"Jalan yang jauh, tetapi jangan lupa."
.
.
.
---
Papan putih itu tercoret harapan-harapan yang bakal dimenangkan oleh pemiliknya. Tampak sederhana, tulisan para remaja laki-laki itu sejak saat ini telah mengudara, bersama dengan rasa yang kian memburu ketika memikirkannya.
Perihal mimpi yang menjadi hak setiap manusia di bumi. Katanya, supaya manusia punya kesan selama hidup. Tidak hanya sekadar hidup, membawa tubuh terombang-ambing pada garis kehidupan yang seakan-akan tak pernah berhenti berputar.
Di hadapan benda yang jadi salah satu bagian terpenting itu, Yuga jeli mengamati rentetan tulisan hasil pertemuan yang ia lewatkan kemarin.
"Mimpi kalian pada tinggi-tinggi, ya?"
"Bukan kalian, Yug. Tapi, kita," koreksi Juan.
"Sekarang giliran lo buat nulis di sana. Lengkapi mimpi dari sebagian orang yang kemarin ikut merayakan."
Yuga meraih spidol yang disodorkan Ammar dan mulai menimbang-nimbang mimpinya. Tanpa ragu, Yuga ikut memenuhi bagian yang kosong di sana.
"Gue senang sama perkumpulan ini," celetuk Ramdan tiba-tiba. Tangannya tergerak untuk menepuk bahu Ammar dan Yuga bersamaan, juga mengarahkan pandangannya kepada yang lain. "Coy, kalau nanti jalannya udah beda dan nyatanya kalian lebih sukses dari gue, kalian masih mau janji buat nggak asing?"
Ammar yang semula sibuk membaca kembali tulisan pada papan itu mendadak fokus dengan pertanyaan Ramdan barusan. "Hm, terdengar menyedihkan, ya, kawan?"
"Apa-apa yang menyangkut perpisahan nggak hanya menyedihkan, tetapi juga sakit. Manusia dipaksa menjalani hidup yang nggak biasanya, seakan-akan kita selalu nulis di halaman buku yang baru berulang-ulang," sahut Yuga.
Baginya, perpisahan adalah salah satu hal yang masuk dalam kamus kehidupan dan tidak siapa pun bisa mengubahnya.
"Manusia biar jadi menghargai setiap pertemuan kalau gitu. Lagian, perpisahan juga bagian dari proses pendewasaan seseorang dan cara untuk mempertahankan hubungan pertemanan, kan?" Juan ikut-ikutan, selayaknya ia tak begitu takut dengan satu monster kecil itu.
"Tapi, kok banyak yang asing setelah perpisahan?" tanya Ramdan lagi, seolah menyangkal kalimat Juan.
"Jangan terlalu khawatir, Dan. Jadi apa pun nanti, lo tetap temen gue." Yuga balas merangkul kawannya satu itu. Sosok yang paling senang diajak menjelajahi kehidupan manusia.
"Baru juga ketemu, udah mikirin gimana nanti aja. Cukup dinikmati sekarangnya, rangkai cerita indah sama-sama, supaya nanti ada cerita buat dibicarakan di masa depan, ya, nggak?" Rahsya menaikkan dagunya, meminta dukungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai di Ujung Harapan [On Going]
Ficção Adolescente"Apa arti kehidupan, jika tidak pernah ada cinta dan harapan." Yuga Naufal Angkasa, pemilik tawa bulan sabit dan sorot mata bak cahaya purnama yang kehilangan arti sebuah keluarga. Manusia sederhana yang menginginkan sebuah cita-cita yang diharapkan...