CJ-30

1.1K 175 32
                                    

Happy Reading
.
.
.
Awas typo

Kabar kehamilan Bryna belum juga sampai ke telinga Arum dan Syarif yang masih berada di Pekanbaru. Rencana awal Bryna dan Ario lagi-lagi akan memberi kejutan ketika orang tua mereka pulang rutin ke Jakarta.

Beberapa hari yang lalu, Arum sudah memgabari Ario untuk menjemputnya di bandara jika bisa. Ario menyanggupi permintaan Ibunya itu dan mengatakan akan menjemputnya di sana.

Kandungan Bryna yang semakin membesar pun semakin mendukung rencana kejutannya. Bryna mematut dirinya, memandangi perutnya yang membulat lekat-lekat sambil sesekali tersenyum. "Besok kita ketemu Nenda ya..." kata Bryna lalu mengusap perutnya dan merasakan gerakan-gerakan yang mulai terasa dari dalam sana, seolah mengiyakan ucapan Bryna.

Seketika Bryna terkekeh, penantiannya tidak sia-sia. Kini ia sudah merasakan apa yang sudah ia doakan sejak hari di mana ia resmi menjadi istri. Tolak ukur kebahagiaan sebuah pernikahan memang bermacam-macam, bahkan sejak awal Ario tidak pernah menuntut Bryna untuk segera hamil dan memberinya keturunan.

Justru Bryna lah yang overthinking dengan keadaannya yang mudah sakit. Meski ia seorang dokter sekalipun, hal itu tidak menjadikan Bryna serta merta mengesampingkan pemikiran-pemikiran awam yang menghantui dirinya.

Bryna juga khawatir semua hal akan berubah begitu dirinya dinyatakan hamil, bukan tentang perubahan bentuk tubuh, bukan. Bryna tidak memikirkan hal itu, ia tidak masalah mau seberapapun berat badannya naik, yang penting kedua anaknya bisa tumbuh sehat dan berkembang hingga hari kelahiran itu tiba.

Yang Bryna khawatirkan berubah adalah cara lingkungan sekitar memperlakukannya. Terutama di rumah sakit tempatnya bekerja, ia tidak mau saja, kehamilannya ini membuat orang lain mengistimewakan Bryna. Dan ketakutan itu terbukti, setelah perut Bryna tidak bisa lagi disembunyikan karena kehamilan kembar membuat perutnya lebih besar dari kehamilan janin tunggal.

"Mas, besok ibu sama ayah pesawat jam berapa?" tanya Bryna sambil menghidangkan makan malam mereka di meja makan.

"Dari Pekanbaru pesawat pagi. Sampai di Jakarta sekitar jam 10 pagi kalau nggak delayed." jawab Ario, sambil menggosok rambutnya yang basah usai mandi. "Kamu masak sayang?' tanya Ario begitu melihat hidangan di meja makan.

Bryna tersenyum semringah. "Engga, hahahha, panasin lauk dari Mom. Aku nggak kuat baunya, Mas. Nanti ya, nggak pa-pa, kan?"  kata Bryna menyendokkan nasi ke piring Ario.

"Nggak apa-apa, Sayangku. Senyaman kamu aja, ya? Yang penting kamu bisa ikut makan walaupun sedikit." ujar Ario berusaha menenangkan Bryna yang masih saja khawatir karena ia belum bisa memasak seperti sebelum hamil.

"Iyaa, makan, ya." Bryna mencoba menyuap sesendok makan ke dalam mulutnya.

Meski nafsu makannya belum kembali seperti semula, namun Bryna berusaha menikmati makan malamnya kali ini karena ia merindukan masakan Mommynya itu. Ario juga senang melihat Bryna akhirnya perlahan mau makam setelah drama mual muntah yang lalu sempat menghampirinya.

"Yang, kamu jaga UGD nya bisa dikurangin nggak?" tanya Ario serius.

"Kenapa, Mas?" Bryna balik bertanya.

"Ya, aku khawatir lho. Kan kemarin udah diatur ulang jadwal kamu, kenapa masih jaga di UGD?"

Bryna menghela napasnya. Ini yang ia tidak suka. "Nggak, ah, nanti jadi omongan orang. Nanti yang lain iri gimana?"

"Tapi kan buat kebaikan kamu juga, Sayang? Biarin aja mereka mau ngomong apa." ujar Ario santai.

Bryna seketika merengut. "Kamu, tuh, nggak tahu rasanya diomongin di belakang, padahal kamunya ada di situ juga!" Bryna bersungut-sungut kemudian.

Chérie J'taime // Sweetheart, I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang