"Ya Tuhan." Febri kaget setengah mati ketika lagi-lagi saat ia sedang sibuk di dapur ada sebuah lengan kokoh memeluk perutnya dengan erat. Tanpa suara langkah ataupun sesuatu yang bisa menjadi penanda.
Febri menghela napas, dia sedang memotong sayuran. Untungnya jari maupun tangan tidak tergores pisau. Matanya melirik sang Mayjen yang sedang sibuk menciumi leher dan pundaknya.
"Tuan, saya bisa—"
"Aku tahu, maaf. Langkah kakiku sudah terbiasa seperti itu."
Febri menghela napas lagi, membiarkan lelaki tinggi itu melakukan apa yang ia mau sedangkan Febri kembali sibuk dengan masakannya.
"Kau sudah mandi?" Tanya Jayendra, ada aroma sabun yang menguar dari leher Febri.
"Iya, saya sudah terbiasa mandi pagi."
"Apa tidak dingin?"
"Saya menggunakan air hangat, Tuan."
Jayendra mengangguk, tangannya menggerayangi perut rata Febri hingga merayap ke atas.
"Tuan lebih baik diam, duduk manis di sana selagi saya sibuk memasak."
Lama-lama Febri risih juga, apalagi ia ingin segera duduk di depan perapian yang kini menyalanya seakan mau redup. Matahari belum muncul sama sekali. Ini masih jam 7, tapi tidak terlalu gelap. Dan mereka masih di rumah ayahnya Febri.
"Tidak mau, kau pindah tidur semalam. Aku kedinginan."
"Saya sesak napas kalau anda memeluk saya sekencang itu."
Jayendra tertawa kecil. Dia meraih badan Febri untuk dipangku. Pisau yang sedang si mungil pegang terjatuh ke bawah dengan Febri yang melotot kaget. Karena refleks Febri memukul bahu kokoh itu sebal.
"Anda bisa terluka!" Serunya kesal.
Jayendra hanya tersenyum, "asalkan aku, jangan tubuhmu."
Febri kembali menghela napas, diam saja saat dia dibawa ke kamar lagi. Ditidurkan dengan perlahan dan Jayendra yang menindihnya.
"Ini masih gelap, diam saja di kamar dan jangan pikirkan soal masakan."
"Tapi anda belum makan dari kemarin."
"Aku tidak peduli, aku sedang malas makan."
Mereka berpandangan lumayan lama, semalaman tidak terjadi apapun dan hanya tidur. Pertengahan malam memang Febri pindah ke kamar sebelah karena Jayendra terlalu memeluknya dengan erat tanpa mau memberinya ruang untuk bergerak. Dadanya sampai engap dan dia tidak bisa bernapas dengan benar.
Tapi bukan berarti sekarang Febri mengharapkan sesuatu yang terjadi, dia menahan mulut Jayendra saat akan mendekat. Membuat alis lelaki didepannya menukik tidak senang.
"Makan dulu Tuan, anda tidak kasihan dengan perut sendiri?"
Jayendra berdecak dan menyingkirkan tangan kecil Febri.
"Sudah aku bilang aku kedinginan. Aku ingin kau."
Febri tahu maksdunya, tapi tidak sekarang juga. Mereka tidak punya ikatan itu. Dalam diam Febri menatap Jayendra kembali. Apa mereka akan direstui?
"Apalagi? Kau kenapa begitu?"
Febri tersenyum seraya menggeleng, "tidak Tuan. Saya hanya ingin anda makan."
Jayendra kembali berdecak sebal, "aku makan memakan dirimu. Jadi diamlah."
Febri benar-benar diam, dia tidak melakukan pencegahan apapun saat Jayendra membuka satu persatu kancing bajunya. Angin dingin langsung menyapa kulit tubuh Febri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Oneshoot
Short Storykumpulan cerita oneshoot, atau bisa saja berchapter pendek. Dari cast Pemuas Mereka dengan berbeda karakter, tempat cerita, jalan cerita, maupun setting waktu. rate 17+, 18, 21+. ⚠⚠🔞🔞