Di malam hari, tepat di jam belajar bersama kakek guru, gadis yang biasanya sangat semangat belajar itu kini hanya diam menatap bukunya. Seluruh tulisan yang telah ia baca tak satupun menempel di otaknya, malahan omongan pedas dari nona kaya siang tadi yang terus diingatnya
Tak! Kakek guru memukul tongkat rotannya ke meja untuk menyadarkan murid satu-satunya malam ini.
Ran hanya menghela napas lalu kembali membaca buku Kebijakan. Setelah berdebat dengan Kona siang tadi membuat dia sedikit malas untuk melakukan hal apapun ,bahkan belajar yang merupakan satu-satunya ia sukai setelah uang.
"Ada yang mengganggumu?"
"Bukan hal yang serius." Tepisnya lalu kembali membaca. Kali ini dia mulai serius membaca, tekadnya bulat untuk menghabiskan semua buku yang dimiliki oleh pasangan guru itu. Meski mustahil tapi Ran berusaha mempercayai cita-citanya itu.
Lilin sudah hampir habis namun Ran belum menghafal setengah buku yang dibacanya. Biasanya dia cukup cekatan dalam menghafal karena sering melatih hafalan saat sedang tak ada kerjaan. Jemarinya menyusup diantara rambut hitam legam, menggaruk kepalanya guna melampiaskan kekesalannya karena tak kunjung hafal. Di depannya kakek guru terus melotot, malam ini tak seperti malam kemarin. Ran gadis pintar yang selalu dibanggakannya sedikit mengalami kemerosotan kali ini.
"Ya ampun jangan terlalu keras. Ini, minumlah teh hangat dahulu!" Nenek guru tahu jika Ran sedang tertekan, memberi teh disela belajarnya adalah cara untuk menurunkan tekanan itu. Sebelum mengambil gelas tanah liat Ran menatap kakek guru dengan was-was -takut jika pria tua di depannya tak akan mengijinkan istirahat barang sedikitpun.
"Minumlah!"
Ran tersenyum lalu tangan kecilnya meraih gelas tembikar bermotif bambu, diteguknya teh itu pelan. Cairan hangat membasahi tenggorokannya yang sejak tadi sebenarnya sudah terasa kering namun dia tak berani bilang. Wajah kakek guru yang begitu serius membuat Ran harus menahan rasa haus, kantuk dan bahkan kesemutan di kaki kirinya.
"Ujian masuk akademi bukan sembarang ujian. Jika kau benar-benar ingin kesana maka ada harga yang harus dibayar. Bukan hanya 1 keping koin emas, mungkin bisa lebih dari itu. Ran kau masih ingin melanjutkan?"
Manik hitam Ran tak bisa lepas dari teh hangatnya, terus ditatap air tenang itu. Tenang tapi serasa bisa menarik dirinya tenggelam. Pikirannya melayang pada memori-memori sakitnya dipukul, sakitnya menahan lapar, sakitnya harus dimaki orang-orang. Ran tak bisa mengelak jika alasan ikut ujian hanya karena tak ingin merasakan sakit. Tapi kakek guru menepis jika di akademi nanti mungkin rasa sakit tang diterimanya malah lebih parah. Menghabiskan waktu bersama orang asing yang mungkin juga anak-anak bangsawan.
"Apa orang rendahan hanya boleh merasakan sakit? Tidak bisakah aku mendapatkan kehidupan yang layak?" Suara Ran bergetar, sekuat tenang dia menahan air yang akan keluar dari matanya.
Pasangan guru itu terdiam, menatap gadis yang berusia 12 tahun dengan iba. Mereka cukup paham kehidupan Ran mulai bayi hingga kini, namun mereka tak bisa berbuat banyak. Hanya ada pemikiran jika ilmu yang mereka berikan di suatu saat nanti bisa membantu Ran mendapatkan kehidupan layak. Kakek guru menutup bukunya malam ini suara serangga begitu berisik hingga mengganggu konsentrasinya. Ran diperbolehkan pulang namun sebagai ganti belajar hari ini maka besok Ran harus datang satu jam lebih awal. Senyum Ran terulas tipis dia juga sudah lelah, memaksa kedua matanya untuk membaca rasanya itu hal yang buruk. Setelah membereskan buku-bukunya dia berpamitan, menelusuri jalanan sepi yang minim cahaya. Dia hanya bisa mengandalkan mata sehatnya untuk menghindari batu ataupun jalan berlubang.
Udara malam ini sangat tak bagus untuk tulang, rasanya begitu menusuk hingga membuat beberapa saraf terasa kaku tiba-tiba. Dibalik selimut yang penuh tambalan Ran meringkuk, memikirkan legenda dua naga yang sering didengarnya ketika kecil hingga sekarang. Ceritanya tak pernah berubah, tetap dua naga hitam dan putih yang membentuk negara yang ia tinggali sekarang.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Legend
FantasyRan, gadis kecil yang tak punya nama keluarga. Bukan tak punya keluarga namun keluarganya hanya memberi nama singkat itu saja. Dia gadis malang yang selalu berlarian ke sana kemari untuk mengantar barang agar mendapat imbalan. Menginjak usia 14 kedu...