Rasanya seperti ada buntalan keras menyumpal di hati dan membuat tak nyaman lalu buntalan itu berpindah ke otak mendesak agar sel-sel otak bekerja lebih cepat. Ran masih tak paham apa yang baru saja terjadi, namanya disebut oleh salah satu seniornya. Namun tak ada kelanjutan, seniornya hanya menatap dirinya lekat-lekat lalu memerintahkan semuanya untuk kembali menyantap makan siang. Mulut Ran terasa kelu ketika dirinya ingin bertanya lebih lanjut, lagi pula Tobiko terus menarik tangan gadis kurus itu agar kembali menyantap makan siang sebelum jam istirahat usai.
"Berhati-hatilah setelah ini," bisik seorang laki-laki yang duduk di samping Tobiko. Katanya mereka kenal sejak kecil.
"Kau ditandai oleh mereka. Itu artinya kau tamat!" Bisiknya dengan nada menakut-nakuti. Bahkan bocah itu juga mengarahkan sumpit ke arah lehernya sendiri, menggesernya ke samping seakan memotong leher.
Raut wajah Ran hanya datar, dia hanya berusaha menutupi rasa takutnya. Jantungya bergemuruh tak tenang, jika saja Yue memegang tangannya pasti gadis itu akan terkejut karena rasa dingin yang tak biasa. Sebisa mungkin Ran menelan makan siangnya, matanya hanya tertuju pada nasi putih dalam mangkuk, bergerak sedikit terasa berat baginya begitu mendengar bisikan dari teman-temannya.
"Jangan memikirkan apa yang dikatakan oleh Hiro, dia suka menakut-nakuti orang," ucap Tobiko setelah keluar dari aula kantin. Laki-laki dari keluarga saudagar kaya itu cukup peka jika teman sekelasnya saat ini sedang tak baik-baik saja. Yue pun berpikiran sama, Hiro terkenal jahil sejak mereka kenal. Itu menjadi salah satu alasan Yue tak suka makan siang bersama Hiro.
"Aku bukan memikirkan hal itu kok," nada bicara Ran terdengar seperti biasanya, tak ada getaran rasa takut.
Tobiko berhenti lalu menatap wajah cantik Ran. Alis laki-laki itu menaut, bertanya-tanya apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Ran.
"Tentang materi meditasi. Kurasa aku tidak bisa melakukannya dengan baik. Lalu-"
"Bocah suku kuno itu menjahatimu?" Sergah Tobiko, dia memotong kalimat Ran begitu ingat jika bocah suku kuno adalah pasangan Ran untuk materi meditasi. Yue pun ikut tersulut, memaksa agar Ran bercerita detail tentang semuanya, dan jika hasilnya sesuai dugaan mereka maka dia akan bersedia memakai kekuatan keluarganya untuk mengganti pasangan meditasi Ran -secepatnya jika bisa.
"Bukan begitu, dia tak banyak bicara harusnya itu membuatku lebih fokus. Tapi sejak awal aku memang susah fokus saat materi meditasi."
Tobiko paham, dia juga sering mendapati Ran kesusahan fokus dalam pelajaran itu bahkan tak jarang guru meditasi menegurnya. Meditasi sangat penting karena nanti ketika mereka naik tingkat mereka harus membuka gerbang roh lewat meditasi, dan mereka harus menjalin kontrak dengan salah satu roh untuk menjadi senjata. Ran tahu akan hal itu dan karena itu penting efeknya berimbas pada kualitas tidurnya. Saking stresnya hingga insomnia beberapa kali menyerang.
Setelah matahari terbenam semua pembelajaran berakhir namun Ran masih melatih tangannya mengayunkan pedang pada boneka jerami.
"985, 986, 987..." dia menghitung dengan suara pelan. Peluh keringat membanjiri dahi hingga turun ke leher, sebagian bajunya basah karena keringat.
"Tidak baik memaksakan diri seperti itu."
Sosok gadis kurus itu menoleh mencari sumber suara, setahunya hanya dia seorang yang berada di lapangan karena dia mencuri waktu. Jika pembelajaran sudah usai maka semua murid wajib kembali ke asrama sambil menunggu jam makan malam. Jika ada seseorang yang tahu tentang keberadaannya maka hukuman sudah di depan mata.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Legend
خيال (فانتازيا)Ran, gadis kecil yang tak punya nama keluarga. Bukan tak punya keluarga namun keluarganya hanya memberi nama singkat itu saja. Dia gadis malang yang selalu berlarian ke sana kemari untuk mengantar barang agar mendapat imbalan. Menginjak usia 14 kedu...