45) Tak Diinginkan?

362 11 0
                                    

Queensha terbangun dari tidurnya saat cahaya matahari menyorot ke arahnya. Membuka matanya perlahan-lahan dan setelah matanya terbuka sempurna ia tersenyum dengan sangat lebar. Bagaimana tidak tersenyum, Daddy dan Maminya masih tertidur lelap dengan saling berpelukan di sofa. Queensha bahagia rasanya melihat Daddynya tak lagi sendiri, ini juga salahnya yang sejak awal tak menerima Zalerfa yang sudah sangat baik kepadanya.

Cukup lama melihat dua orang tuanya Queensha menatap langit-langit kamar inapnya itu, bayangan saat dia dikatakan Murahan oleh teman-teman sekolahnya, dan yang paling menyakitkan salah satu orang itu adalah Kafka, orang yang dia anggap pangerannya, orang yang selalu dia nantikan, orang yang selalu dia doakan dan tentunya orang yang dia harapkan namun nyatanya kedekatan mereka beberapa waktu lalu tak se spesial itu untuk Kafka. Sakit rasanya di katakan Murahan oleh orang yang kita cintai, lebih sakit lagi saat melihat Kafka membela Sasya waktu itu apalagi dia tak di beri tahu sejak awal kalau Kafka sudah memiliki pacar, jika saja dia tau dari awal mungkin dia tak akan mau sedekat itu dengan Kafka lagi, dia tak akan mau mengorbankan perasaannya. Air mata mengalir dengan sendirinya saat mengingat kejadian beberapa waktu lalu.

Queensha memejamkan matanya pura-pura tertidur saat seseorang membuka pintu kamar inapnya. Orang itu berjalan mendekat dan duduk di kursi tunggu sebelah branker Queensha.

Cup

Tangan orang itu menghapus jejak air mata pada pipi Queensha.

"Nangis aja, gak usah di tahan"lirih Aeric melihat adiknya yang masih pura-pura tertidur.

"Ca" panggil Aeric lagi lalu Queensha membuka matanya dan memeluk erat leher abangnya itu. Menumpahkan segala tangisan tanpa suara agar tak mengganggu tidur pasutri yang masih terlelap itu.

"Udah?" Tanya Aeric saat di rasa Queensha sudah tak menangis lagi.

Queensha menganggukkan kepalanya dua kali lalu mengusap ingusnya di baju milik Abangnya membuat abangnya menatap bajunya dengan tatapan nyalang.

"Padahal Abang baru beli kemarin" kata Aeric sambil menjawil hidung Queensha.

Queensha terkekeh kecil sambil kembali memeluk abangnya. Aeric mengelus sayang rambut adiknya sambil sesekali mengecup pucuk kepala Queensha.

"Kau sudah datang?" Tanya Aeron mengejutkan dua orang yang sedang berpelukan itu.

"Iyalah, Gak mungkin Abang disini kalau Abang belum datang" kata Aeric menatap ayahnya sinis.

Aeron hanya menatap malas anaknya itu lalu melangkah ke arah Queensha dan mengecup kening putri kecilnya itu.

"Gimana Dad tidurnya? Nyenyak?" Tanya Queensha menggoda Daddynya.

Aeron hanya tersenyum tipis lalu pamit ingin membeli sarapan di luar. Saat Aeron sudah keluar mereka tertawa melihat tingkah Daddynya itu.

_🍁_

Pagi ini di sebuah ruangan dengan background hitam terlihat Kafka sedang duduk sambil mengerjakan berkas-berkas yang ada di meja kerjanya. Sejak tadi ia sudah mengeluarkan sumpah serapahnya untuk Daddynya yang tiba-tiba saja memberikannya tugas mendadak seperti ini, padahal niat awal ingin menjenguk Queensha harus ia undur karna berkas-berkas yang kata Daddynya itu PENTING. Bagi Kafka tak ada yang lebih penting dari pada Gadisnya itu. Jika saja Daddynya tak mengancam akan mendukung Aeron untuk menjauhkan Queensha darinya dia tak akan mau repot-repot mengerjakan ini semua.

"Fuck! Tua Bangka itu sangat menyebalkan" kata Kafka geram sambil melempar berkas yang baru saja dia tanda tangani.

Sejak kemarin malam ia berniat pergi menemui Queensha namun saat hendak berangkat Reno malah memberikannya pekerjaan yang menurutnya sangat tidak penting itu. Hampir seharian ini Kafka belum makan atau bahkan tidur walau hanya sekejap. Ia memfokuskan dirinya pada pekerjaan sialan ini agar bisa cepat bertemu dengan gadisnya.

The Story Of Queensha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang