Apa yang ditakutkan oleh Ran tiba juga. Setelah dua minggu menghilang bersama uang tabungannya, ayah Ran datang setengah mabuk, pakaiannya compang-camping, ada sedikit memar di pipi kirinya. Ran bisa menebak jika ayahnya terlibat dalam perkelahian, mungkin saja ketika kalah judi atau sedang mabuk tak sengaja menyenggol orang. Atau.. entahlah tak ada ide lagi di kepala Ran, kini dia hanya berpikir apa yang dilakukan ayahnya. Memukulnya lagi?
"Kau, kemarilah!" suara pria paruh bayu yang setengah mabuk, bau minuman keras yang amat dibenci Ran. Meski begitu Ran melangkahkan kaki kecilnya dengan takut. Luka yang kemarin kadang masih terasa ngilu.
"Berapa usiamu?"
Ran yang tadinya menunduk kini berani menatap wajah ayahnya, di kepalanya penuh tanya bagaimana bisa seorang orang tua lupa dengan usia anaknya? Mereka memang tak setiap hari bertemu atau berinteraksi tapi lupa tentang usia anak sendiri membuat Ran hanya melongo.
"Akh!" Tak kunjung menjawab ayahnya menarik dan meremas rahang Ran dengan kuat, gadis kecil itu hanya meringis sambil menjerit singkat. "Du-dua belas,"
Dengan kasar ayahnya melepaskan cengkramannya, sedikit mendorong tubuh kecil itu karena jengkel. Pagi tadi sebelum pulang dia sempat bertemu nyonya Sae, mereka mengobrol sedikit mengenai uang. Ide keji terlintas dipikiran ayah Remi dan Ran. Dia bisa menjual Ran ke rumah bordir nyonya Sae atau mencarikan makcomblang agar Ran bisa menikah dengan orang kaya.
"Haruskah aku menunggu 2 tahun lagi?" gumamnya setengah teler. Ujung jarinya menari diatas meja kayu, menggambarkan angka-angka tak jelas. "Kau... akan kunikahkan dengan saudagar pendatang." Keputusan akhirnya adalah menikahkan Ran. Minimal usia menikah adalah 14 tahun, itu berarti dua tahun lagi.
Suara Ran yang ingin menentang tercekat di leher setelah melihat tatapan tajam ayahnya. Ran sudah mengatur rencana untuk masa depannya, bukan menikah tapi masuk akademi kerajaan, belajar hingga lulus lalu bekerja di ibu kota. Dia hanya bisa menggeleng.
"Kau menolak?" Pria itu gusar hingga berdiri dan menampar pipi kanan Ran. "Apapun yang terjadi kau harus menghasilkan uang!" Kalimat itu sebagai penutup kemudian pria itu pergi dengan terburu-buru.
Ran meringkuk sambil memeluk kedua lututnya di pojok, wajahnya dibenamkan diantara kedua lulutnya, dia hanya bisa berharap sakura di istana segera mekar dengan begitu ujian masuk akan segera digelar. Tekadnya sudah bulat, lulus tak lulus dia tetap akan meninggalkan desa tempat ia dilahirkan. Dijual di rumah nyonya Sae atau menikah dengan pria tua baginya itu bukan masa depan. Itu hanya peralihan ke masa yang lebih suram.
***
"Aku ingin salju segera mencair," gumam Ran sambil memandangi salju dibawah kakinya. Kano pun berharap sama, laki-laki itu tak suka musim dingin. Baju hangatnya terbatas jadi satu baju bisa untuk seminggu.
"Memang kau sudah siap dengan ujian itu?"Kano menaikkan kedua kakinya untuk dipeluk, rasa dingin berusaha masuk lewat dadanya. Ran menggeleng, banyak materi pelajaran yang belum ia kuasai namun tekadnya untuk segera keluar dari desa sudah bulat, lulus tak lulus dia berencana kabur dari rumahnya. Kano merasa iri dengan tekad gadis yang lebih muda darinya, kadang ia bertanya-tanya darimana Ran mendapatkan tekad seperti itu, atau bagaimana bisa Ran lebih cerdas dibanding teman-teman lainnya. Padahal jika dipikir lagi di keluarga Ran tidak ada yang genius sepertinya. Remi juga pas-pasan.
"Ran jika kau sudah sukses di ibu kota, maukah kau tetap mengingatku?" Tentu Kano akan merasa kehilangan jika Ran benar-benar pindah ke ibu kota. Tak ada lagi patner hebat seperti Ran.
"Tentu, aku akan mengirim surat padamu." Ran berjanji akan hal itu, sama seperti apa yang dirasakan Kano bahwa Ran juga akan merasakan kehilangan partner bekerja.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Legend
FantasyRan, gadis kecil yang tak punya nama keluarga. Bukan tak punya keluarga namun keluarganya hanya memberi nama singkat itu saja. Dia gadis malang yang selalu berlarian ke sana kemari untuk mengantar barang agar mendapat imbalan. Menginjak usia 14 kedu...