7

1.1K 62 0
                                    

Lapangan voly dipenuhi siswa kelas 11 yang asyik bermain bola. Mata pelajaran olahraga hari ini adalah praktek voly. Siswa dan siswi dipisah menjadi dua kelompok.

Di kumpulan kelompok siswi, Lala dan Sal melakukan pemanasan tipis-tipis sebelum praktek. Keduanya berdiri di sudut lapangan sambil sesekali bercanda. Tidak lama Nova dan Cela bergabung dengan mereka, menambah ramai celotehan para gadis itu.

"Awaaaasssss!!"
Suara teriakan menggema. Keempat gadis itu serentak menoleh, dan bugh! Bola voly itu sukses mengenai kepala Sal.

Sal mengambil bola voly yang menimpuknya barusan. Lalu berkacak pinggang sambil menatap tajam ke arah kelompok siswa.

"Siapa yang lempar! Ngaku nggak kalian!", seru Sal. Mukanya merah padam. Dia marah karena teman-temannya tidak hati-hati. Meskipun tidak disengaja tapi hal ini cukup berbahaya. Syukur yang kena dirinya, bukan Lala, Nova, atau bahkan Cela yang mungkin bisa langsung pingsan.

"Gue yang lempar, kenapa?!"

Sal menatap cowok itu. Ternyata si ketua kelas. Ron, si cowok jutek nyebelin. Buktinya, sekarang ini saja dia tidak merasa bersalah, malah balik nyolot.

"Gak bisa ya lo hati-hati?!" Sal kesal. Cowok ini bukannya minta maaf malah lempeng aja mukanya. Apalagi kejadian semalam masih membuat hatinya kesal.

"Gak bisa ya lo biasa aja?", balas Ron sambil berkacak pinggang.

Keduanya bertatapan tajam. Tidak ada yang mengalah. Tidak ada yang mau minta maaf. Teman-temannya mendadak tegang.

Sal mengatur nafasnya. Mencoba menetralkan emosinya. Dia tidak ingin bertengkar, apalagi dengan Ron. Rasa panas tiba-tiba menjalari pangkal hidungnya. Ada cairan hangat mengalir di hidungnya. Sal menyapu dengan punggung tangannya. Sal menatap warna merah kental yang kini ada di tangannya. Gadis itu buru-buru berlari meninggalkan lapangan, membiarkan semua orang menatapnya heran.
***

Pluk! Sebuah handuk kecil mendarat di kepala Sal.

"Pake itu buat hentiin darah lo!", perintah Ron masih dengan nada juteknya.

Sal masih berkutat dengan keran wastafel yang mengalirkan air. Membiarkan handuk kecil itu tetap bertengger di kepalanya. Dia tidak mempedulikan keberadaan Ron. Sal masih marah dengan Ron, si manusia beku. Bukannya minta maaf malah nyolot. Tapi kalo di ingat-ingat, dia juga sering begitu pada Ron. Bahkan tidak pernah bilang terimakasih pula.

Darahnya terus mengalir dari dalam hidung. Sal terus menyeka dengan lengan kaos olahraganya. Ron yang melihat itu jadi gregetan. Diraihnya kembali handuk kecil di atas kepala Sal. Perlahan diarahkannya ke wajah gadis itu.

Ron menyeka darah mimisan Sal dengan telaten. Sudah 10 menit tapi darah itu belum juga berhenti. Ron memijit pangkal hidung Sal perlahan.

"Pusing gak kepala lo?" tanya Ron.
Sal menggeleng. Sebenarnya kondisi ini sudah sering ia alami dulu semasa kecil. Jadi Sal sudah terbiasa. Syarafnya memang agak sensitif, tapi tidak terlalu berbahaya.

Ron menarik Sal agar duduk di kursi dekat wastafel. Tangannya masih menekan pelan ditempat darah yang terus keluar. Khawatirnya tiba-tiba saja muncul. Semua ini karena ulahnya. Andai dia lebih hati-hati tadi.

"Sal.."
"Apaa", sahut Sal sedikit bindeng karena hidungnya tertutup handuk.
"Gak, cuma mastiin lo masih hidup"
Plak! Sal menggeplak bahu Ron tanpa ampun.
"Sialan lo!"

Salma beranjak menuju toilet, sebelum masuk, dia mengacungkan jari tengahnya pada Ron. Jangan harap Sal akan memaafkan cowok itu begitu saja.
***

"Astaga Sal!! Kenapa baju kamu berdarah gitu?", teriak Rena dari balik pintu.

Sal cuma diam sambil menerobos masuk ke dalam. Dihempaskannya ransel ke atas sofa.

"Kamu kenapa? Ini belum jam pulang sekolah kan?" Tanya Rena lagi sambil memperhatikan jam dinding.

"Sal nggak papa kok, Kak Ren. Cuma mimisan habis olahraga, jadi ijin pulang cepat", jelas Sal.

Yup, sehabis dari toilet Sal ijin pulang duluan. Kepalanya mulai terasa pening meskipun mimisannya sudah berhenti. Lagipula mood Sal lagi tidak baik-baik saja. Entah kenapa dia kesal sekali dengan sikap Ron dari kemarin.

Sal memandang Rena yang kini sedang bersiap untuk berangkat ke kampus. Kakak sepupunya itu merupakan mahasiswi jurusan HI semester 5 di UI. Dia sedang menginap di apart Sal karena kangen sama Sal katanya.

"Masuk jam berapa kak?", tanya Sal sambil memperhatikan gerak gerik Rena.
"Jam 1", sahut gadis cantik itu sambil merapikan penampilannya.

Sekarang giliran Sal yang memandangi jam dinding yang tergantung di tembok seberangnya dengan wajah heran.

"Kenapa? Kamu mau ditemenin? Maaf ya Sal, aku udah janjian mau jalan bareng calon pacar", kata Rena sambil tertawa kecil. Dia tahu Sal bingung kenapa dia sudah akan berangkat sedangkan sekarang baru jam 10.

"Pacaran mulu! Aku aduin loh sama Tante Ros kalo anaknya sibuk nyari mantu buat beliau", ledek Sal. Tante Ros adalah adik kandung dari ayah Sal yang menetap di Jakarta.

"Bodo, ya udah lah ya, aku berangkat dulu"

Sal menatap kepergian Rena dalam diam. Dia merebahkan tubuhnya di sofa. Malas untuk masuk kamar dan mengganti pakaian. Matanya terpejam dan bersiap masuk ke alam mimpi, sampai tiba-tiba...

"SAALLLLL!!"

Anjir, ada apalagi sih? Kaget gue, batinnya.

"ADA YANG NYARIIN KAMU NIH!!!" , teriak Rena dari luar.
***

Sal menatap orang yang sudah mengganggu rencana tidur siangnya dengan pandangan sinis. Tangannya sudah tersilang di depan dada. Meneliti setiap gerak gerik orang yang juga sedang berdiri menatapnya.

"Mau ngapain lo kesini?!", tanyanya ketus.
"Mau minta pertanggungjawaban lo!", sahut orang itu tak kalah ketus.
Sal mengernyitkan alis. Apa-apaan nih orang. Gak ada angin gak ada hujan minta tanggung jawab.

"Jangan asal ya lo! Seharusnya gue yang minta tanggung jawab lo!", kata Sal sambil menunjuk-nunjuk oranh itu.
"Ckk, emang gue ngapain? Hamilin lo? Ogah banget"
"Gila mulut lo Ron! Cepatan lo mau apa kesini?"
"Oh gini cara lo nyambut tamu? Akhlakless banget", sahut Ron memancing huru-hara.

Mereka berdua masih berdiri di luar apart. Saling tatap-tatapan kesal.
"Gak boleh masuk. Gak ada orang di dalam. Kalo lo mau duduk, tuh duduk di sana!", kata Sal sambil menunjuk lorong apartnya. Padahal dulu dia sendiri yang mengijinkan Ron masuk ke apartnya.

Ron cuma memandangnya sinis. Dia mengeluarkan handuk kecil bernoda darah yang tadi dipakai untuk menghentikan mimisan Sal.

"Karena lo udah ngotorin handuk gue, jadi lo harus nyuciin sampe bersih!", perintahnya sambil menaruh handuk warna biru langit itu di pundak Sal. Lalu meraih tangan kanan Sal, menyelipkan sebuah paperbag kecil dalam genggamannya.

"Oke, gue pamit, cuci yang bersih ya bu!"
"Gue bukan ibu lo!"
"Emang, kan maksud gue 'babu', bukan ibu", sahut Ron sambil kabur dari hadapan Sal.
"RONNNNNN!!!!"
***

"Orang gila mana yang tiba-tiba muncul, malah nyuruh orang nyuci handuknya", gerutu Sal sambil mengucek handuk Ron di wastafel. Sal memeras handuk itu lalu menjemurnya di tempat biasa ia mengeringkan handuk mandinya.

Sal teringat paperbag kecil yang diberi Ron tadi. Penasaran dengan isinya, Sal perlahan membuka paperbag ungu berlogo bakery itu.

"Wah dessert box", ujarnya riang. Rezeki banget ini mah. Ada kertas menempel di atas tutupnya. Sal mengambil kertas itu dan membacanya.

KALO SAKIT BERLANJUT, HUBUNGI AKU!
RON.

Ck, alay! Sal pun segera mengambil hapenya dan mencari kontak cowok itu.

DUTA GENGSI JATUH CINTA ✨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang