BAB 17: Papan Catur

5 0 0
                                    

Author tidak pernah meragukan pembaca meski komentarnya aneh-aneh

.

.

.

Everyone is playing a game of hiding their feelings or hiding from their feelings
—Ethan Prambudi

Jam kosong mulai melanda kelas 1-2 dari yang sebelumnya senyap menjadi ramai bagaikan pasar malam. Namun gadis itu tidak betah lalu menetap di perpustakaan seperti saat ini.

Sejujurnya yang membuat Venti membenci suasana kelas ialah kedekatan Gita dan Ethan yang makin menjadi. Venti merinding sampai rela meninggalkan Haera yang pusing tujuh keliling mengerjakan soal matematika akibat remedi dari ulangan harian minggu lalu.

Ia membaca buku pelajaran sembari mengerjakan tugas yang diberikan, Venti sadar minggu depan sudah waktunya ujian akhir semester.

Dirinya merasa ketinggalan banyak pelajaran oleh karena itu ia mengejar ketertinggalannya mulai sekarang demi mempertahankan beasiswa.

"Oh, jamkos?"

Suara barusan mengalihkan fokus Venti pada orang di depannya. "Kak Nug juga?"

"Ya gitu."

Venti mengangguk singkat kemudian ia kembali membaca buku ensiklopedia yang tersedia di perpustakaan kemudian mencatat hal-hal penting di sana. Dia sadar jika soal ulangan tidak melulu diambil dari buku pelajaran malah terkadang ada yang di luar nalar.

"Maaf, buat tempo hari. Gara-gara gue, lo jadi korban perundungan." Nugroho membuka suara membuat gadis itu meletakkan penanya dengan kasar.

"Maaf juga karena gak bisa jaga lo. Berita itu kesebar pas gue lagi study campus."

"Lagipula bukan salah Kakak kok, ada yang diam-diam membututi kita waktu itu."

"Kok tau?" Nugroho terheran-heran sekaligus terkejut dengan jawaban Venti.

"Venti hanya bisa berasumsi, soalnya belum dapat bukti yang cukup. Tapi itu semua hanya feeling aja sih. Mm... oiya Kak kapan pemilihan ketua OSIS baru?"

Nugroho merasa jawaban Venti masuk akal. Dia tidak bisa menuduh orang sembarangan. "Setelah ujian akhir semester bakal ada musyawarah kandidat baru."

"Apa kelas 1 juga boleh ikut pencalonan ketua OSIS?"

"Sejauh ini gak ada larangan kelas 1 boleh nyalonin ketos dengan syarat tidak boleh solo. Harus ada calon wakil ketosnya," jelas Nugroho. "Lo mau nyalonin diri?"

"Enggak kok, Kak. Venti cuma nanya-nanya doang."

Setengah jam berlalu saat Venti dan Nugroho duduk berhadapan di perpustakaan tanpa ada yang membuka suara.

Gadis itu sibuk dengan buku-buku tebal dan catatan di samping kanan-kirinya sementara pandangan mata sang mantan ketua OSIS dua periode itu terfokus pada buku tebal latihan soal untuk masuk perguruan tinggi.

"VENTIIII!!! TOLONGINNN DONGG!"

Bola mata Venti langsung mencari sumber suara, di antara keheningan perpustakaan yang dingin dan damai suara cempreng nan melengking itu memantul ke sudut ruangan. Venti sudah menebaknya dia adalah Haera.

"Ah syukurlah! Ternyata kamu di perpustakaan toh!" Gadis dengan rambut blonde itu langsung duduk di samping Venti sembari mengatur napasnya yang berantakan.

"Jujurly tadi gue nyariin lo ke mana-mana!"

Venti lantas menatap Haera dan meletakkan jari telunjuknya di bibir. "Jangan berisik, ini perpustakaan. Meski gak ada orang kamu tetep patuhi aturan."

Impeded DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang