Bab 4: Asisten Laboratorium

12 5 2
                                    

Author tidak pernah meragukan pembaca meski komentarnya aneh-aneh

.

.

.

Menjadikanmu asisten laboratorium adalah jalan pintas untuk mendekatimu 

—Ethan Prambudi

Tatkala gadis itu memasuki kelas, dirinya langsung disambut oleh Gita teman barunya. "Ventii! Kemarin kamu ke mana aja? Jam pertama enggak ada pas istirahat aku cariin juga enggak ada!"

Gita memeluk erat Venti dari belakang. Sampai-sampai gadis itu tak bisa bernapas. "Git, le-lepas aku g-gak b-bisa napas."

"Abisnya aku khawatir ama kamu takutnya kenapa-napa." Gita melepaskan pelukannya.

Venti hanya membalas dengan seutas senyum. Sesaat kemudian siku seseorang bertengger di pundak Venti. Membuat gadis itu sedikit keberatan. Ketika ia ingin tahu pelakunya ternyata cowok aneh maniak sains siapa lagi kalau bukan Ethan. Anehnya kini Ethan tak mengenakan jas lab dan kacamata goggle yang biasa menjadi seragam barunya.

Ternyata cowok aneh itu bisa berpakaian normal juga. Venti membatin.

"Ke lab sekarang," bisik Ethan.

"Jam pertama kan waktunya Pak Ari, lu gak takut kena hukum lagi?" Venti menolak.

"Ck halah orang itu mah ezz gue udah lewat sarjana sains lagian kemarin gue chat kenapa ga dibales?" Ethan berdecak sebal.


"Masa sih?" Venti mengeluarkan ponsel lipat dari saku blazernya. Ia membuka ruang obrolan, jarinya berhenti di salah satu nomor yang tak dikenal.

"Oh." Hanya itu yang keluar dari mulut Venti lantaran ia menutup kembali ponsel lipatnya tanpa menyimpan nomor Ethan. Di lain sisi Gita bersedekap dada, memutar mata, dan mendengus sebal seakan tak tahan melihat kedekatan Ethan dan Venti.

Suara bel menandakan jam pertama berdentang. Semua murid kembali ke tempat duduk masing-masing meski begitu suasana kelas masih ramai. Hingga kedatangan Pak Ari melenyapkan obrolan mereka, berlanjut hening seketika. Para murid berdiri sejenak kemudian mengucap salam serentak. "Selamat pagi, Pak!"

***

Tangan Venti langsung ditarik Ethan begitu bel mendandakan jam istirahat berbunyi. "Ke lab sekarang!"

Venti melepaskan tarikan Ethan dengan kasar. Cowok aneh itu sempat terserentak sejenak. Baru pertama kali Venti bersikap kasar padanya. "Aduh sakit! Jangan main tarik-tarik napa! Gue mau makan dulu bre!"

"Ventiiii ayo sini makan bareng!" panggil Gita yang sudah duduk di sebelah cewek berambut blonde.

"Tuh si Gita ngajakin gue makan!" tunjuk Venti.

Ethan melirik Gita sekilas lantaran cowok itu berjalan menuju meja yang sudah tertata rapi membentuk persegi panjang. "Gue ikutan boleh enggak?"

"Boleh banget dong sok atuh!" suruh teman laki-lakinya.

Tanpa basa-basi Ethan mengambil duduk tepat di depan Venti. Di sebelahnya gadis berambut blonde itu terlihat anggun nan menawan proporsi tubuhnya langsing dan berkelok seperti seorang model. Venti takjub begitu melihatnya. Di antara candaan teman-temannya Venti membuka kotak bekal yang berisi tiga buah nasi kepal dan beberapa sayur.

Bekal yang Venti makan siang ini merupakan masakannya sendiri. Tadi pagi sekali Venti mendapat catatan kaki dari Bi Sarah untuk jangan terlalu sering makan makanan di superamarket. Alhasil Bi Sarah membeli beberapa bahan makanan sederhana untuk Venti olah sendiri seperti ayam, frozen food, dan beberapa sayur mayur.

Impeded DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang