'Satu hari menjelang 17 Agustus.'
.
.
.
---
16 Agustus 2018
Masa yang menjadi pengawal di bulan Agustus cepat sekali usainya. Wajah-wajah lelah nan lusuh bergurau dalam tawa yang mampu menjadi topeng tebal mereka yang mengaku senang. Pertemanan mengubah segalanya, semangat solidaritas dan jiwa korsa membendung keinginan tuk menyerah, juga halentri yang menjadi aturan tidak tertulis membuat semangat tak lagi mudah goyah.
Jiwa-jiwa mereka sudah banyak berkorban. Relakan masa buat bercanda dan bersenang-senang demi rasakan panasnya lapangan, serta letihnya berlari menjemput cita bersama. Di sana, di ujung tiang paling tinggi bendera latihan sudah terbentang, berkibar bersama harapan-harapan yang bakal ikut disemogakan setelahnya.
"Satu hari menuju 17 Agustus," ucap Yuga di sela istirahat selepas pelaksanaan gladi kotor pagi ini.
Juan mengangguk membenarkan. "Bahagia banget gue. Artinya, dua hari lagi sejak hari ini gue akan banyak ketemu Amora," lontar Juan dengan wajah berseri-seri.
Ramdan seketika langsung menjitak puncak kepala temannya yang sudah plontos itu. "Dasar bucin! Lo tahu konteks omongan Yuga nggak, sih, Coy?" sungut Ramdan tak tahan.
Juan yang masih mengusap-usap kepalanya bekas jitakan Ramdan itu menyunggingkan senyum, lalu bergerak menepuk-nepuk punggung Ramdan prihatin. "Gue doain, deh, lo cepat dapat pasangan biar nggak iri sama gue," ledek Juan.
Hal itu membuat Ramdan terdiam sambil mengumpati Juan dengan gerakan di bibir.
"Sabar, ya, Dan? Gue juga jomblo, tenang aja," sahut Yuga, sembari menampilkan deretan giginya yang rapi.
"Udah ngebet banget si Ramdan. Maklum, agak-agak sensi jadinya," timpal Rahsya ikut-ikutan.
Melihat kawan seperjuangannya diledek seperti itu, Ammar tergerak untuk merangkulnya. "Sabar, kawan. Cinta nggak sepenuhnya indah, kok. Justru yang paling membahagiakan sering kali jadi yang paling mengecewakan. Nikmati dulu sekarang sebelum siap kecewa."
Juan yang turut mendengar penuturan Ammar mengecap. Apa dirinya juga akan kecewa dengan cinta yang jadi hal paling membahagiakan di masa sekarang?
Terjadi hening beberapa saat setelah Ammar mengatakan itu, sampai tiba-tiba Yuga bangkit dari duduknya. "Ikut gue, yuk!" ajaknya pada yang lain.
"Ke mana?" Arvino ikut bangkit, menyamai posisi Yuga.
"Mau kasih daftar pengurus baru ke Bang Briga, sekalian minta wejangan," jawab Yuga, lalu bergerak ke sisi lapangan yang lain.
Tak urung, beberapa dari mereka yang merupakan bagian Garda ikut mengekori langkah Yuga. Di sana, tampak beberapa senior yang bertugas melatih hari ini tengah melepas penat juga. Kerumunan manusia yang dijuluki sebagai PATRIA itu sedang bercanda ria, menertawakan apa-apa yang dianggap sederhana.
"Ini, Bang, daftar pengurus Paskibra Adhigana yang baru."
Kini, Yuga dan yang lain ikut bergabung dengan lingkaran angkatan 17, menghilangkan sekat dan saling membaur agar tercipta tali kekeluargaan yang rekat.
Laki-laki pemilik mata tajam dan rahang tegas itu menerima lembaran yang diberikan oleh Yuga. "Nama-nama ini sudah jadi inti dari harapan-harapan PATRIA ke depan," ucap Briga, Ketua Umum Paskibra Adhigana yang katanya laki-laki paling menarik seantero sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai di Ujung Harapan [On Going]
Teen Fiction"Apa arti kehidupan, jika tidak pernah ada cinta dan harapan." Yuga Naufal Angkasa, pemilik tawa bulan sabit dan sorot mata bak cahaya purnama yang kehilangan arti sebuah keluarga. Manusia sederhana yang menginginkan sebuah cita-cita yang diharapkan...