Ran tak tahu bagaimana bisa ayahnya mengetahui tentang yang ditabungkan pada nyonya Sae. Tiba-tiba saja pria paruh baya itu pulang dengan senyuman sinis, mendekatinya yang sedang menata telur di depan kandang.
"Akhh!" Jerit Ran kesakitan saat rambut panjangnya dijambak.
"Bagaimana bisa kau punya tabungan sebanyak satu keping emas, hah?"
Deg! Jantung Ran berpacu cepat, dia panik ketika satu keping emasnya disebutkan. Tangannya berusaha meraih tangan besar ayahnya agar melepaskan jambakan pada rambutnya. Namun pria itu malah menariknya lebih kuat lalu menyeret gadis kecil itu ke dalam rumah. Mendorongnya kasar di hadapan sang istri.
"Apa selama ini kau juga tahu jika dia punya tabungan satu keping emas?"
Kini ibu Ran pun ikut terkejut, tak menyangka bocah kecil yang suka berkeliling desa mengerjakan pekerjaan ini dan itu bisa menabung hingga satu keping emas. Mata ibu Ran menyipit memandangi tubuh anaknya yang tersungkur tak jauh darinya. Bukan iba atau segera menolong malahan wanita itu menyeringai membuat Ran makin takut.
"Satu keping emas hanya akan bertahan sebentar. Kau bilang jika saudagar baru itu menginginkan dia, bukan?"
Ran takut pandangan ibunya yang setengah kosong, seakan sedang memikirkan hal yang lebih jauh jahat. Ran menelan ludah saat ibunya lebih suka jika dia diserahkan pada saudagar baru. Menikah dengan pria tua yang hampir mati lalu Ran yang akan mewarisi kekayaannya. Wanita itu terkekeh setelah membayangkan semua fantasinya, dia tak perlu menunggu ayam-ayamnya bertelur untuk mendapatkan uang, tak perlu bekerja sebagai tukang cuci, tawanya menjadi mengisi ruang. Suaminya menggaruk kepala saat melihat ide bagus istrinya, ide itu bagus namun pria itu sudah terlanjur berjanji pada nyonya Sae agar menyerahkan Ran pada pemilik rumah bordir itu.
"Nyonya Sae mengingkan dia," terang pria paruh baya itu sambil menunjuk Ran dengan malas.
"Menjadikannya pelacur disana tak bisa membuat kita kaya. Berpikirlah lebih cerdas!" Si istri tetap keukeuh dengan idenya. Menikahkan Ran dengan saudagar kaya lebih bagus, nanti dia akan meminta pekerjaan untuk Remi juga jadi anak kesayangannya tak perlu kerja jauh-jauh ke desa lain.
"Tidak bisa! Aku sudah berjanji dengan nyonya Sae!" Pria itu gusar ketika sang istri tak menurutinya.
Ketika mendengar kata janji terucap dari ayahnya, Ran memicing pada pria itu sambil berpikir kira-kira ada janji apa dengan nyonya Sae.
Perdebatan itu memanjang hingga tak sadar ayah Ran membeberkan isi perjanjiannya dengan nyonya Sae. Semalam di rumah judi lagi-lagi pria itu lebih banyak mendapatkan kekalahan daripada kemenangan. Hal itu membuatnya hampir saja membalikkan meja judi namun dicegah oleh pria yang sedikit lebih tua darinya. Pria itu tampak seperti orang kaya, bajunya bagus, terlihat lembut dan hangat, coraknya sederhana namun memiliki aura yang cocok dengan pemakainya.
"Siapa kau?" Tanya ayah Ran setengah mabuk miras. Pria itu hanya tersenyum lalu menoleh ke samping kirinya. Seorang wanita yang tak asing, wanita yang terkenal di desa Barat. Nyonya Sae, dia memberikan sekantong kecil pada ayah Ran.
"Temui aku dibelakang setelah kau selesai bermain!" Bisik nyonya Sae sebelum pergi meninggalkan ruang judi.
Sepanjang permainan ayah Ran tampak senang sekaligus kepikiran omongan apa yang akan dibahas nyonya Sae nanti. Permaian berkahir dengan kekalahan, meski masih ada sisa uang tapi ayah Ran memilih menyerah karena dia tahu nyonya Sae sudah menunggu di belakang rumah judi.
Wanita pemilik rumah bordir itu tersenyum ketika ayah Ran mulai mendekat dengan gelisah. Dalam benaknya dia memikirkan kegaduhan yang dibuatnya kemarin, hatinya was-was jika wanita itu minta ganti rugi.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Legend
FantasiRan, gadis kecil yang tak punya nama keluarga. Bukan tak punya keluarga namun keluarganya hanya memberi nama singkat itu saja. Dia gadis malang yang selalu berlarian ke sana kemari untuk mengantar barang agar mendapat imbalan. Menginjak usia 14 kedu...