4

1.1K 53 2
                                    

"Ron, ini cara ngerjainnya gimana?"
"Kalo yang ini rumusnya pakai yang phytagoras gak sih?"
"Ron, lu yang hitung gue yang nulis ya"
"Ron, kok diam aja sih?"

Ron memutar matanya mendengar celotehan Sal yang terdengar sangat berisik ditelinganya. Keduanya sedang kebagian satu kelompok untuk menyelesaikan tugas matematika. Sebenarnya ini soal gampang. Tapi adanya Sal membuatnya jadi rumit. Sumpah, Ron pengen banget ngelempar Sal ke ujung andromeda sekarang ini.

"Lu bisa nggak sih diam dulu. Bawel banget! Gue lagi mikir!" Ketus Ron membuat Sal terdiam. Gadis itu menatap wajah Ron sekilas, lalu buru-buru mengalihkan pandangannya ke buku soal.

"judes bener", ucap Sal pelan.
"lo yang cerewet", sahut Ron yang ternyata mendengar ucapan Sal.

Ron menghela nafas. Lalu mulai menuliskan rumus di lembar jawaban. Sal hanya memperhatikan dari samping. Tidak bersuara. Takut Ron ngomel lagi.

"Jadi ini caranya dikalikan, lalu dibagi dengan yang ini, hasilnya akan dapat nilai x, Salmina yang cantik..."

"Ngerti nggak lo?", tanya Ron tiba-tiba menatap wajah Sal yang ada di sampingnya.
Sal menggeleng dengan polosnya. Bagaimana ia bisa mengerti, dijelaskan saja tidak. Sedari tadi Ron hanya menulis dalam diam.

"Lo aja gak ada ngomong apapun", sahut Sal.

Puk! Ron memukul pelan kepala Sal dengan buku tulis miliknya. Wajah gadis itu perlahan memerah. Tapi buru-buru Sal menetralkan raut mukanya.

"Gue lupa, ternyata gue ngomong dalam hati", sahut Ron. Untung saja batinnya.

Sal menoyor bahu Ron. Bisa-bisanya cowok ini ngomong dalam hati, padahal Sal udah nungguin penjelasan dari dia.

"terus aja Sal, terus aniaya gue", ucap Ron dengan suara seret saat Sal mulai memukuli bahu Ron dengan tinju-tinju kecilnya.

"lo bikin gue sebel, tau!" kata Sal membela diri.
"lo ngomongin diri sendiri?", sindir Ron. Pasalnya Ron yang sering banget dibikin gedek sama mood Sal yang suka diluar BMKG. Kadang baik, kadang bikin ngajak perang mahabarata.

Ron menangkap pergelangan tangan Sal yang kembali ingin meninjunya. Kedua remaja tanggung itu terdiam saling tatap-tatapan.
"diem", tegas Ron membuat nyali Sal sedikit menciut. Pasalnya cowok itu sudah mengeluarkan suara dan tatapan dinginnya.

Sal melirik ke depan, Bu Tiar, guru matematika mereka sedang sibuk dengan diktatnya. Sal menurunkan tangannya yang masih dalam genggaman Ron. Sal tidak ingin membuat keributan di kelas, apalagi guru mereka terkenal dengan disiplinnya.

"dengerin gue!", perintah Ron tanpa bisa dibantah. Cowok itu pun menjelaskan kembali rumus yang barusan ia tulis pada Sal tanpa melepas genggaman tangannya. Mau tak mau Sal pun memperhatikan penjelasan Ron dengan seksama. Takut cowok itu mode kulkas geter. Nanti malah meledak lagi.
***

Bel istirahat baru saja berbunyi. Sebagian siswa kelas 11 IPA 1 langsung berhamburan menuju kantin. Begitu juga dengan Nebula, Nova, dan Cela. Mereka tak lupa mengajak Sal yang masih mengobrak abrik isi tasnya.

"Yuk Sal, ke kantin", kata Cela.
"Kalian duluan aja ya", sahut Sal masih fokus dengan tasnya.
"Loh kenapa kau?" Tanya Nova heran. Mereka berhenti sejenak menunggu Sal.
"Lagi nyari dompet, duluan aja nanti kursinya penuh"
"Mau gue pesenin duluan gak?", tanya Nebula.
"Gak usah La, ntar gue pesen sendiri aja"
"Yaudah kalo gitu kita duluan, nanti bangku lo kita jagain"

Sal mengacungkan jempolnya pada ketiga sahabatnya. Mereka adalah teman paling perhatian meskipun baru satu bulan berteman dengan Sal sejak kepindahannya ke sekolah ini.

Di kantin, meja tempat biasa mereka makan sudah diisi oleh para cowok. Ada Val, Ron, Nathaniel yang lagi mabar game. Sedang Devan sedang antre di stan mie ayam.

"Loh, kok cuma bertiga? Sal mana?" Tanya Val disela-sela fokusnya dengan game. Val melirik sekilas pada Nebula yang hari ini rambutnya dikepang dua.

"Masih di kelas, lagi nyari dompet dia", sahut Nova sambil duduk di samping Niel. Sedangkan Nebula dan Cela setelah meletakkan air mineral, kembali antre di stan nasi goreng.

Ron menghentikan permainannya. Lalu berjalan meninggalkan meja.
"Woy Ron, mau kemana lo? Belum selesai nih kita", teriak Val.
"Toilet"
"Anjir sih Ron kata gue teh", umpat Niel.
***

"Selama gue jadi ketua kelas, gue punya aturan, gak ada yang boleh istirahat dalam kelas"

Sal terkejut mendengar suara yang menegurnya. Dia memang masih berada dalam kelas. Dompetnya ketinggalan lagi. Jadi Sal memutuskan untuk menahan laparnya sampai jam pulang sekolah dan memilih tidur.

"Kenapa?", tanya Sal polos. Dia belum sepenuhnya sadar dari tidurnya.
"Lo mau ketuduhan maling kalo ada barang yang hilang?"
"Tapi gue gak ngapa-ngapain, Njirr!"
"Ya mana gue tau, buruan keluar!"
"Lo nuduh gue maling?"
"Dimana kata-kata gue yang nuduh lo?"
"Sumpah lo ngeselin banget sih, Ron!"

Iya, pemilik suara di awal tadi adalah Ron. Dia sengaja menyusul Sal ke kelas untuk mengecek keadaan gadis itu. Bukan, ini tidak seperti yang kalian pikirkan. Ron hanya menjalankan tugas sebagai ketua kelas saja.

Sal sudah akan berdiri dari bangkunya, tapi bahunya ditahan oleh Ron agar duduk lagi. Lalu cowok itu meletakkan sebungkus roti dan air mineral dingin di atas meja Sal.

"Buat gue?"
"Iya"
"Tumben lo, Ron"
"biasa aja sih, Sal"
Ron duduk di samping Sal. Menunggui gadis itu melahap rotinya.
"Lo ngapain di sini? Gak makan di kantin?" tanya Sal menatap Ron. Ron menggeleng.
"Biar ada alibi, kalo-kalo lo dituduh, gue jadi saksinya", sahut Ron.
"Anjir, masih dibahas", kata Sal sambil tertawa.
"Ron"
"Hmmm"
"Aaaaa"

Sal menyuapkan sepotong roti ke mulut Ron. Ron nampak kaget namun tetap diterimanya suapan dari Sal. Keduanya saling tatap sejenak. Lalu sama-sama membuang muka ke arah yang berlawanan.

"Sorry Ron, gue reflek. Soalnya lo belum makan tapi ngasih gue roti", jelas Sal menutupi kesaltingannya.
"Ya, gapapa", sahut Ron sambil terus mengunyah. Hatinya mulai jedag jedug.
"Mau lagi?" Tanya Sal menyodorkan rotinya.
Ron menggeleng. Sudah cukup sekali, jangan ditambah lagi, batinnya.

"Buat lo aja" katanya. "Lain kali dompet lo dicantolin ke leher deh, biar nggak hilang-hilangan mulu", keluh Ron. Tentu saja saran itu dia lontarkan dengan serius.

"Ya maaf, namanya juga lupa", ujar Sal dengan tampang tak berdosanya.
"dasar nenek-nenek pikun", celetuk Ron.
"mulut lo berdosa banget sih, Ron!", balas Sal tidak terima dibilang nenek-nenek. padahal emang iya sih bawelnya kayak nenek-nenek.

Ron hanya mengangkat bahu, tanpa rasa bersalah. "balik sekolah pake apa?"
"pake ojek online paling", jawab Sal sambil menghabiskan suapan roti terakhirnya.

"oh oke", ujar Ron bingung ingin menyahut apa.
"kepo banget sih lo", ujar Sal. Ron hanya menatapnya diam. Malas menanggapi ucapan asbun Sal.
***

Nebula dan Nova menyetop motor Ron yang baru saja keluar dari parkiran sekolah.
"stop Ron, kita perlu bantuan lo!", kata Nebula.
"ada apa sih, La?" tanya Ron mematikan mesin motornya, lalu membawanya kepinggir.
"Lala kan pengen nyobain steik di kafe baru yang ada di GI, cuma nggak cukup orang, harus 8 orang biar dapet diskon", jelas Nebula yang membahasakan dirinya Lala di depan Ron.
"nah, kita mau ngajak lo kesana!", sambung Nova.
"Gue nggak suka steik, La, Va", ujar Ron membuat wajah Lala langsung muram seketika.
"Tapi makanan lain ada?" tanya Ron.
"ada!! nggak harus makan steik juga kan La?", kali ini Nova yang antusias. Pasalnya dia kasian melihat wajah murung Lala yang udah kepengen banget makan steik.
Lala mengangguk. Matanya seketika berbinar. akhirnya lengkap delapan orang, dia bakal dapat voucher diskonnya.
"bentar La, delapan orang itu siapa aja?", tanya Ron hati-hati.
"ya teman-teman kita lah, tapi lo nyusulin Val dulu ya ke billiard tempat biasa, Cela sama Devan juga di sana", kata Nova.
Ron mengangguk paham. dia kembali menaiki motornya. "yaudah gue nyusul Val dulu ya", pamitnya pada dua sohib ceweknya.
"hati-hati ya Ron, ntar kita nyusul", ujar Lala dan Nova. keduanya cekikikan sambil ber toss ria sepeninggal Ron.

DUTA GENGSI JATUH CINTA ✨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang