9

1.1K 63 0
                                    

Siswa Kelas 11 IPA 1 siang ini sedang mengadakan rapat internal. Sebentar lagi perayaan HUT sekolah mereka. Seperti tahun-tahun sebelumnya, sekolah mengadakan beberapa lomba untuk mempererat rasa kebersamaan diantara siswanya. Semacam event classmeeting, tapi wajib diikuti seluruh kelas.

Ron berdiri di depan papan tulis. Menulis nama-nama yang sekiranya sesuai dengan kategori lomba yang ada. Sebagai ketua kelas, dia berkewajiban untuk memastikan setiap lomba akan diikuti oleh teman-temannya. Sebab, jika tidak ada perwakilan dalam salah satu lomba, maka kelas itu wajib membayar denda.

Jumlah denda memang tidak seberapa, itu pun juga akan digunakan untuk kepentingan lomba, tapi reputasi kelas yang akan jadi taruhannya. Alasan lain, tahun kemaren kelas mereka merupakan juara umum. Jadi Ron merasa harus mempertahankan gelar tersebut. Setidaknya saat ini, ketika dia yang menjadi ketua kelasnya.

"Oke, di sini udah ada daftar lombanya, sekarang kita runtut satu-satu, gue harap gak ada yang double biar fokus, yok yang mau ikut lomba angkat tangan ya", ujar Ron dengan suaranya yang kini terdengar berwibawa.

"Lomba masak, 3 orang"
Tiga siswi mengangkat tangannya. Ron dengan sigap mencatat nama-nama temannya di papan tulis.

"Lomba mading, 5 orang". Ada tim kelas yang mewakili.

"Oke next, lomba pidato 3 bahasa", lanjut Ron sambil melirik ke arah Sal.
"Apa lo?" Sergah Sal yang merasa dilirik Ron.
"Gak ada, yuk next siapa nih yang mau pidato" tawar Ron pada teman-temannya. 3 orang akhirnya mengajukan diri.

"Fashion show?"
"Gueeee", seru Nova sambil mengacungkan tangannya.
"Oke Nova, satu lagi, Lala ya?" Putus Ron diiringi anggukan Lala.

"Lomba futsal, KIR sama cerdas cermat udah ada timnya, lomba kebersihan kelas sama yel-yel itu pesertanya seluruh siswa kelas ya, jadi nanti kita bikin persiapan. Gue mau semua orang ikut partisipasi, rendyyy?!"

"Readyyyy", koor anak kelas 11 IPA 1 serentak.

"Satu lagi nih,, lomba teriak paling keras", kata Ron. Semua teman-temannya melongo. Baru kali ini mendengar ada lomba seperti itu.
"Sal, kayaknya lo deh yang pas buat lomba ini", kata Ron sambil senyum jahil.

Buk. Satu kotak pensil melayang tepat mengenai bahu Ron. Cowok itu meringis. Lumayan sakit.

"KDRT lo!" Katanya sambil menggenggam kotak pensil berwarna biru muda yang ternyata lumayan berat. Pantesan agak ngilu.
"KDRT pala lo peyang! Lo bukan laki gue!", sahut Sal yang langsung disoraki seluruh kelas.

"Spontannn", teriak Val yang sedari tadi memperhatikan perdebatan Ron dan Sal.

"Uhuyyyy", Niel menyahut tak kalah nyaringnya. membuat seisi kelas tertawa.

"Udah-udah, pokoknya fix lomba tadi Sal yang main, setuju gak teman-teman??" Tanya Ron pada seluruh kelas.

"Setujuuuu"

Sal hanya diam. Mukanya merah padam. Nebula mengelus pundak Sal untuk menyabari gadis itu.

"Terakhir, fyi, setelah ajang lomba usai, sekolah kita mengadakan camping ke puncak, semua yang ikut wajib dapat ijin dari orang tuanya. Surat ijinnya habis ini dibagiin oleh Niel"

Seluruh kelas kini gegap gempita mendengar kata camping. Kapan lagi mereka bisa healing dengan resmi. Kalo pergi sendiri belum pasti diijinin karena usia mereka yang masih di bawah dewasa.

"Kalo gak ada pertanyaan atau semacamnya, rapat gue tutup ya"
***

"Aaa.. duh, aduh, Sal"
"Ampun gak lo?!"
"Gak mau!"

Sal kembali menjewer telinga Ron. Keduanya masih berada di dalam kelas.

"Lo mau bikin gue malu?"
"Nggak Sal"
"Terus????", tanya Sal sambil memulas telinga Ron.

"Ya nggak ada. Emang lo kok yang cocok lomba itu", sahut Ron. Kepalanya udah berdenging akibat telinganya yang sakit dianiaya Sal.

"Lo bisa nyanyi lagu Rock kan? Nah maksud gue lomba teriak paling keras itu ya nyanyi Rock", jelas Ron sambil menatap mata Sal.

Sal melirik ke arah lain. Sedikit risih ditatap langsung dalam jarak dekat seperti ini. Tangannya melepaskan telinga Ron yang kini sudah merah.

"Lo tau darimana gue bisa nyanyi Rock?" Tanya Sal pelan.
"Ada deh, mau kan lo? Mau ya?"
"Kenapa gak lo aja? Kan timbre suara lo pas tuh"
"Gak bisa Sal, gue lomba futsal"

Sal akhirnya mengangguk. Setuju dengan permintaan Ron. Cowok itu tersenyum senang. Sal kaget dengan ekspresi Ron yang jarang terlihat itu. Keduanya duduk berhadapan. Sal menatap telinga Ron yang masih merah akibat ulahnya tadi. Tangannya terangkat mengelus telinga itu. Rasa bersalahnya terbit.

Ron terpaku saat tangan Sal mengelusnya dengan lembut. Dari jarak sedekat ini, Ron dapat menatap wajah Sal dengan leluasa. Sal cantik. Banget! Batin Ron.

BRAKKKK!!!

Suara pintu dihantam dengan keras mengagetkan keduanya.

"NGAPAIN KALIAN?! MESUM YA?!!!!"

Di depan pintu sudah ada Mang Arif, satpam sekolah, yang berdiri dengan pentungannya. Menatap tajam ke arah keduanya yang masih melongo kaget.

What the hell...

"Mah, ini gak seperti yang disangka Mang Arif. Ron sama Sal cuma bahas lomba aja", jelas Ron pada mamanya.

Keduanya kini sedang berada di dalam mobil usai mengantarkan Sal pulang ke apartmennya. Satu jam yang lalu, Riana terkejut mendapat telpon dari anaknya, juga penjelasan dari Mang Arif. Ia bergegas menjemput kedua anak yang terciduk itu, lalu meminta maaf kepada Mang Arif. Juga tidak lupa memberi sedikit tip agar Mang Arif tutup mulut. Soalnya gawat kalo jadi kasus dan naik ke guru BK.

"Ron my sweetheart, mamah percaya kok sama kamu. Tapi kamu juga salah, ngapain bahas lomba dalam kelas yang sepi kayak tadi? Kan banyak tempat rame, ke kafe misalnya"

"Ya itu gara-gara Sal yang tiba-tiba jewer telinga Ron, jadi kita gak keluar-keluar kelas deh", adu Ron sambil cemberut.

"Kenapa Sal jewer kamu? Pasti kamu nakal ya?"
"Nggak lah, Ron cuma bilang, Sal ikut lomba teriak paling keras, Sal nya marah gak terima. Padahal kan sebenarnya itu lomba nyanyi Rock", jelas Ron.

Riana terbahak mendengar penjelasan putra tunggalnya. Kocak memang. Dia juga akan marah kalo posisinya seperti Sal. Memang Ron ini 11-12 dengan suaminya. Suka guyon level tinggi.

"Ron, jangan suka bikin Sal marah-marah ya, kasian dia" kata Riana sambil mengelus tangan anaknya.
"Kenapa mah?"
"Dia itu sendirian. Nanti kalo dia nangis, nggak ada tempat ngadu", jelas Riana sedikit tersirat.

"Ingat gak waktu kita melayat ke pemakaman kedua orangtua Pak Bas waktu di Surabaya?" Tanya Riana lagi saat melihat wajah bingung Ron. Anaknya hanya mengangguk saat mendengar nama kepala sekolahnya disebut.

"Itu juga orangtuanya Sal, my sweetheart"

Ron tercengang. Jadi selama ini Sal adik kandungnya Pak Bas? Tapi kenapa keduanya seperti tidak kenal satu sama lain? Kenapa dia tidak melihat Sal di pemakaman saat itu?

"Tapi kenapa Pak Bas dan Sal gak akrab mah? Sal juga tinggal sendirian di apart"

"Karena gak semua orang bisa langsung berdamai dengan keadaan, Ron. Pak Bas baik, dia cuma belum bisa terima kalo Sal satu-satunya yang selamat setelah kecelakaan hebat itu"

Deg. Kecelakaan hebat?

"Jagain Sal ya Ron, dia anak sahabat mamah, kamu mau kan?"
Ron mengangguk mengiyakan permintaan mamahnya.

DUTA GENGSI JATUH CINTA ✨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang