Happy Reading
.
.
.
Awas typo🐢🐢🐢🐢🐢
Kejadian kemarin benar - benar membuat Adrian dan Aliya kaget karena Bryna tak pernah begini sebelumnya. Bryna sudah dewasa dan mampu berpendapat apa yang tak pas baginya, wajar saja jika ia mengeluarkan semua unek-uneknya dengan meledak-ledak karena merasa dirinya kurang di dengar Mommynya.
Sampai pagi ini pun Bryna masih enggan berbicara dengan Mommy atau Daddynya, ia berangkat ke rumah sakit tanpa menyempatkan diri untuk sarapan seperti biasanya. Ia masih kadung kesal dengan apa yang terjadi kemarin sore.
"Bryna mana, Bik? Sudah bangun kan?" tanya Adrian ketika Bik Sum membereskan meja makan.
"Lho, Non nggak pamit ke Bapak?" Bik Sum balik beritanya, Adrian menggeleng. "Tadi sudah berangkat, Pak. Cuma minta buatin toast kesukaannya Non aja buat sarapan nanti di RS." jelas Bik Sum.
Adrian menghela napasnya, dari dulu Bryna memang begini, tak pernah berubah jika habis bertengkar dengan Mommynya pasti saat paginya selalu kejadian yang sama.
"Ya sudah, Bik. Makasi ya." ucap Adrian pelan.
"Ayo Zie, Kavin sarapan dulu." ajak Aliya, ia sudah tahu jika putrinya sudah berangkat duluan dan lebih pagi dari biasanya dan ia takkan bertanya apapun lagi pada Adrian.
"Iya mom," dua bocah lelaki yang semakin besar itu pun bisa melakukan semuanya sendiri, meskipun kadang Kenzie membutuhkan bantuan Mommynya.
Hanya hening di sekitar meja makan itu, dentingan suara piring dan sendok beradu, tak ada yang bicara sepatah kata pun padahal biasanya ada saja yang di ceritakan dua bocah ini setelah satu suap masuk ke dalam mulut, lalu bicara satu paragraph.
"Kamu mau sampai kapan nggak enak sama Izza? Kamu belum ngomong yang sebenarnya kan?" tanya Adrian begitu anak-anaknya berangkat sekolah.
Aliya menggelengkan kepalanya sambil menunduk.
"Kamu lupa ya, dulu, kamu juga pernah di posisi adek bahkan lebih parah." ujar Adrian membuat pikiran di kepalanya berkelana ke puluhan tahun yang lalu, kejadian pelecehan yang dilakukan sepupunya hingga membuat Aliya trauma dan memutuskan untuk tidak berhubungan dengan keluarga Papanya di Surabaya.
"Apa kamu mau, Bryna trauma dulu karena perlakuan yang dia terima kalau kamu memaksa untuk menjodohkan mereka? Apa nggak cukup cerita adek semalam buat kamu bicarakan pada Izza dan Suaminya bahwa kelakuan anak mereka itu sungguh brutal! Coba kalau kemarin kejadiannya lebih dari itu? Masih mau kamu bela?" kata Adrian sedikit kesal saat teringat kejadian kemarin saat Bryna pulang.
Aliya tak mampu menjawab perkataan suaminya barusan, ia hanya menunduk dan matanya panas menaham tangisnya.
"Aku, tidak akan pernah mau dan rela mengorbankan anakku, anak perempuanku satu-satunya untuk lelaki buaya macam Bintang. Pernikahan sekali seumur hidup dan aku nggak mau anakku, salah memilih pasangan, terlebih yang memilihkan itu kita, orang tuanya. Restu untuk Bryna, ada di aku dan kamu tahu jawabannya."
"Maafin aku Mas," hanya itu yang mampu Aliya keluarkan.
Meski Adrian tidak berbicara dengan nada tinggi atau sambil marah-marah namun kata-katanya menusuk hati, seolah menampar wajah Aliya yang mendengarnya dan menimbulkan rasa bersalah.
"Nanti malam, panggil Izza supaya dia tahu kelakuan anaknya." kata Adrian kalem sambil merapikan kemejanya.
"Sudah, ayo berangkat." ajak Adrian, Aliya hanya mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chérie J'taime // Sweetheart, I Love You
RomancePublished March-18-2020 from the very first time of Stay At Home to accompany all of you while this pandemic ❤️ Hidup dalam bayang-bayang nama besar orang tua tidaklah mudah. Di remehkan, di pandang sebelah mata oleh banyak orang sudah jadi bagian d...