Bab 1: Siapa Dia?

23 7 3
                                    

Author tidak pernah meragukan pembaca meski komentarnya aneh-aneh

.

.

.

I saw you in my dreams, I hold you a little tighter because I knew when I wake up you'd be gone —Ethan Prambudi

Jarum jam menunjukkan pukul 06.30 hari pertama sekolah Venti harus berlari mati-matian sambil menggigit selembar roti di mulutnya untuk mengejar kereta. Tatkala gadis itu tiba di stasiun, pintu kereta nyaris tertutup ia harus cepat-cepat men-scan tiket di pintu masuk, memasang kuda-kuda, dan berlari sprint layaknya atlet. Hampir saja Venti ketinggalan kereta.

Di sisi lain Venti terheran banyak bangku kosong yang mengisi gerbong. Perasaannya mulai menimbulkan curiga seakan ada yang mengganjal dalam benak gadis itu. Dia celingak-celinguk sembari melihat ponsel lipat yang tak terlepas dari tangannya. Sedetik kemudian barulah ia menemukan seorang security yang biasa berkeliling di setiap gerbong.

"Permisi Pak, keretanya berhenti ke stasiun ini ya?" tanya Venti sembari menunjukkan layar ponsel pada petugas keamanan.

"Loh Mbaknya salah naik kereta, ini jalannya ke selatan sedangkan stasiun yang Mbak tunjukkan tadi arah ke utara."

Sontak wajah Venti pucat pasi, lututnya seketika lemas seolah tak kuasa menahan berat badannya sendiri dengan berat hati gadis itu berkata, "Terima kasih ya Pak, saya turun di stasiun berikutnya saja."

"Mbaknya dari SMA Unggulan Terpadu Surabaya ya? Seragamnya kelihatan benget." Petugas keamanan mencoba menghibur Venti akan tetapi pertanyaannya sama sekali tak digubris oleh gadis malang itu.

Hancur sudah debut SMA-nya yang gemilang. Di hari pertama sekolah Venti sudah kacau balau manalagi ia ditunjuk sebagai perwakilan dalam acara pidato penyambutan murid baru.

Seharusnya ini merupakan hari paling dinantikan Venti, ia sudah membayangkan di jauh-jauh hari para siswa akan memandangnya dengan tatapan kagum dan berseri-seri. Kemudian ia menjadi terkenal seantreo sekolah serta punya banyak teman tapi musibahnya kini tak bisa dihindarkan.

Sesuai ucapannya tadi dia berhenti di stasiun berikutnya, dengan amat sangat terpaksa Venti menunggu kedatangan kereta selama lima belas menit dengan perasaan gundah. Dirinya tak bisa membayangkan bagaimana tanggapan para guru dan teman-temannya ketika tiba di aula nanti. Sungguh sial Venti hari ini.

Gadis itu dengan wajah kusut dan lemas tertidur di atas bangku panjang tepat di sebelah rel. Pandangannya mengarah ke depan sambil menunggu kereta berikutnya. Dalam kesunyian stasiun pikirannya perlahan-lahan mulai kosong.

Ia sudah kehilangan harapan di hari pertama sekolah. Hingga tak lama setelahnya tiba-tiba kepalanya terasa berat. Gadis itu mengira ia ketiduran dan terkena yang namanya ketindihan.

Alhasil dia memekik dan mengeluarkan suara yang keras, "Aduh! Sakit!"

Detik berikutnya Venti tersadar jika ia tak sedang mengalami sleep paralysis. Ia pun segera bangkit setelah beban di kepalanya menghilang.

"Hai cewek! Lagi nunggu kereta juga ya? Wih seragam kita samaan nih!"

Venti memandang orang di depannya dari atas sampai bawah. Seorang laki-laki dengan balutan jas biru serta celana kotak-kotak sama halnya seragam yang digunakan Venti kini. Melihat tatapan Venti yang tak biasa, laki-laki itu pun menggodanya.

"Kamu jatuh cinta pada pandangan pertama sama aku? Atau kamu mau jadi pacarku?"

Sontak Venti menggelengkan kepalanya. "Mana ada! Justru kamu tuh yang duduk di kepala orang sembarangan!"

Impeded DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang