CHAPTER 3

8 4 0
                                    

Revano Giantara, memilik postur tubuh tegap dada bidang yang keras dan padat membuat hampir semua kaum hawa ingin menyandarkan kepala cantiknya di sana. Wajahnya tampan, sangat tampan malahan. Garis rahang yang tegas, bibirnya yang tebal, alisnya yang tajam, mata elangnya yang memiliki warna hitam pekat, dan hidungnya mancung layaknya prosotan. Warna kulitnya putih pucat, otot-otot yang menonjol di lengannya menunjukan bukti bahwa cowok itu rajin berolahraga.

Siapapun menyukai Revano Giantara, yang memilik rupa yang begitu sempurna. Sayang sekali rupanya yang sempurna, sifatnya tidak. Cowok itu dingin, dan terkenal bengis ketika sedang memimpin tawuran antar sekolah yang sering terjadi. Tidak ada yang berani mendekati cowok itu, kecuali Revan sendiri yang mendekatinya. Tidak ada yang berani mengganggu, semua orang menyingkir ketika cowok itu lewat.

Dulu, saat Reva baru saja jadian dengan Revan. Semua orang langsung menghakimi keputusannya yang menerima Revan sebagai kekasih. Mereka mengatakan kalo Reva itu salah berpacaran dengan berandalan seperti Revan. Cowok yang masuk buku hitam dalam catatan guru BK. Bahkan digadang-gadang tidak akan lulus, karena saking banyaknya kelakuan cowok itu yang melanggar peraturan sekolah. Saat itu Reva masih labil, hampir saja dirinya memutuskan Revan sehari setelah mereka jadian karena hasutan orang lain. Beruntung sahabatnya, Ara menasehatinya agar tidak mengambil tindakakan gegabah. Bahkan gadis itu menyakinkan dirinya bahwa pilihan Reva nerima Revan itu sudah benar. Karena, Ara tahu kalau Reva mencintai Revan begitupun sebaliknya. Ia bersyukur memiliki Ara yang membuatnya tidak memilih pilihan salah saat itu karena hasutan orang lain.

Padahal itu adalah haknya, mereka tidak memiliki hak dan kewajiban untuk menyalahkannya atau sekedar melarangnya. Karena, yang menjalankan hubungannya itu dirinya bukan mereka. Baik atau buruknya dampaknya berpacaran dengan Revan itu konsekuensinya.

Dan kini terjadi lagi. Saat dirinya putus dengan Revan. Semua orang gencar menyalahkannya karena telah memutuskan cowok seperti Revan. Mereka menghujatnya karena tidak bersyukur sudah mendapatkan cowok sesempurna Revan. Terlebih pagi ini saat satu sekolah heboh tentang hubungan dirinya dengan Revan berakhir. Ia malah berbincang dengan Kenzie di koridor saat ia ribut dengan Tania. Di situlah semua orang kembali menghakiminya, mengatakan bahwa Revan memutuskannya karena dirinya berselingkuh dengan Kenzie. Kenzie adalah alasan Reva dan Revan putus.

Rasanya Reva ingin tertawa dengan kencang di depan banyak orang yang dengan mudahnya menghakimi orang lain. Tidak apa, dirinya dikatakan gila. Tapi, Reva puas. Reva bisa mengeluarkan semua emosinya yang selama ini ia pendam saat semua orang menganggap keputusannya yang diambilnya itu salah. Termasuk, Mamanya yang begitu gencar menghakiminya saat mendengar dirinya berpacaran dengan Revan.

"Ken," panggil Reva saat berjalan bersisihan dengan Kenzie.

Cowok itu menoleh. Lalu, kembali fokus memasukan almameter Osisnya ke dalam
tas. Karena, ia menggantinya dengan jaket kulit berwarna coklat yang melapisi kemeja putihnya dengan lambang Osis Barawijaya di dada kananya bagian sakunya.

"Kenapa, Va? Mau mampir dulu ke suatu tempat?" Reva menggeleng, sebelum helaan nafas keluar dari mulutnya.

"Gue minta maaf, Ken. Gara-gara gue, lo jadi bahan pembicaraan murid," ujar Reva merasa bersalah. Pasti Kenzie tidak nyaman saat di sekolah tadi.

"Santai aja kali, Va. Kamu kaya gak tau aja omongan orang itu kaya gimana? Mereka itu punya kelainan suka ngurusin hidup orang lain," kekeh Kenzi yang sudah selesai memasukan almameter ke dalam tas. Cowok itu meresleting tasnya, lalu memindahkannya ke belakang punggungnya.

"Tapi, gue gak enak sama lo. Pasti lo gak nyaman, kan?" Ia saja tidak nyaman mendengarnya, bagaiamana dengan Kenzie.

"Engga, Va. Aku nyaman-nyaman aja, karena aku gak pernah peduliin omongan orang lain." Reva terdiam dengan wajah menatap lurus ke depan.

"Aku mau ambil motor dulu. Kamu mau tunggu di sini atau ikut aku ke parkiran?" tanya Kenzie menolehkan kepalanya pada Reva.

"Gue tunggu di sini aja, deh." Kenzie mengangguk. Cowok itu berjalan menuju parkiran meninggalkan Reva ang berdiri di loby.

Reva menatap punggung tegap Kenzie dengan tatapan yang sulit diartikan. Sebelum suara berat seseorang yang sangat ia kenali mengagetkan dirinya.

"Jadi, ini alasan lo minta putus, huh?!"

Reva membalikan tubuhnya untuk menatap cowok yang tidak lain adalah Revan. Mantan kekasihnya.

Reva menatap Revan dengan tegang. Seolah dirinya baru saja ketahuan berselingkuh, padahal hal itu tidak perlu ia rasakan. Karena, dirinya dan Revan sudah tidak memiliki hubungan apapun lagi.

"Lo selingkuh sama ketua Osis bajingan itu? Makanya lo mutusin gue kemaren?" cerca Revan dengan tatapan tajam. Bahkan rahang cowok itu sudah mengetat menandakan jika Revan tengah menahan emosi. Mau bagaimana pun, ia masih belum bisa menerima fakta bahwa hubungannya dengan Reva sudah berakhir. Karena, keinginan cewek itu sendiri.

"Gue gak selingkuh, Van," bela Reva dengan nada tak terima dituduh selingkuh oleh Revan.

"Halah gak usah ngelak, anjing! Udah jelas lo selingkuh sama cowok bajingan itu," tuduh Revan semakin menjadi.

Reva menggeleng keras menolak tuduhan Revan padanya.

"Sejak kapan lo selingkuh sama dia?" tanya Revan dengan suara dingin. Cowok itu melangkah semakin dekat pada Reva yang kini sudah bukan lagi kekasihnya.

"Jawab gue, sialan!" bentak Revan membuat Reva tersentak kaget.

Beruntung koridor sudah sepi, semua murid sudah pada pulang semua hanya tersisa beberapa anggota Osis, dirinya bersama Kenzie yang saat ini sedang mengambil motor si parkiran, dan terakhir Revan yang saat ini berdiri di depannya.

"Demi Tuhan, Van! Gue gak selingkuh sama Kenzie, gue putus sama lo karena keinginan gue sendiri bukan karena gue selingkuh sama Kenzie. Lo gak bisa nuduh gue sembarangan," jelas Reva membela diri atas tuduhan Revan yang terpengaruh dengan omongan orang lain.

Revan tertawa sarkas seperkian detik, lalu kembali menormalkan ekspresinya seperti semula datar dan dingin.

"Gue gak percaya sama lo. Hari ini udah jadi bukti, kalo lo itu gak sebaik yang gue kira selama ini. Lo udah gandeng cowok lain setelah dua hari putus sama gue." Revan menarik dagu Reva agar menatapnya. "Kalo bukan selingkuh apa namanya?" Nadanya kali ini lebih rendah, membuat Reva merinding seketika.

"Murahan," tambah Revan sambil melepaskan tangannya pada dagu Reva. Kedua mata cewek itu berkaca-kaca mendengar hinaan yang keluar dari mulut Revan. Ia tidak menyangka, cowok itu dengan mudah mengatainya murahan.

"Lo keterlaluan, brengsek!" Setelah meneriaki Revan, Reva berbalik pergi meninggalkan cowok itu sendiri. Ia mengusap air matanya yang tiba-tiba mengalir di kedua pipinya mendengar kata yang sebelumnya tidak pernah ia bayangkan akan keluar dari mulut sosok yang sangat ia cintai itu.

Seketika, Revan tersadar atas ucapannya. Ia tidak percaya bahwa dirinya akan mengatakan hak itu dengan mudah pada Reva. Cowok itu menunduk menatap lantai penuh penyesalan. Seharusnya, ia tidak perlu mengatai Reva murahan. Cowok itu menuruti emosinya yang masih belim bisa menerima keputusan Reva, ditambah hari ini banyak rumor tentang Reva yang memiliki hubungan dengan ketua Osis. Membuat hatinya semakin panas membara.

REVANO UNTUK REVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang