Pasien 3

4.4K 238 46
                                    

Bahasa baku...

Part 3

******



Febri menaruh satu cup kopi panas di depan nyonya Selli. Beliau adalah ibu cantik yang tadi menemui Gio, kerabat jauh yang baru kali ini datang menjenguk.

"Maafkan saya, Nyonya. Saya pikir Tuan Gio masih sama dan belum bisa didekati."

Febri sedikit menunduk, bibir bawahnya ia gigit dengan gugup. Setengah jam Gio menguncinya di kamar mandi enggan melepaskan barang sedetik pun. Bibirnya habis dilumat rakus oleh lelaki skizofrenia itu.

Tidak, mereka tidak melakukan hal yang lebih. Febri sudah menangis terlebih dahulu kala Gio membuka kancing bajunya. Gio sempat marah, rambut belakangnya bahkan dicengkram dengan kuat sampai ia mendongak kesakitan.

Tapi untungnya dia bisa merayu Gio, Febri bilang akan melakukannya nanti malam kalau dia melepaskannya saat itu juga, kalau tidak Febri akan kabur dan tidak peduli walaupun lelaki itu membunuh seluruh keluarganya.

Sekarang yang ada Febri menyesal, dengan desisan tajam Gio berbisik rendah.

"Ketika kau mengucapkan satu kata padaku, aku akan mengincarmu bahkan sampai ke liang lahat."

Terdengar berlebihan, tapi dengan sorot mata yang dingin Febri yakin itu bukanlah sekedar rangkaian kata. Dan Febri hanya mengangguk. Dia berlalu keluar dari kamar 64 untuk mencari tahu tentang ibu cantik tadi.

"Tidak masalah suster. Justru aku yang saat ini sedang malu, terlalu lama untuk mengumpulkan keberanian bertemu dengan Gio hingga dia tidak ingat lagi padaku." Nyonya Selli menghela napas pelan.

"Kalau boleh saya tau, anda ini kerabat dalam hubungan apa?

Nyonya Selli tersenyum, "saya adik kembar ibunya Gio. Kembar yang identik."

Febri sedikit mengangakan mulutnya sambil mengangguk pelan.

"Jadi karena itu Tuan Gio mengira anda ini adalah ibu kandungnya?"

"Ya, ibu kandung yang Gio bunuh dengan tangannya sendiri."

Febri mengangguk kaku, dia tidak terlalu hapal cerita masa lalunya Gio. Karena dalam data yang pernah ia baca, Gio mengidap penyakit mental ini dari usia 12 tahun. Dimana saat usia itu Gio mengalami kekerasan rumah tangga dan menjadi korban pelecehan seksual oleh ayahnya sendiri.

"Saya.. maaf Nyonya, seharusnya saya lebih bisa mengerti kalau akan menjadi seperti ini." Febri menunduk merasa bersalah.

"Tidak apa Suster, ini sama sekali tidak ada hubungannya denganmu justru aku yang seharusnya berterima kasih karena dapat melihat Gio walau tak sampai mengobrol ringan." Nyonya Selli tertawa lembut, ia tutup mulutnya dengan punggung tangan.

"Tapi Nyonya, kenapa Tuan Gio bisa membunuh ibunya sendiri? M-maaf, saya hanya penasaran." Febri langsung meralat perkataannya lalu meringis canggung.

"Kami sekeluarga tidak ada yang pernah mengira kalau keadaan rumah tangga Sella akan menjadi masalah yang besar sampai mengalami kekerasan yang berakibat fatal. Kami terlalu telat untuk tau dan menyadarinya. Sampai akhirnya berita tentang pembunuhan keluarga Sella terungkap ke media, kami semua langsung memboikot berita itu agar tidak menjadi hal yang buruk di masa depan." Nyonya Selli menjeda.

"Aku dan suamiku terlalu sibuk dengan bisnis dan hanya mengandalkan pengacara untuk membiayai Gio. Aku pikir memindahkannya ke rumah sakit terpencil disini bisa membuatnya merasa lebih baik karena Dokter Brata itu salah satu teman kolega suamiku. Dan aku sama sekali tidak tau perkembangan tentang Gio." Beliau menghela napas sebentar.

Kumpulan OneshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang