Author tidak pernah meragukan pembaca meski komentarnya aneh-aneh
.
.
.
Everybody wants happiness, nobody wants pain but you can't have a rainbow without a little rain
—Ethan Prambudi
Sudah hari kelima Venti terbaring lemas di tempat tidur, panas di tubuhnya tak kunjung turun, tisu-tisu bekas berterbaran ke sana-ke mari bahkan tempat sampah di kamarnya penuh dengan ingus.
Ia meneguk obat bermacam-macam warna supaya dapat bersekolah kembali. Ia juga sudah bersumpah pada Pak Ari untuk tidak meninggalkan jam pelajaran lagi namun demam serta flu yang dideritanya tak urung jua usai.
Ia seakan menderita di atas tempat tidur. Venti hanya dapat membuka video game yang telah mencapai puncak cerita dan sesekali mencari informasi tambahan mengenai mata pelajaran yang tertinggal.
"Venti, buat tidur aja jangan main game mulu kamu."
Terdengar suara Bi Sarah dibalik kamar Venti. Namun gadis itu tak menghiraukan, kedua matanya tengah fokus menatap layar tabloid-nya yang menyajikan informasi menarik.
"Venti! Kamu dengar Bibi enggak sih?"
Mendadak pintu kamar Venti dibuka secara paksa mengakibatkan jantung gadis itu nyaris copot. Secara refleks Venti menyembunyikan tabnya di bawah selimut.
"Tumben Bibi pulang cepat?" ujar Venti terbata sembari menata detak jantungnya.
"Ini obatnya tadi Bibi bela-belain ijin buat ambil obat kamu."
Bi Sarah mengomel sambil meletakkan beberapa strip obat di laci sebelah Venti. Tak lupa Bi Sarah menyediakan sebotol besar air putih untuk dikonsumsi keponakan semata wayangnya.
"Maaf Bi tadi Venti belajar kok biar enggak ketinggalan sama teman-teman yang lain. Lagian Venti bosan buka tab mulu."
Bi Sarah mendesah sembari memunguti sampah di kamar Venti yang berserakan, ia mengomel lagi.
"Makanya kalau disuruh dokter opname itu nurut! Besok kalau badan kamu masih lemes harus opname! Bibi gak mau tahu!"
Mendengar kata rawat inap Venti langsung kehilangan gairah hidup, kepalanya tertunduk, lantaran ia menjawab lemas. "Iya Bi."
"Udah jangan sedih, tuh temen-temen kamu pada dateng semua."
Seketika Venti terkejut, "Eh?"
Usai memunguti tisu bekas di kamar Venti, Bi Sarah pamit keluar. "Bibi tinggal dulu ya, Ven. Maaf Bibi enggak bisa nemenin kamu seharian penuh. Jaga diri baik-baik."
Tak lama kemudian Haera masuk kamar Venti begitu saja lantaran langsung mengambil duduk di atas nakas Venti tepat di sampingnya.
"Gimana kabarnya Ven? Masih demam? Udah mendingan? Nih, kubawain catatan biar kamu engga ketinggalan pelajaran."
"Hai, Ra! Udah seminggu kita enggak ketemu makasih ya buat catatannya. Btw jangan dekat-dekat ih nanti nular."
"Alah gak masalah aku kangen main bareng loh! Udah lama kita enggak main, cepet sembuh ya!"
Venti membolak-balik buku catatan yang diberikan Haera. "Oh iya kamu dateng sendirian?"
Haera menggeleng kemudian ia menunjuk ke arah daun pintu di sana ada Kaamil, Fathur, dan Gita tengah menunggu di ambang pintu.
"Enggak, tuh ada mereka."
Venti menggaruk hidungnya yang gatal dan kemerahan lantas menyapa teman-temannya hangat. Gadis itu mengangkat sebelah alis hanya ada tiga orang di sana seakan ada yang kurang. Ia pun langsung bertanya pada Haera, "Anu—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Impeded Dream
Roman pour AdolescentsShe is a flower growing on the surface of moon. Unique and mysterious, her beauty is precious lovely gift on canvas of moon. -Weird Guy Who Loves Science Merangkap jadi siswi teladan sekaligus wibu akut adalah dua hal yang sulit bagi Venti. Terutama...