Satu

61 4 1
                                    

Jauh dari utara ibu kota ada sebuah desa kecil dekat dengan laut. Desa Utara, desa yang dekat dengan laut. Setiap subuh banyak kapal nelayan datang berjajar setelah berlayar semalaman mencari tangkapan yang bisa diuangkan. Para bocah kecil berlarian mendekati perahu-perahu penangkap ikan berharap akan ada nelayan yang berbelas kasih memberi sedikit hasil tangkapan mereka secara cuma-cuma.
Gadis kecil kurus, berambut hitam legam memaksa tubuhnya mendorong kawan-kawannya agar mendapat tempat lebih dekat dengan perahu.

"Paman!" Teriak gadis kecil itu sambil menahan tubuhnya agar tak terhimpit oleh bocah lainnya.

"Oh Ran rupanya," pria paruh baya yang tadi dipanggil paman mengulurkan tangannya untuk menarik tubuh Ran, tak tega jika tubuh kecil itu terhimpit daging-daging besar.

"Ada yang bisa kukerjakan?" Mata Ran berbinar setelah melihat hasil tangkapan paman Fuan. Ada banyak ikan dan juga udang pria itu pasti butuh tenaga tambahan untuk mengangkut hasil tangkapannya. Meski tubuh Ran kecil namun tenaganya bisa diandalkan dia tak kalah dengan remaja lainnya. Tak pernah mengharapkan ada yang memberinya secara cuma-cuma. Tak ada yang gratis di dunia ini, dia selalu menetapkan hal itu dalam benaknya.

"Tolong bawa kotak itu saja."
Ran mengangguk dan segera turun dari perahu, dia berjalan mengikuti paman Fuan. Mereka akan menuju pasar yang tak jauh dari dermaga, disanalah tempat para nelayan menjual tangkapannya.

"Kau sudah makan?" Tanya Fuan sambil melirik ke samping dimana Ran berjalan dengan langka kecilnya. Gadis cilik itu mengangguk.

"Satu ubi rebus," jawabnya. Sorot matanya menatap lurus, berhati-hati dalam berjalan dia tak mau jika nanti tersandung dan menumpahkan kotak yang penuh dengan ikan.
Fuan membiarkan gadis kecil itu berjalan selangkah lebih dulu, matanya menatap tubuh Ran dengan rasa iba. Gadis yang seharusnya masih terlelap di kasur malah harus bekerja di pagi buta, pria paruh baya itu mendengus ketika ingat peringai buruk ayah Ran. Si tukang judi, si tukang mabuk, si pemarah -begitu kebanyakan orang disini menjulukinya.

"Letakkan disini saja!" Fuan menunjuk papan meja tempat dia meletakan kotak yang berisikan tangkapannya.

Pagi ini cuacanya sedikit dingin, Fuan mendongak langit yang masih tampak sedikit gelap, dia hanya berharap hujan tak akan turun tiba-tiba seperti kemarin. Apa yang ditangkap hari ini paling tidak harus terjual -minimal 70 persen dari tangkapannya. Setelah mengamati langit, mata Fuan menatap tubuh Ran yang kecil dan kurus. Pria paruh baya itu menghela napas sejenak lalu melihat kantong kecil yang selalu dililitkan dipinggangnya. Dua keping koin tembaga sebagai upah untuk membantu menggangkat sampai pasar. Senyuman Ran terkembang, dia begitu menyukai uang hasil dari usahanya.

Koin demi koin disimpannya agar kelak dia bisa membeli makanan yang enak, membeli pakaian hangat yang sedikit layak atau membeli buku bacaan dasar yang sering dipegang orang-orang yang kelas ekonominya di atas. Gadis kecil itu suka dengan buku, bahkan di usia 4 tahun dia sudah bisa membaca huruf-huruf yang diperuntukan usia 7 tahun. Namun sayang kedua orang tuanya melarang untuk belajar hanya karena butuh biaya. Alhasil Ran hanya bisa berdiam di balik bangunan rumah milik sepasang suami-istri yang bekerja sebagai pengajar. Rumahnya sepasang suami-istri itu memiliki halaman yang luas, ada tempat untuk mereka memberi pelajaran dan tepat di belakang bangunan itu Ran suka duduk sambil memasang telinganya guna mendengarkan setiap pelajaran.

"Hari ini kau datang lebih awal?" tegur seorang wanita tua yang melihat Ran duduk sambil bersandar. Dia sering kali ketahuan menguping pelajaran di jam-jam pagi tepatnya setelah dia membantu paman Fuan di pasar. Wanita tua itu tak pernah memarahi ataupun mengusir Ran.

"Hari ini pekerjaanku tak banyak." Mata hitam Ran menatap ke bawah, digigit bibir bawahnya karena ia merasa tak enak jika terus ketahuan menguping. Biasanya dia akan memberikan 5 koin perak tembaga sebagai bayaran telah mendengarkan pelajaran.

The Lost LegendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang