11

1.5K 83 6
                                    

"SALLL!!!!"

Ron menangkap tubuh Sal sebelum ambruk ke lantai. Gadis itu ternyata sedang mimisan. Melihat itu, Ron segera menyeka darah yang terus mengalir dari hidung Sal dengan punggung tangannya. Ia juga berusaha membopong Sal agar bisa membawanya ke UKS.

Val yang melihat Ron sedang berusaha mengangkat tubuh Sal juga berlari menghampiri. Membantu Ron membawa Sal dengan panik.

"Gila, kok jadi babak belur gini sih?" tanya Val saat melihat memar di wajah Sal.

"Gue juga gak tau, gue mau ke kelas pas lihat dia tiba-tiba pingsan", jelas Ron.

Keduanya merebahkan Sal ke atas ranjang UKS. Ron mengambil tisu untuk menghentikan mimisan Sal sementara Val menelpon Lala agar segera mendatangi mereka.

"Petugas UKS mana sih ah!", keluh Ron sambal melempar tisu bernoda darah ke bak sampah di ujung ruangan.

"Sal, sadar Sal", ujar Ron lirih sambal memandangi wajah Sal membuat Val melirik sekilas kearah sahabatnya itu.

Suara berisik di pintu mengalihkan perhatian Ron dan Val. Ada Lala, Nova dan Cela yang beriringan masuk ruangan UKS. Ketiganya menampakkan wajah khawatir.

"Ih, kok bisa jadi gini sih?", Lala menunjuk pipi Sal yang memar. Val hanya menggeleng sambal mengelus pelan bahu Lala, bermaksud menenangkan gadis itu.

"Kayak habis dibogem gak sih, guys?", spekulasi Nova sambal membaui Sal dengan minyak kayu putih. Sedangkan Cela membuat teh hangat dari air dispenser yang ada di ruangan itu.

Ron yang mendengar ucapan Nova seketika menyelidik kearah pipi Sal yang memang berwarna merah keunguan. Hatinya tiba-tiba saja panas. Siapa yang bogem Salmina? Berantem sama siapa dia? Perasaan musuhnya cuman Ron seorang.

"Bawa ke rumah sakit aja yuk", usul Lala yang masih khawatir.

"Gimana Ron?" tanya Val.

Ron mengangguk. "Biar gue yang gendong dia, lo siapin mobil aja Val"

Ron pun kembali menggendong Sal menuju mobil Val diiringi oleh trio cantik dibelakangnya.

***

Bas menatap layar monitor yang menampilkan rekaman CCTV pada hari ini. Ada beberapa titik sekolah yang memang diawasi kamera pemantau untuk alasan keamanan.

Bayangan wajah adiknya terlintas. Bas merasa sedikit tidak nyaman ketika mengingat sorot mata memohon dari Sal yang tengah menahan kesakitan. Tapi dia juga enggan menghampiri dan tidak ingin membuat gadis itu berpikir bahwa Bas sudah memaafkannya.

Tatapannya kini tertuju pada layar yang menampilkan rekaman ke arah toilet siswa dekat tempat mereka bertemu tadi. Bas yakin bahwa Sal keluar dari tempat itu, karena dia sempat melihat rok Sal yang basah di beberapa bagian.

Di monitor, menampilkan tiga orang siswai yang masuk toilet setelah Sal. 10 menit kemudian, ketiganya keluar sambil tertawa terbahak. tidak berselang lama, disusul oleh Sal yang berjalan tertatih.

Bas menzoom layar monitornya. Merekam wajah ketiga siswi itu lalu mengirimnya pada guru BK.

Panggil mereka bertiga besok, saya mau bicara!

***

Riana setengah berlari di lorong rumah sakit Pelita Husada setelah Ron mengabari bahwa ia dan teman-temannya sedak merujuk Sal ke sana. Ada rasa khawatir melanda hatinya mengingat keadaan anak sahabatnya itu.

"Ron! My Sweetheart", panggil Riana saat melihat putranya berdiri di depan ruangan IGD.

Val, Niel, dan Devan tersenyum kecil saat mendengar Ron dipanggil dengan sebutan manis seperti itu. Sedangkan Ron, jangan ditanya, mukanya sudah ditekuk apalagi ketiga trio cewek udah cengegesan meledeknya.

"Gimana keadaan Sal?" tanya Riana setelah berhasil menghampiri para remaja tanggung itu. Mereka pun bergantian menyalami mamahnya Ron.

"Udah siuman, lagi diobatin", sahut Ron jutek. Sepatuh kesal karena mamahnya, separuh lagi demi menutupi gengsinya. Dia kan Ron si manusia beku.

"Kaku bener kayak kanebo kering. Padahal tadi jadi si paling khawatir", sindir Nova.

"Biarin aja lah Nov, kan emang gitu, yang penting dia nggak ganggu ternak warga", timpal Niel yang kini ditatap tajam oleh Ron.

Riana mengelus punggung anaknya sambal tersenyum mendengar celetukan para remaja itu. "Yaudah kita tunggu sama-sama, ya".

***

Sal membuka matanya perlahan. Tubuhnya masih terasa sakit, namun pusingnya sudah hilang. Tangan kirinya kini terpasang infus. Sal menoleh ke sekitarnya. Ternyata ia sedang berada di rumah sakit.

Tanpa terasa bulir airmata melelh membasahi pipi Sal. Ia teringat Bas, kakak laki-laki yang dulu hangat meski jarak usia mereka yang terbilang jauh, kini sudah menjadi asing baginya. Mungkin laki-laki itu belum bisa memaafkannya. Tapi kenapa Bas memindahkan sekolahnya jika memang tidak ingin berinteraksi dengannya? Pikiran Sal melantur kemana-mana.

"Nak, kenapa nangis?"

Sal menoleh kesumber suara. Ternyata Tante Riana yang menanyainya.

"Tante kok ada disini?"
"Iya, tante tadi ditelpon Ron, katanya kamu pingsan", jelas Riana sambal mengelus kepala Sal. Dia sudah menganggap Sal sebagai anaknya sendiri sejak dulu.

"Kamu kenapa, Sal? Kamu dibully?" tanya Riana lagi, mengingat Sal merupakan siswa baru di sekolah.

Sal menggeleng pelan. "Aku diserang ceweknya Ron, tante", ujar Sal jujur. Toh nggak ada gunanya dia nutup-nutupin, dia juga bukan tokoh film yang suka tertindas itu.

Sal pun menceritakan kronologinya. Dia tidak bermaksud mengadu atau mencari perhatian mamahnya Ron. Lebih baik dia berkata yang sebenarnya daripada dibiarkan, kemungkinan besar Allysa cs tidak akan mendapatkan efek jera dari perbuatannya.

Riana ternganga mendengar cerita Sal. Dia tidak menyangka remaja sekarang sudah bisa bertindak di luar batas kemanusiaan. Padahal mereka masih sangat belia. Masih belasan tahun. Apalagi didasari oleh hal yang sebenarnya terlihat sepele.

"Siapa orang yang nyerang lo?!" tiba-tiba Ron muncul dengan kantong plastik berisi obat di tangannya. Dia habis dari apotek menebus resep untuk Sal. Teman-temannya sudah berpamitan pulang. Sudah sore, mereka hanya menitip salam untuk Sal jika gadis itu sudah siuman.

"Cewek gila lo!", sahut Sal dengan jengkel.

"Cewek gue? Gak ada!"

"Katanya dia calon pacar lo!"

"Siapa sih? Coba ngomong yang jelas!"

"Allysa"

Wait, Allysa yang mana nih? Ron nggak kenal.

"Cewek yang ngasih lo air minum tadi", terang Sal akhirnya. Ron hanya membulatkan mulutnya. Sudah mengerti kemana arah maksud perkataan Sal.

"Tanggung jawab kamu Ron, gara-gara kamu sih tebar pesona kemana-mana, Sal kan jadinya yang kena batunya", ujar Riana tiba-tiba.

"Kok jadi Ron yang salah sih Mah, Mamah dong harusnya", kilah Ron tidak terima.

"Lah kok jadi mamah? Gimana sih kamu ini?!"

"Karena mamah yang udah ngelahirin Ron yang ganteng ini, jadi bukan salah Ron dong kalo banyak yang naksir", sahut Ron dengan muka tengil.

Sal tertawa mendengar perdebatan ibu dan anak itu. Ternyata Ron tidak beku-beku amat seperti yang disangkanya selama ini. Buktinya ia bisa secair itu bercanda dengan mamahnya. Sisi lain Ron yang Sal baru tau hari ini.

"Lo harus tanggung jawab, Ron!"

"Lah, kenapa gue?"

"Ya kan gara-gara cegil lo, gue jadi babak belur gini!"

Ron menoleh pada mamahnya. "Mah, Sal mau Ron tanggung jawab nih, emangnya mamah mau ngerestuin Ron nikah sama Sal?"

Pluk, satu bantal mendarat di kepala Ron.

"Jangan gila lo ya!!!", seru Sal yang kemudian disambung dengan tawa oleh ketiganya.

***

Hai crushreaders, makasih ya udah setia baca karyaku. Buat yang vote dan komentarin, thanks a lot. Kalian nambah semangat aku. Love you all.

DUTA GENGSI JATUH CINTA ✨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang