Author tidak pernah meragukan pembaca meski komentarnya aneh-aneh
.
.
.
Walaupun aku mempunyai kesempatan untuk bersinar dengan para bintang, aku lebih memilih duduk di bawah hujan bersamamu
—Ethan Prambudi
Cowok aneh itu mengedipkan sebelah matanya pada Venti sebelum ia benar-benar pergi, berlari menuju podium. Di sana ia sudah disambut oleh salah satu guru yang sangat menantikan kedatangan Venti.
"Kamu abis ke mana aja? Cepat sana siap-siap pidatonya mau dimulai."
"Maaf Pak, saya sempat salah naik kereta," sesal Venti.
Walau rambut panjang Venti yang terurai acak-acakan, mencuat ke sana-ke mari tapi ia tak gentar untuk melanjutkan debutnya di hari pertama sekolah. Sebagai perwakilan sekolah yang mendapat beasiswa Venti langsung menaiki panggung meski jemari tangannya sibuk menata rambut. Ia kemudian memberi salam kepada kepala sekolah.
"Silakan kamu baca pidatonya boleh lihat teks," titah Pak Kepala Sekolah.
Venti berdiri di depan mimbar, ia meraba saku jas birunya berharap mendapatkan selembar kertas pidato yang terselip di sana. Namun mata Venti terbeliak.
Tangannya tak menemukan selembar kertas pidato. Gadis itu ingat betul telah menyimpan teksnya di sana. Venti nyaris panik bukan main tapi gadis itu berusaha menenangkan detak jantungnya yang tak keruan.
Matanya tak sengaja menangkap sosok cowok aneh yang ia temui di stasiun. Siapa sangka kalau cowok itu juga siswa baru sama seperti dirinya?
Laki-laki itu cengar-cengir sendiri seperti orang gila dengan tatapannya yang mengarah ke depan. Venti menelan ludah, ia memegang mikrofon kecil yang menyatu dengan mimbar, tubuhnya sedikit dicondongkan ke depan.
Kemudian ia mulai mambacakan pidato tanpa teks dengan suara lantang, tegas, dan yang pasti tanpa kesalahan sedikitpun. Ia teringat tadi malam gadis itu rela begadang demi menghafal pidato.
Seketika murid-murid yang awalnya tertidur bosan mendengar ceramah dari kepala sekolah langsung tersadar dan terkagum-kagum dengan pesona serta kharisma dari cewek berprestasi itu.
Aura yang terpancar dari tubuh Venti seakan mengisyarakatkan bahwa ia sederajat dengan laki-laki di depannya saat ini. Semua sorot matanya tertuju pada Venti yang menggebu-gebu termasuk para guru yang memperhatikannya dari kejauhan. Ternyata para guru memilih perwakilan yang tepat sebagai pembaca pidato.
Venti menghela napas legah setelah pembacaan pidatonya telah usai. Ia menuruni panggung dengan langkah gontai membiarkan MC mengambil alih panggungnya saat ini. Ketika ia berjalan ke tempat duduk cairan hangat keluar dari hidung Venti, sontak gadis itu berjalan terhuyung-huyung, hingga akhirnya tubuhnya membentur lantai.
***
Ia tak ingat setelah kejadian turun panggung yang terakhir kali diingat hanyalah pembacaan teksnya yang berantakan. Venti terbangun di brankar UKS dengan kepala berdenyut-denyut.
Ia mencoba bangkit dari tidurnya pasti pembagian kelas sudah ditetapkan oleh guru. Venti berjalan sambil memegang tembok, sengaja agar tubuhnya seimbang lantaran menuju papan pengumuman. Mata Venti sayup-sayup mencari namanya.
"Kelas 1-2," ujar Venti pada dirinya sendiri. Gadis itu nampak sedikit kecewa jika dirinya tidak ditempatkan kelas urutan pertama.
Di SMA Unggulan Terpadu pembagian kelas tidak berdasarkan minat studi sosial, sains, maupun bahasa. Seluruh siswa belajar semua mata pelajaran baik sains, sosial, maupun linguistik namun pihak sekolah membebaskan siswanya untuk menentukan mata pelajaran favorit masing-masing.
![](https://img.wattpad.com/cover/370111663-288-k705821.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Impeded Dream
Teen FictionShe is a flower growing on the surface of moon. Unique and mysterious, her beauty is precious lovely gift on canvas of moon. -Weird Guy Who Loves Science Merangkap jadi siswi teladan sekaligus wibu akut adalah dua hal yang sulit bagi Venti. Terutama...