Tujuh Belas

11 2 0
                                    

Meski Tobiko sering memperingatkan agar menjaga jarak dengan bocah suku kuno tapi Ran masih berusaha mencuri waktu untuk membuntuti. Hanya penasaran apa yang dilakukan bocah itu ketika istirahat -selain makan siang. Dimana bocah berambut putih itu menghabiskannya waktu senggangnya atau apakah bocah itu punya teman, dua pertanyaan itu selalu berputar di otak Ran.

"Perpustakaan?" Gumam Ran menatap pintu tinggi di depannya. Dia suka buku namun belum pernah mengunjungi perpustakaan diluar jam belajar. Didorong pintu kayu itu hingga terbuka sedikit -asal tubuhnya muat melalui pintu. Rak berjajar menjulang tinggi dan berjajar rapi. Setiap rak diisi buku-buku yang berbaris dengan rapi. Bocah cantik bermata hitam jernih itu mengamati buku hingga mendongak. Mulutnya terbuka tanda dia takjub dengan koleksi perpustakaan akademi. Ran berjalan ke samping sambil membaca judul-judul buku yang tertampang.

"Oh?" Langkahnya berhenti ketika menatap orang yang dicarinya.

Kurein duduk di tepi jendela sambil membaca buku. Dahinya sedikit berkerut, membuat Ran bertanya-tanya buku apa yang sedang dibacanya. Sedetik Ran mengingat kejadian kemarin, ketika matanya bertumbu dengan iris cantik milik suku kuno. Ada yang aneh. Mata cantik itu serasa menarik tubuhnya ke dalam lorong gelap seperti langit malam.

"Suku kuno selalu aneh."

Kalimat itu berasal dari mulut Tobiko selepas Ran menceritakan keanehan yang dialaminya.

Usaha Ran ingin dekat dengan Kurein tak pernah berjalan mulus. Entah karena dia takut melihat mata cantik Kurein atau Tobiko yang selalu datang disaat tidak tepat. Bocah anak dari saudagar kaya itu akan menariknya ke tempat sepi lalu mengulangi kalimat andalannya bahwa tak boleh dekat-dekat dengan suku kuno. Ran hanya mendengus bosan ketika kalimat itu melintasi pendengarannya.

"Baiklah kali ini kalian ada meditasi bersama pasangan. Pasangan kalian akan kupilih melalu undian. Nah, kemarilah satu per satu!"

Entah kenapa Yue merasa berdebar dia ingin berpasangan dengan Ran karena mereka sudah akrab. Selain itu hanya Ran yang dikenalnya cukup baik. Sedangkan jika bersama Tobiko, dia malu. Yue menggelengkan kepalanya ketika dia membayangkan berpasangan dengan Tobiko, wajahnya bersemu.

"Nomor 3," kata Ran sambil menunjukan secuil kertas pada guru meditasi.

"Carilah teman yang nomornya sama denganmu!"

Semua murid berisik kesana kemari mencari nomor yang sama. Ada beberapa yang menjerit senang ketika mendapati pasangan yang sesuai harapan, ada yang kecewa, ada yang biasa, dan ada yang canggung. Awalnya Ran berharap pasangannya ada Yue atau Tobiko namun tidak. Patnernya adalah Kurein si bocah suku kuno.

Gadis bersurai hitam itu menggaruk kepalanya yang aslinya tak gatal. Dia tak pernah memikirkan skenario seperti ini. Iya, dia mengakui jika ingin berteman dengan Kurein tapi tiba-tiba menjadi patner meditasi itu terlalu mendadak. Canggung diantara mereka berdua. Bahkan satu kata tak terucap.

Ketika guru mulai memberi instruksi semua murid mulai melakukannya. Ekor mata Ran mencuri-curi pada Kurein, memastikan gerakannya sama. Alhasil mata mereka kembali bertemu, Ran buru-buru membuang muka, dia ingat perkataan Tobiko jika jangan bertatapan dengan suku kuno terlalu lama.

Pelajaran meditasi berjalan lancar. Namun tidak bagi Ran, dia belum bisa fokus dengan tujuannya. Pikirannya mudah terganggu dengan hal-hal kecil, bahkan dia sedikit mengumpat ketika suara serangga masuk ke telinga. Wajahnya muram karena dia tak pernah mendapatkan kepuasan dalam pelajaran meditasi. Ketika menuruni anak tangga terakhir Kurein sudah terlebih dulu berdiri di depan anak tangga menghadang Ran yang hendak menuju kelas. Tak ada yang terucap, Kurein hanya memperhatikan Ran dari atas hingga bawah lalu pergi begitu saja, membuat Ran tampak bodoh dibuatnya.

The Lost LegendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang