pinta Desta.
"Ogah!" Tolaknya mutlak.
Desta menarik paksa tangan Gevan dan menaruh paksa tangan kekar tersebut kearah rambutnya, "Pijit, ntar gua kasih apa yang lu mau." Titahnya.
"Apa yang gua mau bakal lu kasih?" Tanya Gevan yang dibalas deheman oleh Desta.
"Nanti bantu gua pdkt." Ujarnya singkat. Mata Desta yang tadinya terpejam kini mendadak terbuka, menatap heran pemuda itu.
"Pdkt ama siape?"
"Ada, nanti lu bantu ye?" Pinta Gevan sementara Desta membalas dengan anggukan patuh.
"Nasib Syeira gimane ntar?" Tanya Desta dengan mata yang terpejam kembali, menikmati sentuhan tangan Gevan di kepalanya.
"Kaga gimana-gimana, wong kaga ada hubungan apa-apa." Ujar nya.
"Jangan jadi bajingan, Pan." Amanah dari Desta, Gevan hanya membalas dengan deheman malas.
"So sweet amat lu berdua." Ujar Julak sembari melangkah mendekat kearah keduanya, dengan sengaja ia menduduki kaki Desta yang sedang ia luruskan di atas sofa.
"Atah, sakit ege." Ujar nya sambil mengaduh, ia reflek duduk. Julak yang mengetahui itu langsung berlari menjauh dan tertawa keras.
"Biadab emang." Monolog Desta. Kemudian ia menidurkan kembali kepalanya di paha Gevan.
"Ngapain lu tadi ama Gevan dempetan begitu, No?" Tanya Tejo, matanya menelisik curiga kearah pemuda yang dengan memegang kaleng soda itu.
"Ciuman." Jawab Kiano dengan asal.
"Najis, gay." Sarkas Tejo secara tiba-tiba, Kiano menanggapinya dengan kelekar keras.
"Jangan terlalu dibawa serius, gua kaga apa-apain dia. Gua kaga napsu ama bocah tantrum kaya Gepan." Ujar Kiano setelah menyelesaikan tawanya.
"Jangan jadi gay, No." Ujar Tejo.
Kiano tertawa pelan, "Semoga." Jawabnya sembari menampilkan wajah tengilnya.
Tejo mendengus, disusul dengan suara langkah kaki yang mendekat kearah mereka. Eja dan Ibas, keduanya melangkah kearah dapur tepat kearah Tejo dan Kiano yang sedang mengobrol masalah tadi.
"Bocah Marvboro lama-lama sus juga." Ujar Eja setelah sampai.
"Kenapa?" Tanya Tejo.
"Itu Gepan mangku kepala si Desta, mesra amat." Jawab Ibas mewakili, Eja mengangguk setuju.
"Lama-lama gua curiga Gevan gay." Ujar Tejo menelisik.
Semuanya terdiam, terlebih Kiano.
"Menurut gua jangan terlalu diambil serius, lu tau sendiri tu bocah emang aneh dari awal, suka skinship gak jelas. Kalo dia gay, dia kaga mungkin pacaran sama Syeira dulu." Ujar Kiano mencoba mengubah pandangan mereka.
Semuanya mengangguk, "Kalo dipikir bener juga, jaman sekarang laki jalan berdua ae di bilang gay, padahal kaga ada hubungan apa-apa selain temenan." Ujar Ibas.
"Ya, kita doain aja. Semoga Gevan kaga gay." Penutup Eja.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARVBORO [REVISI]
Fiksi RemajaYang masih bocah jangan baca ye, btw follow akun gua ye bre Gimana ceritanya, Geng terkenal kaya Marlboro punya anggota yang gay mendadak. Gevan, Pemuda tanggung yang gak ada angin gak ada hujan tiba-tiba demen sama temen se-gengnya. Terlebih lagi y...