Bab 11: Memanusiakan Manusia

3 2 0
                                    

Author tidak pernah meragukan pembaca meski komentarnya aneh-aneh

.

.

.

You can't steel the light from one who carries galaxy of stars in their heart
—Ethan Prambudi

Begitu hasil pengumuman anggota OSIS telah dipamerkan di mading, mata Venti melebar ketika menemukan namanya di papan. Bola mata Venti memang terlihat bersinar-sinar tapi ia tak kegirangan seperti siswa lainnya yang berpartisipasi dalam organisasi ini hanya untuk bertemu Nugroho, mantan ketua OSIS sebagai objek penasihat oleh juniornya.

Venti sudah menduga ia akan seratus persen lolos dengan peluang satu banding satu mengingat dalam tes wawancara kala itu ia berhasil memenangkan debat dengan Nugroho.

"Ven? Kamu lolos seleksi ya?!" Suara Haera yang tiba-tiba muncul mengagetkan Venti. Gadis itu langsung memeluk erat sahabaatnya.

"Ra, aku Cuma lolos OSIS kok bukan SNBP atau dapet beasiswa ke Harvard." Venti mencoba melepas pelukan Haera yang nyaris membuat tulang rusuknya patah dan kehilangan oksigen.

Haera terkekeh, ia melepas pelukannya lalu menggaruk belakang kepala. "Tetep aja aku seneng dong! Konon katanya cuma siswa terpilih aja yang bakal masuk OSIS."

Venti menelengkan kepala. "Siswa terpilih? Maksudmu goodlooking sama good rekening?"

"Enggak juga tapi—" kata-kata Haera terputus mendengar Gita yang muncul secara tiba-tiba.

cewek itu memasang tatapan mencurigakan. Belakangan ini dia sedikit menjaga jarak dengan Venti pasti ada maunya nih Haera membatin.

"Venti! Haera! Pulang sekolah nanti kita main bareng yuk!" seru Gita.

Venti tersenyum manis. "Boleh aja tapi jangan sekarang, Kak Nugroho nyuruh anak OSIS baru buat kumpul nanti."

Mata Gita membulat ketika telinganya mendengar kata Nugroho. Dia tiba-tiba menjadi banyak bicara.

"O my God, kamu tau Mas Nug? Mantan ketos yang sampe sekarang digandrungi cewek-cewek itu? Aku ngefans banget loh sama Mas Nug! Kamu beruntung banget!"

"Ah masa sih?" ujar Venti dengan polos.

Haera berkacak pinggang lantaran memutar mata malas seakan jengah dengan omong kosong Gita yang hampir tak ada ujungnya. "Sebenernya lu suka sama siapa sih Git? Ethan atau Nugroho?"

"Apa sih Haera, kamu enggak suka liat temannya senang?"

"Hah? Sejak kapan lu jadi temen gua?" sinis Haera.

Venti yang melihat kedua temannya makin memanas langsung menengahi mereka. "Kalian berdua, udah jangan berisik di koridor. Berantemnya nanti aja pas pulang sekolah, oke?"

Haera tersadar jika ia tak punya banyak waktu untuk meladeni Gita. Ia kemudian menarik lengan Venti, mengajaknya pergi dari jangkauan Gita. "Ayo Ven kita pergi aja!"

Venti menyempatkan diri membelikkan tubuhnya, melambaikan tangan pada Gita yang sendirian dengan muka masam. "Dadah Gita, nanti main lagi ya!"

Haera dan Venti memilih duduk di bangku taman sekolah. Sejujurnya Haera sedikit cemas dengan hubungan Venti dan Ethan yang makin merenggang. Akhir-akhir ini Ethan tak terlalu menggodai Venti seperti awal mereka masuk sekolah.

Terkadang di waktu yang tak ditentukan raut wajah Ethan berubah menjadi menyeramkan. Gadis itu menghela napas ia ingin tahu lebih jelas apa yang terjadi dalam hubungan mereka. Sampai-sampai keduanya nyaris diambang kata asing.

Impeded DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang