Bab 3: Senar Gitar

11 5 1
                                    

Author tidak pernah meragukan pembaca meski komentarnya aneh-aneh

.

.

.

Under moonlit skies we dance, wishpering secrets in a trance. Our souls enterwined forever true, in this love I find my cue 

—Ethan Prambudi

Venti tiba di rumahnya pukul 5.30 sore. Ada banyak hal yang harus ia ketahui di sekolah unggulan itu termasuk kapan OSIS merekrut anggota baru. Gadis itu sungguh-sungguh akan bergabung ke OSIS.

Sebelum pulang ia mencatat semua peraturan yang berlaku. Hingga tak terasa langit semakin berwarna jingga. Tapi gadis itu begitu menyukai lingkungan baru terutama saat Bibinya menyambut hangat kedatangan Venti.

"Gimana hari pertamamu sekolah, Ven?"

Keduanya saling berbagi cerita di meja makan. Wajah gadis itu dipenuhi dengan senyum tanpa keluh kesah terutama saat ia nyaris tertimpa kesialan. "Ya gitu deh Bi walau sempet salah naik kereta tapi seru sih! Venti juga dapet temen kok."

"Loh bukannya Bibi sudah kasih petanya ya? Apa kurang detail? Tapi ya memang suasana pagi hari kayak gitu apalagi jam kerja."

"Bener banget Bi rame poll! Sampe desak-desakan."

"Ya gimana ya transportasi di negara kita ini harusnya diperluas. Biar semua orang bisa merasakan kenikmatan. Kalau gitu Bibi Sara siapin makan malam kesukaan kamu sebagai hadiah, debut pertama sekolah lancar kan?"

"Lancar jaya dong Bi! Venti kan masuk ke sana karena beasiswa!" Walau tadi sempet mimisan terus pingsan sih hehehe. Batin Venti.

Venti menyembunyikan cerita sebenarnya tentang pertemuannya dengan cowok aneh, pingsan, dan sempat mimisan setelah sesi pembacaan pidato pada Bibi Sarah. Ia takut apabila keluh kesahnya itu akan menjadi beban pikiran bagi orang yang menampungnya ini.

"Oh iya Ven, besok makan malam beli di supermarket aja ya Bibi ada lembur sampe larut. Kalau mau tidur jangan lupa pintu sama jendela dikunci. Jangan begadang sesibuk apapun kamu. Main game boleh tapi jangan lupa waktu kalau sakit nanti Bibi yang repot. Oh iya satu hal lagi besok kamu wajib minum jus! Bi Sarah enggak bisa bikin sayur buat bekal kamu di sekolah."

"Siap bos! Tenang aja semua beres kalau sama Venti."

Begitulah sifat Bibi Sarah kepada keponakannya. Meski di umur menginjak kepala tiga masih single entah mengapa Venti merasakan jiwa keibuan muncul dari Bibi Sarah. Kharismanya mengatakan kalau dia sudah siap menerima pasangan dalam hidupnya.

Di lain sisi Bibi Sarah berat hati jika meninggalkan jabatannya sebagai menejer di sebuah perusahaan. Bibi Sarah beegitu mencintai pekerjaan yang susah payah ia dapatkan tanpa jalur orang dalam.

Esoknya Venti sengaja bangun lebih pagi, bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Sebelum meninggalkan rumah ia berinisiatif untuk mengambil air minum di dapur. Ia terkejut ketika sekotak susu dan sereal berjejer rapi di sebelah mangkuk juga terdapat catatan kaki bertuliskan.

"Venti keponakan Bibi yang cantik, maafin Bibi enggak bisa buat sarapan buat kamu. Mungkin sereal ini bisa mengganjal perut kamu sebelum berangkat ke sekolah. Hati-hati di jalan jangan lupa beli makan nanti di kantin sekolah. Salam Bibi Sarah."

"Bibi kalau repot ya udah tinggalin aja Venti bisa kok jaga diri," monolog Venti usai membaca catatan kaki dari Bi Sarah.

Venti memakan sarapannya sambil membaca buku. Setelah itu ia membereskan peralatan makannya, mencuci piring, kemudian meletakkan sekotak susu dan sereal di lemari es. Ia melihat arloji yang melingkar di tangannya.

Impeded DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang