24

131 25 3
                                    

Ren melangkah perlahan di antara pepohonan rindang, dentingan pedangnya menggema saat ia melatih gerakan-gerakan yang begitu akrab dalam ingatannya.
Tetesan keringat mengalir di dahinya, menandakan intensitas latihannya.

Dengan mata merah tajam seperti darah yang mencerminkan ketajaman dan kewaspadaan, Ren mengasah teknik pedang yang diwariskan keluarganya—sebuah seni yang membutuhkan ketenangan dan konsentrasi penuh.

Namun, ketenangan itu seketika buyar saat ia merasakan aura kuat mendekat.

Bayangan itu melintas di sudut matanya, dan sebelum Ren bisa bereaksi, angin kencang menyapu wajahnya, mengiringi ayunan pedang yang datang dari samping.

Ren menangkis dengan sigap, bunyi pedang beradu bergema keras, memecah kesunyian hutan.

“Sasuke...?” Ren terkejut melihat sosok yang familiar itu di hadapannya. Mata merahnya yang tajam menampilkan kewaspadaan.

“Sasuke, apa—” Ren tak sempat menyelesaikan kalimatnya, serangan lain sudah meluncur dengan cepat. Sasuke tidak memberinya waktu untuk berbicara, seolah yakin bahwa Ren adalah ancaman yang harus dihentikan.

“Kau pikir aku akan kembali begitu saja ke desa?!” teriak Sasuke, matanya bersinar merah dengan Sharingan yang aktif.

Ayunan pedangnya cepat dan mematikan, diiringi kilatan jutsu yang menambah tekanan serangannya.

Ren bertahan, mencoba mencari celah untuk berbicara. “Sasuke, tunggu! Aku di sini bukan untuk membawamu kembali!” seru Ren di antara desingan pedang dan letupan chakra.

Namun, Sasuke tetap menyerang, seolah tak mendengar.

Pertarungan mereka berlangsung sengit, pedang bertemu pedang, dan jutsu beradu jutsu.

Di sela-sela serangan, Ren berhasil melompat mundur, menciptakan jarak yang cukup untuk berbicara. Nafasnya memburu, namun tatapannya tetap tegas dan tajam.

“Aku hanya sedang latihan! Aku tidak ada urusan dengan desa atau denganmu!” suara Ren terdengar tegas, membuat Sasuke akhirnya terhenti.

Mata merah itu perlahan meredup, dan wajah Sasuke menampilkan sedikit keterkejutan, seolah baru menyadari kesalahannya.

Sasuke menurunkan pedangnya, nafasnya berat. “Ren...?” Kini, kesadaran muncul di matanya, mengenali teman lamanya yang selama ini ada di masa kecilnya sebelum semuanya berubah.

Ada sekejap keheningan di antara mereka, hanya suara angin yang berhembus melewati pepohonan. Ren berdiri dengan tegas, mata merahnya yang tajam menciptakan aura yang kuat.

Sasuke memandang Ren, perasaan campur aduk menyelimuti hatinya. Ternyata, di balik semua keraguan dan rasa takut, ada kerinduan yang mendalam terhadap sosok yang dulu selalu bersamanya.

Sasuke menatap Ren dengan pandangan yang sulit diartikan. Di dalam matanya, ada bayangan masa kecil mereka yang berkelebat cepat—saat-saat mereka bermain dan berlatih bersama, tawa riang yang sekarang hanya tinggal kenangan.

Sasuke menurunkan pedangnya sepenuhnya, dan rasa bersalah tersirat dalam sorot matanya.

Ren, yang kini berdiri dengan tenang, masih memegang pedangnya erat. Meski napasnya masih memburu, dia berusaha meredam emosi yang mengalir dalam dirinya.

Rasanya seperti deja vu, bertemu dengan teman lama yang kini berubah drastis, menjadi sosok yang hampir tidak ia kenali lagi.

Namun, di dalam hati Ren, Sasuke tetaplah Sasuke—teman kecilnya yang dulu selalu ada di sisinya, sebelum semuanya berubah menjadi rumit dan penuh kegelapan.

Naruto world x Male ReadersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang